Bagikan:

Migrant Care: Negara Harus Hadir dalam Kebijakan Perlindungan TKI

Lembaga pebela buruh migran, Migran Care menilai kebijakan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri yang menargetkan pengehntian pengiriman pembantu rumah tangga ke luar negeri tidak tepat.

BERITA

Kamis, 18 Des 2014 08:55 WIB

Author

Anto Sidharta

Migrant Care: Negara Harus Hadir dalam Kebijakan Perlindungan TKI

Migrant Care

KBR, Jakarta –  Lembaga pebela buruh migran, Migran Care menilai kebijakan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri yang menargetkan pengehntian pengiriman pembantu rumah tangga ke luar negeri tidak tepat. “Karena prinsip-prinsip Nawa Cita Pak Jokowi itu negara hadir dimana rakyat ini bekerja. Harusnya kan memperkuat kualitas perlindungan terhadap mereka,” ujar Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo dalam Perbicangan Sarapan Pagi, Kamis (18/12)

Berikut petikan wawancara selengkapnya dengan Wahyu Susilo.

Tanggapan Anda soal target pemerintah yang akan menghentikan pengiriman PRT (Pekerja Rumah Tangga) bagaimana?


Pertama adalah bahwa target itu simpang siur ya. Jadi kemarin kalau Menakertrans yang lama Cak Imin bilang akan zero PRT. Kemudian kita konfirmasi ke menteri yang baru ini sebenarnya bukan menghentikan tapi mengurangi mereka yang informal. Jadi saya kira tugas pemerintah sekarang memastikan roadmap itu seperti apa. Tapi kalau memang pakai skema yang diajukan ini akan melanjutkan skema Cak Imin yang tidak lagi mengirim PRT dalam konteks unskill worker.

Kedua, kalau itu dilakukan saya kira ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Nawa Cita-nya Pak Jokowi. Karena prinsip-prinsip Nawa Cita Pak Jokowi itu negara hadir dimana rakyat ini bekerja. Harusnya kan memperkuat kualitas perlindungan terhadap mereka. Karena kalau menghentikan pengiriman sektor PRT tanpa memberi jawaban di situasi krisis seperti sekarang ini masuk akal tidak. Ini beda kalau misalnya memang meningkatkan kualitas kompetensi mereka yang selama ini disebut PRT. Kan selama ini teman-teman PRT ini distigma unskill, tidak berpendidikan sehingga dianggap sebagai sumber masalah. Mungkin itu salah satu sumber masalah soal kompetensi tapi sumber masalah yang lain selama ini yang dihadapi teman-teman PRT adalah negara tidak hadir dalam memberikan perlindungan seperti itu.

Jadi saya kira itu yang juga harus menilai kembali langkah-langkah yang menurut saya tindakan menghentikan pengiriman PRT ini adalah peninggalan rezim lama. Harusnya dinilai dengan visi misi yang ada sekarang.

Kalau untuk mencapai target itu apakah sudah ada langkah-langkah yang saat ini dilakukan untuk menuju kesana? apakah tepat dilakukan saat ini?        

Sejujurnya saya berlawanan ya dengan prinsip seperti itu. Karena hak warga negara bekerja dimana pun saja itu dilindungi dan adalah tugas negara untuk melaksanakannya. Menjamin hak itu terselenggara. Menurut saya kita harusnya tidak usah bicara soal akan menghentikan atau apa karena itu targeting ya. Saya kira mulai sekarang harus dilakukan dan sebenarnya ini sudah ada langkah-langkah yang lebih maju, produktif ini inisiatif yang dilakukan oleh Kepala BNP2TKI yaitu mengupayakan adanya pengurangan biaya penempatan. Ada pengurangan yang signifikan dan ini sedang diperjuangkan.

Saya kira kalau ada pengurangan itu akan mengurangi beban TKI. Kemudian misalnya Menakertrans sedang mengupayakan adanya audit total terhadap PJTKI. Karena selama ini salah satu sumber masalah adalah PJTKI yang menempatkan TKI kita secara serampangan seperti pendidikannya tidak dipenuhi, kualifikasinya tidak dipenuhi, bahkan mereka mengirim tenaga kerja yang masih anak-anak sehingga sebenarnya ini masuk kategori trafficking. Saya kira langkah-langkah yang lebih bisa dilihat, terukur ini yang harus lebih dikedepankan daripada memasang target yang muluk-muluk tapi tidak sesuai realitas yang ada di lapangan dan punya potensi terhadap pelanggaran hak-hak buruh migran.

Menurut Anda Indonesia bisa belajar dari negara mana untuk persoalan TKI yang profesional dan pembinaan keterampilan yang baik?


Saya kira seringkali orang bicara soal belajar dengan Filipina. Tapi saya kira kita sebenarnya bisa mengembangkan diri kita sendiri. Misalnya selama 10 tahun kemarin itu meskipun Kemenakertrans menganggarkan BLK (Balai Latihan Kerja) tapi BLK itu tidak berfungsi dimana-mana. Saya kira kalau bicara soal kompetensi, peningkatan kualitas TKI kita sering dibandingkan dengan Filipina. Ya mereka sudah punya tata kelola penempatan TKI yang pas. Tapi sebenarnya di Indonesia ini punya potensi seperti itu, misalnya BLK yang tersebar di daerah-daerah ini mayoritas sekarang mangkrak. Kalau ada revitalisasi BLK seperti yang diinginkan dengan ketepatannya pasar kerja internasional, kurikulumnya dibenahi itu proses-proses pelatihan sudah tidak lagi dilakukan di Jakarta. Sehingga tidak ada lagi penumpukan calon TKI di Jakarta, tidak ada lagi kemudian banyak tempat dimana TKI merasa terpenjara. Karena itu ada di daerah-daerah.

Kedua adalah adanya link and match. Misalnya kita punya banyak sekolah-sekolah kejuruan, kalau itu juga diorientasikan misalnya meskipun saya berpandangan bekerja di luar negeri adalah hak. Selama ini kurikulum-kurikulum sekolah kejuruan ini juga tidak integratif dengan kesempatan kerja baik di dalam negeri maupun luar negeri. Saya kira masih banyak jalan untuk meningkatkan kualitas dengan potensi-potensi yang tersedia dan saya kira prinsipnya ada pada bahwa karena kita sekarang berada di masa pemerintahan baru saya kira juga prinsip negara hadir harus ada dalam segala kebijakan yang dibuat untuk perlindungan dan penempatan Tenaga Kerja Indonesia.  


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending