Bagikan:

Edan, Biaya Visa Untuk Wartawan Rp 96 Juta!

Nauru adalah sebuah negara republik terkecil di dunia, terletak di Samodra Pasifik bagian selatan, dan menjadi bagian dari federasi Mikronesia. Di negara ini, bercokol rumah tahanan bagi para pencari suaka politik milik Australia.

INTERNASIONAL

Selasa, 14 Jan 2014 22:07 WIB

Edan, Biaya Visa Untuk Wartawan Rp 96 Juta!

Nauru, Mikronesia, pusat penahanan pengungsi Australia, visa mahal

Organisasi Reporter Tanpa Batas (RSF) marah menanggapi kebijakan negara Nauru, yang menaikkan tarif visa bagi wartawan yang akan berkunjung ke negara tersebut. Penaikan tarif di Nauru ini dinilai gila-gilaan, dari semula hanya 200 dolar AS menjadi 8,000 dolar AS atau sekitar Rp 96 juta -- meningkat hampir 4,000 persen!

Nauru adalah sebuah negara republik terkecil di dunia, terletak di Samodra Pasifik bagian selatan, dan menjadi bagian dari federasi Mikronesia. Di negara ini, bercokol rumah tahanan bagi para pencari suaka politik milik Australia.

"Tarif visa baru ini sunggguh di luar proporsi dan jelas merupakan larangan agar media asing tak berkunjung ke negara pulau ini," tulis RSF dalam keterangan pers yang diterima PortalKBR.

"Langkah ini hanya memiliki satu tujuan, yakni untuk mencegah wartawan masuk (ke negara itu), karena uang 8,000 dolar tidak akan diganti jika visa ditolak. Apa media berani menanggung risiko kehilangan uang sebesar itu? Sangat jelas pusat penahanan pengungsi milik pemerintah Australia berada di balik keputusan ini."

Lebih jauh RSF menuding pemerintah Australia sedang mencoba untuk menyensor informasi memalukan tentang perlakuan terhadap para pengungsi seperti yang terjadi di pusat penahanan di Pulau Manus, Papua Nugini. Namun seorang pejabat pemerintah mengatakan, kenaikan tarif visa itu adalah "untuk tujuan (meningkatkan) pendapatan."

RSF mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kebijakan baru ini karena melanggar konstitusi Nauru dan pasal 19 dari Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang telah ditandatangani pemerintah Nauru.

Pada November 2013, Badan Urusan Pengungsi PBB menyebut ada sekitar 700 pencari suaka yang ditahan di pusat penahanan Nauru hidup dalam "kondisi fisik yang keras" yang "tidak memenuhi standar internasional." Banyak organisasi hak asasi manusia juga menyoroti kondisi di pusat penahanan tersebut.

RSF menambahkan, "Langkah ini merupakan pelanggaran yang jelas dari prinsip kebebasan informasi sebagaimana tercantum dalam pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik."

Organisasi ini juga mengkritik kebijakan pemerintah Australia yang menyangkal adanya pembatasan akses wartawan ke pusat-pusat penahanan pada tahun 2011 dan 2012. Dalam kasus Nauru, pemerintah Australia dinilai bersikap seperti burung unta yang lebih suka membenamkan kepala di pasir sembari bersikeras bahwa itu adalah masalah internal pemerintah pulau tersebut.

Kerusuhan dan kekerasan sempat terjadi di pusat penahanan Nauru setelah pemerintah Australia mengumumkan untuk mengadopsi kebijakan migrasi ketat pada Juli tahun lalu.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending