Kamis malam, tiga pemuda naik ke bus kota. Mereka bukan mau mengamen, karena tak membawa gitar atau alat musik lain. Ketiganya menyebar, berdiri di depan, tengah dan belakang. Tak berapa lama mereka berteriak-teriak meminta uang pada penumpang. Ancaman pun muncul, ‘lebih baik tolong menolong, daripada todong menodong’, begitu katanya. Beberapa penumpang terpaksa memberikan seribu atau dua ribu rupiah.
Ada juga yang meminta uang dengan cara mengaku baru keluar dari tahanan karena kasus pembunuhan. Orang itu ingin pulang ke kampung tapi tak punya uang, akhirnya meminta dari penumpang bus.
Merekalah preman yang selalu menghantui masyarakat pengguna kendaraan umum di Jakarta. Premanisme tak hanya terjadi di angkutan umum, di kompleks Gelora Bung Karno juga ada preman yang meminta uang jaga. Padahal mengendara mobil dan motor sudah membayar biaya parkir, tapi ketika parkir di dalam, mereka dimintai lagi uang jaga kendaraan antara Rp 5,000 hingga Rp 50 ribu.
Ada juga preman yang dilibatkan dalam kasus-kasus penggusuran. Kejadian terakhir saat penggusuran paksa PT KAI terhadap pedagang di Stasiun Pondok Cina, Depok, Januari lalu. Mereka berhadap-hadapan dengan mahasiswa dan pedagang yang menolak stasiun dibersihkan.
Kepolisian Jakarta mengklaim sudah mengamankan 2,000 lebih orang yang diduga preman selama kurun waktu empat bulan dari November 2012 hingga bulan ini. Dari jumlah itu, 458 ditahan dan 1,800-an menjalani pembinaan. Juru bicara Polda Metro Jaya, Rikwanto mengatakan penyebab munculnya preman karena sempitnya lapangan pekerjaan. Akhirnya, sebagian orang memutuskan melakukan kekerasan untuk mendapatkan uang. Berdasarkan hasil pendataan, 60 persen preman yang ditangkap tak punya pekerjaan tetap.
Untuk mengatasinya, kepolisian Jakarta memiliki program Polisi Peduli Pendidikan dan Polisi Peduli Pengangguran. Program ini sudah berjalan sejak Januari lalu. Polres Jakarta Selatan, misalnya, sudah merekrut warga pengangguran dalam dua gelombang. Setelah lolos seleksi, mereka mendapat pendidikan di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer selama tiga bulan. Setelah itu disalurkan ke perusahaan yang berminat.
Kita mendukung upaya aparat keamanan memberantas preman dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Cara-cara di atas tentu lebih mengena ketimbang mengedepankan kekerasan. Tak perlu lagi mengulang kasus penembakan misterius yang marak pada awal 1980-an. Masyarakat jangan ditakut-takuti lagi dengan penemuan mayat bertato dalam karung yang mengambang di sungai. Belum ada angka pasti mengenai korban tewas dari penembak misterius tersebut. Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meyakini ratusan orang menjadi korban operasi pemberantasan kejahatan atau yang dikenal operasi penembakan misterius (petrus) periode 1983-1985.
Toh terapi kejut itu hanya memberi dampak sesaat. Kekerasan memang tak pernah bisa menjadi obat penyelesaian masalah. Premanisme hanya bisa diberantas lewat penegakan hukum yang konsisten, termasuk menangkap para bekingnya, sembari pada saat yang sama menyediakan lapangan kerja bagi seluruh warganya.
Berantas Premanisme Tak Bisa Lewat Kekerasan
Kamis malam, tiga pemuda naik ke bus kota. Mereka bukan mau mengamen, karena tak membawa gitar atau alat musik lain. Ketiganya menyebar, berdiri di depan, tengah dan belakang. Tak berapa lama mereka berteriak-teriak meminta uang pada penumpang. Ancaman pu

EDITORIAL
Jumat, 12 Apr 2013 10:30 WIB

preman, premanisme, kekerasan, polda metro, kontras
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai