Bagikan:

Pemimpin Agama di Tengah Pengungsi Suriah

Di Lebanon, para pemuka agama seringkali menyampaikan pidato tentang kesalingterkaitan antara tiga agama Ibrahimi, kerjasama lintas agama, solidaritas dan perdamaian serta cinta kepada setiap orang. Sayangnya, apa yang mereka sampaikan dalam ceramah itu s

INTERNASIONAL

Sabtu, 21 Sep 2013 13:22 WIB

Pemimpin Agama di Tengah Pengungsi Suriah

pemimpin agama, Libanon, Suriah, perdamaian

KBR68H – Di Akkar, sebuah daerah di utara Lebanon, kampung-kampung penganut Katolik-Maronit, Sunni, Ortodoks Yunani dan Alawi tersebar di mana-mana. Perbatasan Suriah hanya berjarak 15 menit di utara kota Halba, dan warga bisa mendengar suara tembakan meriam di Suriah pada malam hari. Perselisihan sektarian pun kerap terjadi. Isabella Eisenberg, Manajer Program dan Komunikasi R&R Syria di Lebanon yang selama sepuluh tahun menggeluti isu-isu pemulangan pengungsi, minoritas dan aktivitas bina damai membuat catatan peristiwa yang terjadi pada bulan Ramadan lalu.


Di Lebanon, para pemuka agama seringkali menyampaikan pidato tentang kesalingterkaitan antara tiga agama Ibrahimi, kerjasama lintas agama, solidaritas dan perdamaian serta cinta kepada setiap orang. Sayangnya, apa yang mereka sampaikan dalam ceramah itu seringkali sebatas kata-kata. Tapi tidak begitu halnya dengan sebuah peristiwa belum lama ini. Tidak sekedar berkata-kata, acara ini menerjemahkan teori ke dalam praktek di tengah sebuah perang mengerikan yang berkecamuk beberapa kilometer jaraknya, dengan bertatap muka dan mendesak berbagai komunitas untuk bersatu.

Pada bulan Ramadan lalu, seorang Syekh Alawi, seorang Mufti Sunni, seorang kepala (Metropolitan) Gereja Ortodoks Yunani dan pendeta (Monsignor) Katolik Maronit, bersama 100 pengungsi Suriah dan 50 penduduk lokal Lebanon bertemu untuk makan bersama. Mereka berkumpul di depan sebuah restoran di daerah puncak gunung yang indah di desa Miniara, tak jauh dari Halba, untuk acara buka puasa. Acara ini menunjukkan bahwa para pemuka agama dan komunitas mereka bisa hidup damai bersama jika mereka menginginkannya.

Mereka mewakili semua komunitas agama besar di Akkar dan para pengungsi Suriah yang tiba dari Qusayr, Homs dan daerah-daerah lain di Suriah beberapa pekan sebelumnya. Dan tamu-tamu kehormatan yang hadir di antaranya adalah Mufti Sunni Akkar , Metropolitan Ortodoks-Yunani Akkar, Wadi Nasara dari Suriah, perwakilan komunitas Alawi Akkar dan perwakilan Keuskupan Agung Maronit Tripoli.

Meski luput dari sorotan, hadir juga para pengungsi, laki-laki maupun perempuan dari segala usia dan latar belakang sosio-ekonomi: Moqtada, guru matematika yang kaki kirinya hancur tertembak tiga bulan lalu; Hisam, montir listrik yang matanya berkilau dan tangannya selalu erat menjabat; Walid, pemuda 26 tahun yang bisa saja menjadi pemain bintang bola basket – kalau saja ia tidak harus mengandalkan kruk; Abdul-Karim, yang istrinya meninggal dalam perjalanan 8 hari menuju Lebanon dan kini menjadi orang tua tunggal dari 5 balita.

Mengumpulkan para pengungsi dalam satu ruangan dengan komunitas Alawi bukanlah perkara mudah. Kaum Alawi seringkali dikaitkan dengan rezim sekuler Presiden Suriah Bashar Assad – salah satu pihak dalam konflik kekerasan yang telah membuat banyak orang meninggalkan Suriah. Dan ketika sang Syeikh Alawi mendapat giliran untuk berbicara, dengan seorang pengawal dari tim keamanannya yang berdiri di belakangnya, ketegangan pun terasa.

Namun, pesan perdamaian dari Syekh ini dirasa tulus oleh para pengungsi dan mereka pun bertepuk tangan untuknya. Sesuatu yang tampak bagaikan semacam mukjizat.

Para pengungsi tampak haus akan pengakuan terhadap kekejaman yang telah mereka hadapi. Mereka sangat menginginkan masyarakat luas dan para pemuka di kawasan ini menyadari keadaan mereka. Di tempat yang aman ini, mereka merasa diperhatikan, sehingga membuka peluang-peluang baru bagi berbagai komunitas agama untuk datang menyampaikan keprihatinan mereka.

Bahwa ini berhasil dilakukan di Akkar adalah pencapaian yang signifikan. Akkar adalah tempat suaka yang aman bagi banyak pengungsi Suriah yang jumlahnya terus bertambah,sekaligus tempat penggemblengan para pejuang. Di Akkar, salah satu daerah termiskin di Lebanon yang memiliki jumlah pengungsi terbanyak, potensi munculnya ketegangan lebih besar daripada di daerah-daerah lain di Lebanon. Situasinya cukup rapuh di sini.

Namun, mungkin karena hal itu, banyak juga yang lebih sadar akan perlunya menjaga perdamaian dengan usaha apapun. Acara buka bersama ini, serta upaya-upaya lain yang dilakukan Relief and Reconciliation for Syria (R&R Syria), kelompok yang terdiri dari warga yang peduli di Eropa dan tempat lain, menunjukkan bahwa para pemuka agama dan warga bisa hidup damai bersama.

Acara lintas agama yang akan diadakan R&R Syria berikutnya akan dilangsungkan besok (22 /9) dalam kesempatan hari besar Kristen Santo Mura, yang mengumpulkan keempat komunitas agama dan pemimpin mereka dalam acara jalan bersama menuju sebuah tempat suci agama Kristen terdekat, yang diikuti dengan festival anak-anak dan jamuan bersama bagi para peserta.


Editor: HH


(CGNews)

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending