Kembali kabar tak sedap datang dari rumah sakit di Jakarta. Kali ini korbannya pasangan suami istri Eliyas Setia Nugroho dan Elisa Darawati. Salah satu anak kembar mereka yang berusia satu bulan tewas akibat terlambat ditangani dokter.
Kasus bermula dengan ditolaknya bayi bernama Dera Nur Anggraini oleh delapan rumah sakit swasta dan milik pemerintah. Di antaranya Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Harapan Kita.Mereka beralasan ruangan untuk anak sudah penuh dan peralatan yang tak memadai. Akibatnya, Dera yang mengidap gangguan saluran pernafasan menemui ajalnya Sabtu pekan lalu.
Sungguh tragis sekaligus ironis! Di ibukota negara yang banyak berdiri rumah sakit ini, masih ada pasien yang ditolak. Padahal sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah mencanangkan layanan berobat gratis bagi pasien miskin. Lewat program kartu sehat, keluarga Eliyas yang bekerja sebagai pedagang kaki lima bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan itu. Karena itu rumah sakit tidak berhak menolak pasien karena Pemprov sudah menanggung biaya pengobatan warganya.
Tahun ini pemprov DKI telah menggelontorkan anggaran kesehatan untuk pasien miskin sebesar Rp 4 triliun. Setidaknya 85 rumah sakit di Jakarta dilibatkan untuk menyediakan fasilitas kelas 3 sebanyak 60 persen. Tak heran kalau Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menilai ada indikasi pelanggaran hak anak yang diduga dilakukan pengelola rumah sakit. Arist mendesak agar direksi rumah sakit yang melanggar diberi sanksi tegas.
Selain rumah sakit, pihak lain yang mesti bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan DKI. Selayaknya Gubernur Jokowi bersama kepala dinas mengecek langsung rumah sakit . Benarkah alasan penolakan pasien karena semata ruang penuh atau karena alasan lain. Sebut saja praktik diskriminasi yang lazim dilakukan rumah sakit kepada keluarga miskin.
Mengutip data dari Komisi Kesejahteraan DPRD DKI, pasca diterapkannya sistem Kartu Jakarta Sehat pihak rumah sakit pemerintah mengaku kewalahan melayani pasien. Jumlahnya meningkat drastis dari 500 pasien menjadi 1.300 pasien per hari. Agar kasus serupa tak kembali berulang, Pemprov DKI disarankan segera menambah tenaga dokter, perawat dan peralatan medis penunjang . Upaya lain dengan menambah jumlah rumah sakit swasta baik yang besar dan kecil dalam program kesehatan masyarakat miskin.
Langkah pembenahan sistem pendataan pasien di rumah sakit secara online dan terintegrasi yang disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, juga layak ditempuh. Tujuannya agar ada kesinambungan data antar-rumah sakit. Sehingga pasien dapat ditangani cepat di rumah sakit yang masih memiliki ruang perawatan.
Ungkapan “Orang miskin dilarang sakit”, harus dibuang!