Mulai 1 April nanti, PT Kereta Api Indonesia akan menurunkan tarif kereta api kelas ekonomi karena pemerintah sudah setuju memberi subsidi. Di mata para pengguna kelas ekonomi, kata "subsidi" efektif membangun citra positif pemerintah. Siapa yang tidak gembira jika harga tiket diturunkan? Dalam bahasa keseharian kita, kata "subsidi" bermakna bantuan berupa uang atau lainnya kepada masyarakat. Biasanya, merujuk kepada pemerintah sebagai pemberi bantuan atau subsidi.
Barangkali karena subjek dalam kebijakan ini adalah pemerintah, maka makna yang semestinya sederhana, menjadi rumit.
Kementerian Perhubungan bilang, setiap hari ratusan ribu pengguna komuter di Jabodetabek sudah menikmati subsidi lebih dulu mulai 1 Januari tahun lalu. Semula, penumpang dari Stasiun Bogor yang turun di Stasiun Manggarai mesti bayar Rp 9 ribu rupiah. Setelah subsidi itu, cukup Rp 4 ribu saja. Potongan harga yang luar biasa. Tapi rasa layanan subsidi itu tak senikmat harapan.
Harga tiket yang turun melompat, ditambah asumsi kereta lebih tepat waktu, jadi seperti gula menarik perhatian semut. Makin berjubel saja penumpangnya. Dan itu awal datangnya kesengsaraan karena walau bagaimana, komuter yang diputar keliling Jabodetabek itu adalah kereta bekas. Mesin kerap mogok tanpa bisa mengingatkan penumpangnya yang terjebak digerbong rapat tanpa AC yang tak lagi dingin. Jadi, tak usah heran kalau koran pagi, menulis besar-besar judul beritanya "Belasan Penumpang Commuter Line Pingsan". Katanya disubsidi, dibantu, tapi kok malah begini.
Saat mengawali kebijakan koversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji 3 kg, kata "subsidi" juga mengesankan datangnya harapan baru yang lebih baik. Sulitnya mencari minyak tanah bukan hal yang menyenangkan bagi masyarakat yang sudah lama meninggalkan kayu bakar. Ketika datang gas dengan harga subsidi, sebagian langsung bersorak gembira. Sebagian lagi berteriak histeris karena orang tua atau saudara tewas akibat ledakan tabung-tabung gas sialan itu.
Bumbu politik mempengaruhi makna dasar dari kata "subsidi". Dan rasa-rasanya, publik belum begitu peduli atas beragam penyalahgunaan makna istilah ini. Makanya, kata ini masih saja dipakai senjata efektif untuk mengelabui. Hampir semua pengamat politik bilang, kata "subsidi" akan banyak dibuat dalam aneka kebijakan publik oleh pemerintah dan parlemen jelang pemilu.
Januari lalu, Komisi Pertanian DPR mencabut subsidi pupuk senilai lebih dari Rp1 triliun. Untungnya, muslihat dibalik itu ketahuan seorang direktur BUMN. Andai tidak, maka uang yang sedianya bakal disalurkan kepada industri, akan diserahkan langsung kepada petani untuk memproduksi sendiri pupuk organiknya. Ada yang bilang, seperti itulah salah satu contoh "kampanye menggunakan uang negara."
Muslihat Subsidi
Mulai 1 April nanti, PT Kereta Api Indonesia akan menurunkan tarif kereta api kelas ekonomi karena pemerintah sudah setuju memberi subsidi. Di mata para pengguna kelas ekonomi, kata "subsidi" efektif membangun citra positif pemerintah. Siapa yang tidak ge

EDITORIAL
Selasa, 11 Mar 2014 10:51 WIB

subsidi, kereta api, komisi pertanian, perhubungan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai