Bagikan:

Menunggu Sanksi FIFA

Tinggal dalam hitungan jam, nasib sepakbola kita akan diputuskan oleh FIFA. Lewat Sidang Dewan Eksekutif yang berlangsung di Tokyo akankah Indonesia bernasib sama dengan Irak, Brunei, Yunani hingga Iran yang dicutat sementara dari lapangan sepakbola inter

EDITORIAL

Senin, 04 Feb 2013 10:41 WIB

Author

KBR68H

Menunggu Sanksi FIFA

FIFA, PSSI, KPSI

Tinggal dalam hitungan jam, nasib sepakbola kita akan diputuskan oleh FIFA. Lewat Sidang Dewan Eksekutif yang berlangsung di Tokyo akankah Indonesia bernasib sama dengan Irak, Brunei, Yunani hingga Iran yang dicutat sementara dari lapangan sepakbola internasional?

Tampaknya hanya dengan campur tangan FIFA, carut marut persepakbolaan negeri ini akan terurai. Mau bagaimana lagi, pecinta sepakbola Indonesia sudah muak dengan sikap yang ditunjukkan oleh PSSI dan KPSI yang berseteru tanpa ada ujungnya.  Sepakbola yang mengagungkan fair play, namun dikendalikan oleh segelintir kelompok dengan cara-cara tak sportif. Dua organisasi yang merasa paling berhak mengurusi sepakbola Indonesia. Akibatnya perpecahan pun tak terelakkan yang merembet hingga ke pemain maupun pendukung sepakbola Indonesia.

Sebenarnya, FIFA memberi tenggat waktu kepada Indonesia hingga 10 Desember untuk menyelesaikan dualisme organisasi. Tapi kita hanya dibuat tertawa miris, menyaksikan drama yang dipertontonkan dua organisasi ini. PSSI menggelar kongres di lobi hotel di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sementara KPSI menggelar kongres tandingan di Hotel Sultan Jakarta.  Dan batas waktu itu terlewati tanpa ada solusi apapun. KPSI dan PSSI masih saja gontok-gontokan merasa paling benar. Mereka lebih mengutamakan ego, dan bukannya memilih rekonsiliasi. Jika sudah demikian, masihkah kita berharap, sepakbola Indonesia tak direcoki oleh perebutan kepentingan? Wajar jika kita hilang kesabaran, dan rasanya sanksi FIFA menjadi hal yang wajar untuk mengembalikan kejayaan sepakbola.

Tak jadi soal jika akibat sanksi ini tim nasional tidak akan berlaga di laga internasional di bawah naungan FIFA. Kita tunda sejenak menyaksikan tim Garuda mengikuti Pra Piala Asia 2015 dan Sea Games. Ibaratnya jika FIFA adalah orangtua, maka anggap saja FIFA tengah memberikan hukuman akibat kenakalan anak-anaknya. Dilarang bermain agar menyadari setiap kesalahan yang dibuat. Sembari diberi wejangan bagaimana menjadi lebih baik.

Mungkin awalnya akan sakit, karena kita hanya bisa menjadi penonton, ketika negara lain berkiprah di laga internasional. Tapi bukankah selama ini kita juga hanya bisa menjadi penonton seiring dengan terpuruknya prestasi sepakbola kita. Belum lama ini kita hanya bisa gigit jari, ketika tersingkir lebih dini di ajang Piala AFF 2012. Ini seakan menjadi pelengkap dari sederet kekalahan demi kekalahan tim nasional.

Kita berharap ketika sepakbola  dibekukan, maka ada kesempatan untuk rehat dari hiruk pikuk perseteruan yang tanpa ujung Namun jeda itu harus dibarengi dengan perbaikan.  Sudah pasti rakyat Indonesia merindukan pemain sepakbola berkiprah di lapangan tanpa harus dibebani dengan persoalan elit pengurus Semua itu hanya bisa tercapai jika para pengambil kebijakan satu suara, satu liga dan satu organisasi.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending