Bagikan:

Ganasnya Media Massa Terhadap M

Sensasi tampaknya masih jadi jualan media massa, khususnya televisi dan media online. Makin sensasional, makin gencar media massa mengeksploitasi pemberitaannya, tanpa perlu mempertimbangkan aspek privasi.

EDITORIAL

Senin, 11 Feb 2013 09:33 WIB

Author

KBR68H

Ganasnya Media Massa Terhadap M

media, gratifikasi seks

Sensasi tampaknya masih jadi jualan media massa, khususnya televisi dan media online. Makin sensasional, makin gencar media massa mengeksploitasi pemberitaannya, tanpa perlu mempertimbangkan aspek privasi. Itulah yang terjadi pada kasus suap yang menyeret bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq.

Dalam kasus suap impor daging sapi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan kader PKS Ahmad Fathona di sebuah hotel di Jakarta, Selasa pekan lalu. Bersama Ahmad Fathona, digiring pula seorang perempuan berinisial M. Dalam pemeriksaan selanjutnya, KPK lantas melepaskan M karena dianggap tak berkaitan dengan kasus yang sedang ditangani lembaga ini.

Menurut juru bicara KPK Johan Budi, Ahmad Fathona dan M ditangkap ketika mereka keluar dari lift hotel menuju lobi. Jadi bukan di dalam kamar.
Tapi apa yang kemudian dikejar para wartawan? Bak pekerja infotainment, mereka berlomba menyajikan sensasi yang jauh dari substansi kasus. Rumus purba jurnalisme kuning pun dipakai: kejahatan korupsi ini akan terasa garing kalau tanpa bumbu seks.

Begitulah sebagian media massa pun mulai menebar sensasi konyolnya. Tentang suara-suara di dalam kamar, tentang profesi M yang sesungguhnya, dan sejenisnya. Para wartawan ini gigih menelusuri jejak M hingga ke rumahnya. Bahkan kampus tempat kuliahnya pun tak luput dari sasaran. Tetangga diwawancarai, pejabat kampus dan teman-teman kuliahnya juga tak luput dikonfirmasi. Seolah-olah keberadaan M jauh lebih penting ketimbang kasus penyalahgunaan wewenang yang melibatkan sebuah partai besar. Dan hampir semuanya dilakukan tanpa upaya untuk menutupi identitasnya. Padahal M masih punya masa depan yang panjang.

Akibatnya M, sebagai pribadi, tak lagi punya ruang untuk sembunyi. Ia ditelanjangi habis-habisan tanpa pembelaan. Seluruh ruang pribadinya diubek-ubek wartawan tanpa sedikit pun konfirmasi dari M sendiri. Media massa telah menjadi ruang pengadilan yang mengadili M secara in absentia.
Betapa ganasnya!

Kita harus ajukan kritik ini sebagai koreksi ke dalam. Media massa, termasuk KBR68H, mesti mendengarkan permintaan Komnas Perempuan yang mengimbau media massa berhenti mengeksploitasi pemberitaan tentang M. Seperti kata anggota Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada KBR68H, M sudah menjadi bulan-bulanan media.  Dia sudah dihakimi secara sepihak di depan publik. Kita sesungguhnya sudah bersikap tak adil terhadap M.

Kasus suap yang menimpa pejabat PKS dan kemungkinan kaitannya dengan lembaga pemerintah yang lain harus diungkap tuntas. KPK sudah bekerja secara profesional. Kita bantu lembaga ini dengan menelurusi fakta-fakta lain untuk memperkuat dugaan korupsi dalam kasus impor daging sapi ini. Bukan dengan meramaikannya dengan sensasi, apalagi mengadili seorang perempuan, yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending