Bagikan:

Pendidikan Multikultural Untuk Generasi Toleran

BERITA

Rabu, 10 Des 2014 07:46 WIB

Author

Ade Irmansyah

Pendidikan Multikultural Untuk Generasi Toleran

Agamas, Pendidikan Multikultural, Maryam Kurniawati

KBR, Jakarta - “Indonesia bukan milik satu golongan tertentu, bukan milik agama tertentu atau juga milik suku bangsa tertentu. Indonesia ada karena persatuan dari berbagai macam suku, golongan dan agama yang beragam“, ujar penulis buku Pendidikan Kristiani Multikultural, Pendeta Maryam Kurniawati saat menjadi narasumber Talkshow Agama dan Masyarakat yang disiarkan oleh radio KBR dan TV Tempo.

Menurut Maryam, saat ini multikulturalisme seakan menjadi momok yang harus dihindari. Akibatnya, sebagian besar masyarakat menganggap hal tersebut tidak penting dan harus dihindari. Apa yang dikatakan Maryam bukan tanpa alasan. Selama tahun ini, ada puluhan kasus intoleransi beragama yang berujung pada pemaksaan, intimidasi, dan pengusiran. Berdasarkan catatan lembaga Setara Institute, selama semester pertama saja ada 60-an kasus intoleransi.

Bagi Maryam, berbagai upaya harus dilakukan untuk menekan praktik intoleransi di Indonesia. Termasuk melalui melaui pesantren-pesantren dan lembaga pendidikan yang dengan senang hati mengenalkan penerimaan perbedaan sejak dini kepada anak didiknya. “Salah satu yang tengah digagas banyak pihak adalah pendidikan multikultural. Ini semacam metode atau strategi alternatif pendidikan dengan berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat. Seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, dan lain-lain,” ujarnya.

Menurut Pendidik dan pegiat pendidikan multikultural Ahmad Nurcholis, pengertian pendidikan multikultural adalah proses pembelajaran dimana siswa harus bisa hidup di dalam kultur yang multi atau beragam. “Kultur tidak hanya sebatas kebudayaan. Disini ada agama dan kebiasaan kelompok orang tertentu juga ada didalamnya,” ujarnya dikesempatan yang sama.

Bagi Nurcholis, konsep ini masih banyak menerima tentangan di Indonesia. Sebabnya, konsep ini memang terhitung baru. “Pendidikan ini di Indonesia masih baru, jadi belum semuanya bisa menerima. Banyak yang menganggap ini pelajaran dari barat dan merusak”, ujarnya.

Meski demikian, konsep pendidikan ini sudah dinikmati oleh masyarakat, namun masih pada tataran kebudayaan. “Pendidikan multikultural mudah dilakukan selama pada sektor budaya, namun sulit dilaksanakan bila menyinggung agama”, ujarnya.

Pendidikan multikultural menurutnya, akan lebih efektif jika dikenalkan sejak dirumah. Jika benar-benar dilakukan, seorang anak akan tumbuh didalam masyarakat dengan perasaan saling menghargai satu sama lain. “Metode kami agar ini bisa diterima adalah dengan mengunjungi rumah-rumah ibadah kepada anak didik. Mereka bisa mendapatkan banyak hal dan mendapatkan jawabannya secara langsung dari narsum yang tepat”, ujarnya.

Salah seorang pendengar program Talkshow Agamas, Dudit berpendapat proses pendidikan multikultural tidak akan menghasilkan apapun bila tidak ada kesadaran dari pemerintah terkait penegakan hukum. Menurut dia, pemerintah seakan lumpuh bila berhadapan dengan kasus tertindasnya minoritas akibat ulah mayoritas yang tidak toleran. “Multikulturalisme tidak akan berjalan selama negara tidak punya komitmen penegakan hukum terhadap radikalisme. Misalnya, harusnya pemerintah mengambil langkah tegas terhadap aksi FPI, namun faktanya selalu dibiarkan” ujarnya.

penulis buku Pendidikan Kristiani Multikultural Maryam Kurniawati sepakat dengan hal itu. Namun setidaknya saat ini konsep tersebut tengah menyiapkan generasi bangsa yang akan lebih menerima perbedaan. “Kalau kami mengundang semua guru-guru agama yang ada diseluruh sekolah negeri, lalu kami bekali multikulturalisme. Hal ini dilakukan agar guru bisa menyampaikan indahnya keberagaman di lingkungan, termasuk sekolah”, ujarnya.

Dia berharap konsep pendidikan ini bisa menjadi bagian dari kurikulum negeri ini.

Editor: Sutami




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending