Bagikan:

Air Asia Kalah, Kemenangan Konsumen

Jadual penerbangan delay atau molor hingga batal terbang adalah sesuatu yang menjengkelkan. Sebagai konsumen kita sering hanya bisa pasrah. Pilihannya menunggu atau kemudian beralih ke maskapai atau transportasi lain.

EDITORIAL

Jumat, 04 Jan 2013 13:38 WIB

Author

KBR68H

Air Asia Kalah, Kemenangan Konsumen

air asia

Jadual penerbangan delay atau molor hingga batal terbang adalah sesuatu yang menjengkelkan. Sebagai konsumen kita sering hanya bisa pasrah. Pilihannya menunggu atau kemudian beralih ke maskapai atau transportasi lain.

Tapi tidak bagi Hastjarjo Boedi Wibowo. Lewat perjuangan yang lama dan panjang, dia berhasil memenangkan gugatan  sengketa konsumen penerbangan melawan PT Indonesia Air Asia (Air Asia).

Dalam putusan Mahkamah Agung, Air Asia diharuskan membayar kerugian immateriil kepada dosen Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara itu sebesar Rp 50 juta dan materiil sebesar Rp 806.000. Keputusan MA tersebut memperkuat putusan-putusan sebelumnya, baik di tingkat pertama maupun di tingkat banding.

Kasus ini bermula, ketika Boedi mendapat undangan untuk menjadi pembicara tunggal pada Workshop Program Studi Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta pada 12 Desember 2008. Namun, pihak Air Asia membatalkan penerbangan yang sudah dijadwalkan.  

Air Asia berdalih pembatalan penerbangan dilakukan demi keamanan dan keselamatan penumpang, sebab terjadi kerusakan pesawat. Namun, majelis hakim menilai  Air Asia tidak dapat membuktikan secara jelas apakah pesawat yang rusak itu pesawat yang mengangkut Boedi dari Jakarta ke Yogyakarta. Air Asia juga tidak bisa membuktikan pesawat dalam perbaikan.

Kasus Air Asia ini membuktikan siapa saja bisa mengajukan gugatan hukum jika haknya dilanggar. Masalahnya, ketika konsumen harus berhadapan dengan hukum dalam menyuarakan keluhannya, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Boedi Wibowo butuh waktu waktu lima tahun untuk mendapatkan keadilan yang mengikat. Itulah yang membuat konsumen selama ini enggan membawa kasus-kasus pelanggaran konsumen ke meja hijau. Ini masih ditambah ancaman gugatan balik yang nilainya kadang membuat ciut konsumen. 

Konsumen sebagai orang yang membutuhkan barang atau jasa biasanya menjadi pihak lemah. Apalagi jika sudah ada embel-embel "Barang yang Dibeli Tak Bisa Dikembalikan".  Padahal kita sudah punya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Bahkan kita juga sudah punya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang siap menampung segala keluhan tentang produk atau jasa yang merugikan konsumen.

Namun sialnya, BPKN selama ini terkesan adem ayem saja. Padahal badan ini sudah dibentuk sejak 2009, namun kinerjanya tak produktif.  Keberadaan BPKN yang berada  di bawah Kementerian Perdagangan,dinilai hanya menghamburkan anggaran saja. Masyarakat bahkan lebih familiar dengan keberadaan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dibandingkan badan bentukan pemerintah ini. Padahal kasus pelanggaran hak konsumen dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat. Seharusnya BPKN mau jemput bola dan tidak hanya duduk anteng menunggu laporan masuk dari konsumen. Rekomendasi yang telah mereka keluarkan harus terus dipantau apakah sudah dijalankan oleh produsen.

Sebagai konsumen kita tak perlu takut, jika hak kita dilanggar. Bukankah Pembeli adalah Raja?

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending