Bagikan:

Akrobat Politik Jelang Pemilu

Setelah Presiden Yudhoyono member waktu 1x 24 kepada Pertamina, harga jual elpiji 12 kilogram akhirnya turun. Jika semula kenaikan harga sekitar Rp 3,900 per kilo, kali ini menjadi Rp 1,000 per kilo. Dengan begitu harga jualnya menjadi sekitar 82 ribu per

EDITORIAL

Selasa, 07 Jan 2014 10:11 WIB

Author

KBR68H

Akrobat Politik Jelang Pemilu

politik, pemilu, elpiji, pertamina

Setelah Presiden Yudhoyono member waktu 1x 24 kepada Pertamina, harga jual elpiji 12 kilogram akhirnya turun. Jika semula kenaikan harga sekitar Rp 3,900 per kilo, kali ini menjadi Rp 1,000 per kilo. Dengan begitu harga jualnya menjadi sekitar 82 ribu per tabung, setelah sebelumnya sempat direncanakan menembus harga nyaris 117 ribu per tabung.

Harga tetap naik atau turun seperti sekarang, apa yang dibaca rakyat sama saja: ada akrobat politik di balik ini semua. Ketika harga naik secara mendadak, warga menjerit, politisi menggugat sementara pemerintah saling lempar tanggung jawab. Begitu harga diturunkan, semua langsung berebut popularitas. Banyak juga yang berspekulasi, ini pasti ada hubungannya dengan Pemilu.

Sekarang baru awal 2014. Artinya, waktu ‘tinggal’ tiga bulan lagi. Bagi politisi yang akan bersaing di Pemilu 9 April mendatang, setiap hari adalah pertaruhan. Terutama bagi mereka yang duduk di tampuk kekuasaan. Sebisa mungkin meraup keuntungan yang bisa dikeruk di hari-hari terakhir menjabat.

Harga elpiji bukan satu-satunya kebijakan yang punya pengaruh besar bagi masyarakat. Tak cuma berpengaruh pada kesejahteraan rakyat, tapi juga menentukan popularitas. Kebijakan-kebijakan populis hampir bisa dipastikan bakal royal diberikan pemerintah jelang Pemilu. Semua pejabat yang nyaleg lagi di Pemilu tahun ini bakal pasang muka manis dan mengeluarkan kebijakan yang sebaik-baiknya meningkatkan elektabilitas.

Indonesian Corruption Watch baru-baru ini merilis kalau anggaran bantuan sosial dari sejumlah Kementerian menggelembung, terutama dari kementerian yang menterinya nyaleg. Aturan soal dana bansos ini minim, padahal penggunaannya diserahkan kepada kementerian masing-masing. Tak heran kalau akan ada banyak lembaga yang diguyur dengan dana bansos dengan dalih kepentingan publik yang sifatnya populis. Tapi waspadalah, jangan-jangan lembaga itu fiktif.

Kasus Gubernur Banten Atut Choisiyah sudah membuka borok itu. KPK bahkan membuka kemungkinan Atut jadi tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan penyaluran dana bantuan sosial. Sebelumnya BPK menemukan ketidakwajaran dalam pengelolaan bansos sebesar Rp 7,8 miliar. Dari tahun ke tahun, dana bansos terus meningkat, sementara ICW menemukan banyak lembaga penerima bansos ini fiktif.

Apa yang bisa dilakukan rakyat dengan akrobat politik yang tengah dipertontonkan seperti ini? Yang jelas, kita semua harus bersikap waras. Kita harus sadar betul, apa pun yang dilakukan politisi hari-hari ini adalah demi menarik simpati jelang Pemilu. Dengan banyak pejabat pemerintah yang berbaju ganda sebagai politisi yang nyaleg April mendatang, maka kita pun mesti banyak-banyak curiga pada pemerintah.

Pepatah kuno mengatakan, dalam politik yang abadi adalah kepentingan. Tapi ingat juga jargon vox populi, vox dei... suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara kita adalah suara Tuhan.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending