Bagikan:

Keadilan Dua Batang Bambu

Niatnya memang baik. Melihat bambu yang hampir tumbang menimpa rumah, Muhammad Misbachul Munir dan Budi Hermawan memutuskan untuk memangkasnya. Warga Tegalrejo, Magelang ini tak mengira jika akhirnya malah masuk bui. Akibatnya pada awal November mereka d

EDITORIAL

Rabu, 02 Jan 2013 12:03 WIB

Author

KBR68H

Keadilan Dua Batang Bambu

Niatnya memang baik.  Melihat bambu yang hampir tumbang menimpa rumah, Muhammad Misbachul Munir dan Budi Hermawan memutuskan untuk memangkasnya. Warga Tegalrejo, Magelang ini tak mengira jika akhirnya malah masuk bui. Akibatnya pada awal November mereka ditahan dengan tuduhan mencuri dua batang bambu. Mereka diancam hukuman penjara 5 tahun. Kejaksaan Negeri Mungkid  menyatakan kedua terdakwa harus diadili sebagai contoh penegakan hukum.

Dan hari-hari ini persidangan kasus ini masih berlangsung. Persidangan yang memicu simpati warga Tegalrejo. Bahkan ada yang membawa puluhan bambu sebagai bentuk protes. Apalagi kasus ini juga sebelumnya diwarnai aksi penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga pemilik bambu. Namun  kasus Munir dan Budi yang paling cepat direspon oleh penegak hukum. Rasa keadilan terkoyak, sehingga masyarakat menggelar aksi menuntut pembebasan Munir dan Budi.  

Kasus rakyat kecil berhadapan dengan hukum sebenarnya sudah sering terjadi. Kita masih ingat kasus seorang nenek di Banyumas yang diseret ke pengadilan karena dituduh mencuri tiga buah kakao.   Kita juga belum lupa dengan kasus  Supriyono dan Sulastri, warga Bojonegoro yang mendekam tiga bulan di penjara gara-gara dituduh mencuri pisang. Sementara Rasminah dijatuhi vonis hukuman 130 hari penjara karena dituduh mencuri 6 piring.

Setahun lalu, kita juga dihebohkan dengan kasus seorang siswa SMK di Palu yang berhadapan dengan hakim karena mencuri sandal jepit milik polisi. Kasus yang kemudian menggerakkan masyarakat mengumpulkan ribuan sandal jepit untuk AAL.

Dan akhirnya kita hanya bisa melihat wajah-wajah lugu penuh takut ketika harus menjalani persidangan. Tidak seperti para koruptor yang masih bisa tampil segar saat menghadapi para hakim yang terhormat. Para koruptor hanya diganjar hukuman ringan bahkan ada yang dibebaskan, meskipun sudah merampok uang rakyat. Sementara orang-orang kecil ini harus meratap untuk keringanan hukuman.

Sebenarnya Mahkamah Agung sudah mengeluarkan aturan agar kasus-kasus dengan kerugian minim tak begitu saja dijebloskan ke penjara. Selain itu maksimal hukuman adalah tiga bulan penjara.  Dalam peraturan tersebut,  jika sebelumnya tindak pencurian ringan nilainya kurang dari Rp 250, kini diubah menjadi Rp 2,5 juta.

Namun sayangnya Perma ini hanya berlaku untuk internal pengadilan. Artinya saat terdakwa di kepolisian dan kejaksaan, bisa saja ditahan. Maka itulah yang dialami Munir dan Budi yang mendekam di tahanan Kejaksaan Negeri.

Harusnya apa yang telah dirintis oleh Mahkamah Agung ini juga diikuti oleh aparat penegak hukum lainnya, dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan.  Karena fakta berbicara, hukum di negeri ini hanya menakutkan untuk orang-orang kecil. Sementara bagi kaum berduit, hukum bisa direkayasa. Keadilan hanya dimiliki oleh pejabat yang terjerat hukum.  Hukum yang ibarat bambu  runcing, tumpul ke atas, tapi runcing ke bawah. 


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending