Bagikan:

Stop, Mengolok Autisme

Penelitian baru-baru ini di Amerika Serikat menyebutkan kalau satu dari 68 anak di sana adalah penyandang autisme. Sementara sejak 2011 lalu, satu dari 38 anak di Korea Selatan terdeteksi autisme.

EDITORIAL

Rabu, 02 Apr 2014 10:37 WIB

Author

KBR68H

Stop, Mengolok Autisme

autisme, World Autism Awareness Day, Yayasan Autisma Indonesia

Penelitian baru-baru ini di Amerika Serikat menyebutkan kalau satu dari 68 anak di sana adalah penyandang autisme. Sementara sejak 2011 lalu, satu dari 38 anak di Korea Selatan terdeteksi autisme.

Di Indonesia, jumlah anak autis diperkirakan naik lima kali lipat setiap tahun -- dengan prediksi 6 di antara 10 ribu kelahiran. Tapi rendahnya penelitian soal autisme di Indonesia juga berdampak pada rendahnya pemahaman orang tentang gangguan perkembangan ini. Autisme masih sering dijadikan bahan olok-olok untuk meledek mereka yang sibuk dengan dunianya sendiri. Padahal bagi para penyandangnya, juga keluarga mereka, ini adalah bagian dari diri mereka yang harus dihadapi hari demi hari. Sama sekali bukan bahan ledekan.

Tanggal 2 April dirayakan sebagai World Autism Awareness Day. Di saat inilah pengetahuan publik soal autisme harus lebih banyak didongkrak demi meningkatkan pemahaman bagaimana menghadapi dan berinteraksi dengan penyandang autisme. Di banyak daerah di Indonesia, masih banyak anak-anak penyandang autisme yang dipasung lantaran orangtuanya tak paham bagaimana menghadapi mereka. Ada juga yang dimasukkan ke Sekolah Luar Biasa tanpa menakar betul pendidikan macam apa yang dibutuhkan oleh si anakAtau ada juga orangtua yang memaksakan anaknya masuk ke sekolah biasa, demi dianggap sama dengan anak-anak sebayanya. Padahal, bisa jadi itu sebuah siksaan bagi siswa.

Soal pendidikan bagi para penyandang autisme memang masih jadi persoalan berat bagi negara ini. Sedianya pendidikan adalah hak semua warga negara dan wajib diberikan oleh negara. Kenyataannya, bisa dilihat sendiri. Untuk anak yang notabene normal pun masih banyak kekurangan, apalagi untuk anak dengan kebutuhan khusus.

Yayasan Autisma Indonesia mencatat masih banyak perlakuan diskriminatif bagi penyandang autis di dunia pendidikan – bahkan di sekolah yang mengaku inklusif sekali pun. Guru-guru tak punya bekal pengalaman untuk menghadapi siswa yang berkebutuhan khusus, fasilitas sekolah pun tak disesuaikan dengan mereka. Sementara sesama siswa seringkali tak dibekali empati yang cukup, baik di rumah atau sekolah, untuk berinteraksi dengan teman sekelas yang “berbeda”.

Mari kita menyambut bulan April, bulan peduli autisme, untuk sama-sama mengoreksi perilaku diri kita sendiri terhadap para penyandang autisme. Mereka punya kebutuhan yang mesti difasilitasi negara, juga diterima sebagai bagian dari masyarakat yang berbeda-beda ini. Juga berhenti memandang aneh, atau rendah, kepada penyandang autisme.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending