KBR – Kasus kebakaran hutan selalu terjadi tiap tahun di Indonesia. Namun, pecayakah Anda bahwa kebakaran hutan selain karena manusia juga karena faktor alamiah?
Ya. Bukti ilmiah mengatakan berdasarkan pendekatan karbon radioaktif dari endapan kayu arang di Kalimantan atau hutan hujan tropis lain, menunjukkan bahwa kawasan hutan dataran rendah telah berulang kali terbakar paling sedikit sejak 17.500 tahun yang lalu. Hal tersebut terjadi selama beberapa periode kemarau yang berkepanjangan, yang merupakan iklim Indonesia dan ciri dari periode Glasial Kuarter.
Berjalannya tahun, menambah fakta baru. Selain karena alamiah, manusia menambah fakta dari sikap keserakahan manusia yang ikut membakar hutan. Ditambah lagi dengan fenomena iklim El Nino selama 20 tahun terakhir.
Untuk mengetahui kebakaran hutan dan kabut asap terhebat sepanjang tahun, berikut adalah beberapa peristiwa kebakaran hutan terhebat yang menyebabkan “ekspor” asap kabut.
1982 dan 1983. Kebakaran hutan terhebat yang terjadi di awal tahun 80-an terjadi di Kalimantan Timur. Hal tersebut dikarenakan fenomena iklom El Nino yang menghancurkan 210.000 km2 dari wilayah Provinsi Kaltim. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kabut asap tebal yang juga sampai ke negara tetangga Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
1991 dan 1994. Kebakaran dan “ekspor” kabut asap juga kembali terjadi di Kalimantan Timur. Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura kembali terkena serangan kabut asap. Dampak yang lebih besar terjadi pada tahun 1994, dimana Indonesia, Malaysia, dan Singapura mengalami gangguan transportasi udara dan laut dan polusi udara yang sangat besar. Di tahun yang sama (1994), ASEAN pertama kali mengembangkan kebijakan dengan lembaga internasional untuk meningkatkan dukungan ke berbagai program yang berkaitan dengan kebakaran hutan.
1997 dan 1998. Terjadi kembali kebakaran hutan dan “ekspor” kabut asap terbesar sampai menghalangi pandangan semua negara Asia Tenggara hingga beberapa bulan. Kali ini, kebakaran hutan juga terjadi di Sumatera. Data yang dicatat BAPPENAS, 1.700.000 hektar hutan di Sumatera hangus terbakar karena fenomena El Nino.
2000. Pada April 2000, Menteri Lingkungan Hidup Indonesia menjanjikan “tahun bebas kabut”. Namun, pada Juli 2000, terjadi kembali kebakaran hutan yang hebat di Sumatera. Kali ini, kebakaran hutan terjadi karena dibakar oleh pihak yang tak bertanggung jawab yang melakukan penebangan liar. Perlahan kabut asap melewati Selat Malaka dan tiba di Malaysia dan Singapura.
2003. Terjadi kembali kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera. Kali ini, Indonesia menyebutnya sebagai “Kutukan Sawit”. Kala itu, Riau adalah wilayah yang sedang mengalami “demam sawit”. Bencana asap ini akibat bisnis sawit yang tak terkontrol. Indonesia adalah produsen sawit terbesar dunia, dan menjadi sasaran investasi besar-besaran dari bisnis yang dikenal rakus menyulap hutan menjadi perkebunan. Setelah hutan Riau habis, para pengusaha kini menyasar lahan gambut untuk disulap menjadi perkebunan kelapa sawit. Konversi itu membuat lahan gambut gampang terbakar dan asapnya menyeberang ke negara tetangga.
Mengetahui hal tersebut, pihak ASEAN meminta Indonesia untuk mengatasi kebakaran dan dampak asapnya tersebut melalui penandatanganan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) pada tanggal 10 Juni 2002. Salah satu alasan perlunya mengatasi kebakaran hutan dan lahan beserta dampak asapnya tersebut secara bersama-sama adalah masalah lemahnya kelembagaan. AATHP telah berlaku pada tanggal 25 November 2003 sejak 6 (enam) negara anggota ASEAN meratifikasinya. Tujuannya untuk mendorong perbaikan persoalan kelembagaan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia maka diharapkan Indonesia dapat lebih mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan berserta dampak asapnya.
2013 dan 2014. Kebakaran dan “ekspor” kabut asap terbesar terjadi kembali dari Indonesia. Masih negara tetangga yang menjadi korban. Perusahaan perkebunan adalah dalang dibalik kebakaran hutan di Indonesia yang terjadi di Sumatera beberapa waktu lalu. Asap yang tebal menyelimuti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan negara Asia Tenggara lainnya. Negeri Jiran adalah negara yang paling besar merasakan dampaknya. 200 sekolah di Malaysia terpaksa diliburkan akibat kabut asap kiriman Indonesia. (dari berbagai sumber)
Editor: Antonius Eko