KBR68H- Tradisi amplop bisa dibilang hampir menjadi hal yang biasa di masyarakat Indonesia. Ucapan terima kasih biasanya menjadi menjadi motif pemberian uang melalui amplop ini. Namun jika ditelaah lebih lanjut pemberian amplop terkait jasa seorang pegawai negeri atau pegawai pemerintah bisa dikategorikan sebagai gratifikasi atau bahkan suap.
Dalam masalah seputar pencatatan sipil pernikahan, tradisi amplop menimbulkan masalah baru. Beberapa waktu lalu ratusan petugas KUA di seluruh wilayah Jawa Timur mogok menikahkan warga di rumah. Mereka menolak undangan di luar kantor dan diluar jam kerja. Ini adalah bentuk protes mereka terkait Kepala KUA Kediri yang tersandung kasus gratifikasi atau suap.
Berdasarkan UU, tarif untuk pernikahan diatur sebesar Rp 30 ribu rupiah. Lebih dari itu masuk kategori gratifikasi atau suap. Padahal selama ini warga menyetor lebih dari Rp 30 ribu untuk biaya pernikahan. Ini karena petugas KUA tidak mendapat biaya transportasi atau biaya operasional bekerja di luar kantor atau diluar jam kerja.
Salah satu tokoh agama dari PBNU, Masdar F mas'udi mengakui, masalah amplop untuk penghulu ini memang menjadi sesuatu yang dilematis saat ini. Di satu sisi penghulu dari KUA yang merupakan PNS dilarang untuk menerima hadiah atau gratifikasi diluar biaya resmi pernikahan. Di sisi lain, saat dia dipanggil untuk menikahkan pengantin diluar KUA dan diluar jam kerja, mereka tidak diberikan biaya operasional khusus oleh pemerintah sehingga pihak pengantin yang biasanya menggantinya dengan pemberian amplop tersebut.
"Ya serba salah juga ya, pernikahan kan biasanya jarang yang di KUA. Biasanya di gedung atau di rumah dan penghulunya diundang datang kesana. Itu pun waktunya biasanya akhir pekan diluar jam kerja mereka. Seharusnya ada dana operasional yang meng-cover-nya. Akhirnya muncul fenomena amplop ini," ujarnya dalam program perbincangan Agama dan Masyarakat KBR68H, Rabu (11/12)
Namun Masdar kembali menegaskan bahwa segala bentuk gratifikasi ataupun suap memang dilarang dalam agama. "Ada hadis populer yang menyebutkan bahwa pemberi suap dan penerima suap akan dilaknat oleh Allah. Ini yang menjadi dasar kita menolak gratifikasi," tambahnya.
Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono mengatakan hal yang senada. Gratifikasi atau suap selain dilarang oleh agama juga menimbulkan efek buruk. Menurutnya sekecil apapun suap itu bisa jadi sebuah bibit dari korupsi besar yang efeknya juga luas.
"Walaupun tidak merugikan keuangan negara, tapi suap kepada pejabat negara sudah merusak bangsa," ujarnya.
Menurut Giri, esensi buruk inilah yang juga ada dalam kasus pemberian amplop kepada penghulu. Petugas KUA tersebut sudah mendapatkan gaji sesuai dengan tugasnya sehingga sebaiknya tidak diberi uang tambahan untuk menghindari adanya gratifikasi. Dalam kasus ini Giri membedakan pemberian amplop kedalam tiga kategori yaitu gratifikasi, suap, dan pemerasan.
"Fenomena amplop ini bisa dibagi jadi tiga kategori. Jika uang tambahan diberikan tanpa diminta oleh penghulu ini masuk gratifikasi. Jika penghulu dan pengantin sepakat pada jumlah tertentu uang yang akan diberikan maka masuk suap. Dan jika penghulu menentukan tarif sendiri tanpa persetujuan pengantin ini masuk pemerasan" jelasnya.
Terlepas dari sisi gratifikasi, Giri juga memahami kesulitan para penghulu soal tugas menikahkan diluar jam kerja ini. Dia menyesalkan tidak adanya bantuan dana resmi dari pemerintah terkait masalah operasional ini
Masalah amplop ini tetap akan menjadi dilematis selama tidak ada kebijakan baru dari pemerintah untuk menindaklanjutinya. Namun Masdar dari PBNU punya solusi sementara yaitu pengantin disarankan tidak menjadikan petugas KUA sebagai penghulu melainkan hanya bertugas seputar pencatatan pernikahan di KUA.
"Mungkin bisa disiasati dengan jangan memilih penghulu dari KUA, karena dia PNS sehingga dilarang terima amplop. Penghulu yang menikahkan bisa dari keluarga atau pemuka agama saja sehingga jika diberi amplop bukan gratifikasi melainkan betul-betul uang transport. Baru setelah dinikahkan datang ke KUA untuk pencatatan dan bayar biaya resmi saja" ujarnya.
Direktur Gratifikasi KPK, Giri membenarkan hal tersebut. Menurutnya untuk menghindari gratifikasi, sebaiknya petugas KUA hanya dilibatkan masalah pencatatan sipilnya saja sehingga mereka juga tidak perlu mengeluarkan biaya operasional seperti saat mereka sekaligus diminta jadi penghulu untuk menikahkan pengantin di luar kantor.
"Bisa juga dengan cara hanya melibatkan petugas KUA nya untuk masalah pencatatannya saja. Penghulunya bisa selain pegawai negeri," tutupnya.
Editor: Suryawijayanti
Meluruskan Tradisi Amplop dalam Kehidupan Beragama
KBR68H- Tradisi amplop bisa dibilang hampir menjadi hal yang biasa di masyarakat Indonesia. Ucapan terima kasih biasanya menjadi menjadi motif pemberian uang melalui amplop ini. Namun jika ditelaah lebih lanjut pemberian amplop terkait jasa seorang pegawa

BERITA
Kamis, 12 Des 2013 07:49 WIB


penghulu, suap
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai