Bagikan:

Harimau Bukan Barang Dagangan!

KBR68H - Kementerian Kehutanan tengah merancang program Tiger Factory untuk mengurangi perburuan harimau.

EDITORIAL

Rabu, 02 Jan 2013 15:12 WIB

Author

KBR68H

harimau, perdagangan satwa

Kementerian Kehutanan tengah merancang program Tiger Factory untuk mengurangi perburuan harimau. Esensi utama dari Tiger Factory ini adalah menciptakan sebuah pusat penangkaran harimau Sumatera yang memungkinkan orang-orang untuk memelihara satwa yang dilindungi ini.

Jadi, apabila anda tertarik untuk memelihara harimau Sumatera, siapkan saja uang sebesar Rp 1 miliar, maka hewan yang semakin sedikit populasinya itu bisa jadi binatang piaraan anda. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Darori, program ini diyakini bisa menekan angka perdagangan liar harimau Sumatera. Selain itu, juga untuk memenuhi hasrat orang kaya yang memiliki uang berlebih untuk memelihara harimau Sumatera. Program ini juga akan menambah pendapatan negara  berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dari data yang pernah dirilis lembaga Harimau Kita, saat ini di alam liar tinggal sekitar 500 ekor harimau Sumatera. Jumlah ini terus menurun drastis sejak 1978. Ketika itu, jumlah harimau Sumatera diperkirakan masih sekitar 1.000 ekor. Apabila ada 500 orang yang tertarik untuk memelihara harimau Sumatera tersebut, maka pemerintah akan mendapatkan uang sebesar Rp 500 miliar. Tentunya ini merupakan jumlah yang sangat besar.

Namun, dalam program “Pabrik Harimau” ini, yang boleh dipelihara hanyalah harimau generasi ke-3 atau F3. Harimau F3 ini merupakan persilangan antara harimau generasi pertama yang hidup di alam liar dengan harimau generasi ke-2. Butuh sekurangnya waktu  tiga tahun untuk mendapatkan F3.

Pertanyaannya, apakah dengan mendirikan “Pabrik Harimau” ini merupakan solusi atas terancam punahnya satwa liar seperti harimau Sumatera? Kita tahu, bagian-bagian tubuh harimau merupakan komoditi berharga mahal terutama di Cina yang menjadikannya obat-obatan tradisional. Belum lagi kulit harimau yang bisa dijual dengan harga sangat mahal. Tidak ada jaminan program Tiger Factory bisa mencegah para maniak ini untuk menghentikan tindakan criminal mereka.

Di sisi lain, apabila pemerintah memang punya niat serius untuk menyelamatkan populasi harimau Sumatera, pola adopsi tampaknya jauh lebih baik. Jadi, pemilik harimau tidak harus membawa pulang binatang peliharaannya, melainkan cukup memastikan harimau yang ia adopsi masih hidup di habitat aslinya. Langkah ini tentu lebih menguntungkan bagi harimau Sumatera karena mereka bisa tetap tinggal di alam liar.

Pemerintah boleh saja membangun Tiger Factory, sebagaimana pemerintah Burma berhasil membuat program penangkaran harimau terbesar di dunia. Tapi tujuannya hanya untuk menjaga agar populasi harimau tidak terus menyusut. Bukan untuk menambah penerimaan negara dari sektor bukan pajak.

Harimau Sumatera bukan barang dagangan!

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending