Bagikan:

Propaganda Hitam Jelang Pemilu

Tapi kontestasi politik juga meneguhkan postulat lama: tujuan menghalalkan cara. Terutama di media massa dan media sosial, pertarungan itu sesungguhnya sudah mulai terjadi.

EDITORIAL

Minggu, 26 Jan 2014 21:49 WIB

Author

KBR68H

Propaganda Hitam Jelang Pemilu

propaganda hitam, jokowi, partai demokrat, pemilu

Suhu politik mulai menghangat jelang pemilu 9 April. Di jalanan, berbagai medium kampanye luar ruang yang sudah marak sebelumnya, kian bertambah banyak. Para politisi calon anggota legislatif yang bakal bertarung memperebutkan kursi di DPR dan DPRD, sibuk mendekati warga, berharap bakal mendulang suara pada saat pencoblosan nanti.

Lima tahun sekali, setiap suara warga – para calon pemilih, mendapat tempat di panggung politik. Tak perduli dia menteri, kuli bangunan, pengusaha, atau tukang becak – suara mereka sama. Setara. Semua bakal menentukan siapa bakal keluar sebagai pemenang, siapa akan jadi pecundang.

Tapi kontestasi politik juga meneguhkan postulat lama: tujuan menghalalkan cara. Terutama di media massa dan media sosial, pertarungan itu sesungguhnya sudah mulai terjadi. Sayangnya, mereka bukan bertarung gagasan tentang Indonesia masa depan yang lebih baik. Sebaliknya, bagaimana membuat citra lawan politik babak belur. Kalau perlu dengan cara menyebarluaskan kabar bohong.

Di jejaring sosial misalnya beredar foto tentang bantuan bencana dari istana kepresidenan. Tapi dengan menggunakan perangkat lunak pemoles foto digital, logo istana diubah menjadi logo Partai Demokrat. Foto yang sudah diubah ini lantas disebarluaskan melalui jejaring sosial Facebook dan twitter, juga diteruskan lewat pesan pendek. Tujuannya jelas, ingin menghantam citra SBY dan Partai Demokrat.  Mereka yang pada dasarnya sudah membenci Partai Demokrat, tanpa mengecek kebenarannya, langsung memberi komentar-komentar menghujat.

Pada isu lain, Gubernur DKI Joko Widodo juga tak luput dari serangan. Jokowi yang hampir selalu menduduki peringkat atas dalam survey-survei elektabilitas calon presiden, diserang karena dianggap tak mampu mengendalikan banjir Jakarta. Para penyerang itu tak mau perduli, Jokowi baru dilantik 15 Oktober 2012. Artinya dia baru menjalankan pemerintahannya satu tahun lebih 3 bulan. Sementara akar masalah yang berkaitan dengan banjir Jakarta sedemikian kompleks, yang tak mungkin bisa diselesaikan hanya dalam waktu sesingkat itu.

Selain itu, Jokowi juga diserang karena tingkat popularitasnya yang tinggi dinilai hanya karena keberhasilan “serangan udara”, terutama melalui pemberitaan media massa. Itu sebab, sebuah grup media yang dimiliki seorang ketua partai dikabarkan melarang, atau setidaknya membatasi, liputan tentang Jokowi.

Dua contoh tadi memberi gambaran kepada kita, betapa kualitas praktik politik kita sesungguhnya tak banyak mengalami kemajuan. Bukan gagasan dan program milik sendiri yang mereka ajukan, tetapi justru sibuk menyebarluaskan propaganda hitam terhadap lawan-lawan politik. Tak ada inspirasi yang kita peroleh dari perang politik semacam ini.

Kita, sebagai warga pemilik suara, mesti waspada.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending