KBR68H,Jakarta- Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 01 Tahun 2013 dinilai bisa menjadi alat untuk memulihkan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Perpu tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 ini diterbitkan pemerintah pasca penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Anggota Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan, saat ini kepercayaan publik pada MK telah merosot. Ia mencontohkan peristiwa ricuh sidang MK akibat tidak puas pada putusan lembaga ini. “Paling kalau kalah, dulu, saya menerima putusan MK, tapi saya kecewa. Lah ini kok sekarang sampai berani. Mungkin yang berani itu mengatakan, ah kalau saya menduduki MK naik meja, paling orang enggak akan menyalahkan saya, MK wibawanya sedang turun” ujar Taufiqurrahman dalam perbincangan Reformasi Hukum dan HAM KBR68H dan Tempo TV (09/12). Ia menilai sejumlah perubahan yang ditawarkan lewat perpu ini bisa memulihkan citra MK.
Menurut Taufiqurrahman Perpu ini sangat obyektif. Lewat Perpu ini pemerintah ingin membuat pengangkatan Hakim MK menjadi transparan, partisipatif, akuntabel dan obyektif. Selama ini pengangkatan hakim MK tak pernah terpantau oleh masyarakat. “Selama ini kan diam-diam saja pengangkatan hakim MK. Butuh hakim MK dari Mahkamah Agung, langsung kirim saja ke Presiden. Siapa orangnya, apakah pada waktu dia di hakim itu benar atau tidak, tidak terlacak. Masyarakat tidak tahu, karena tidak transparan. Presiden juga begitu, ngambil saja dia,” cerita Taufiqurrahman. Perpu ini mengubah proses yang tertutup itu.
Namun sampai saat ini baru dua Fraksi DPR yang mendukung pengesahan Perpu penyelamatan MK ini, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional. Tapi anggota Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri berani mengatakan DPR rugi bila tidak mengesahkan Perpu tersebut. Alasannya, Perpu MK tersebut sudah menghasilkan peraturan KY yang tidak bisa dibunuh walaupun Perpunya tidak jadi disahkan oleh DPR. Ia mencontohkan UU Pembentukan Irian Jaya Barat dan Tengah yang dibatalkan MK, namun peraturan pembentukan Irian Jaya Barat tetap hidup.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy yang secara pribadi mendukung Perpu ini menilai tanggapan yang kurang mendukung datang dari DPR karena isi perpu yang kurang baik secara politik. Sumber penolakan itu diantaranya datang dari aturan soal panel ahli dan persyaratan hakim yang meminta minimal non aktif 7 tahun sebagai politikus. “Wah Perpu itu salah satu wujud dari deparpolisasi, karena 7 tahun itu. Walaupun kalau dilihat dari substansi ya tidak masalah. Karena yang diadili kebanyakan urusan pilkada dan ada pembubaran partai poltik. Lalu soal panel ahli yang dianggap mengurangi kewenangan DPR. Mengeliminir konstitusi, dua hal ini terus terang saya harus kerja keras untuk meyakinkan (anggota DPR lainnya),” kata Tjatur Sapto Edy.
Menurut Taufiqurrahman Syahuri KY sebetulnya agak keberatan dengan peraturan 7 tahun non aktif sebagai politikus jika ingin menjadi hakim MK. Aturan tersebut dianggap Taufik tidak realistis bagi politikus yang ingin menjadi hakim.
Tjatur Sapto Edy menyarankan kepada KY dan MK untuk mendiskusikan Perpu ini lebih dulu. Alasannya DPR tidak dapat merevisi Perpu. Tugas DPR hanyalah mengesahkan atau menolak Perpu. Diskusi juga diperlukan karena Perpu ini juga mengamatkan MK dan KY untuk sama-sama mengusulkan orang yang bertugas menyusun kode etik dan pedoman perilaku hakim MK dan lain-lain. “Saya serahkan ke Pak Taufik dan kawan-kawan juga kepada Pak Suparman Marzuki ( Ketua KY-red) untuk membahas ini. Kita minggu ini akan ada rapat internal untuk membahas ini, minggu depan akan ada pembicaraan tingkat 1 dengan Menteri Hukum dan minggu depannya adalah Paripurna. Kita bisa lihat apakah apa bisa diputuskan secara bulat atau secara voting,” ujar Tjatur Sapto Edy.
Perpu Akan Tentukan Nasib Akil di MK
Komisi Yudisial, menurut Taufiqurrahman Syahuri, sebenarnya sedih melihat kasus-kasus yang menjerat hakim di Mahkamah Konstitusi. Kasus itu mulai kasus putusan hingga perselingkuhan. Taufiqurrahman Syahuri mengatakan sebelum adanya Perpu, KY sudah kebanjiran sebanyak 17 laporan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh para Hakim. Sedangkan setelah adanya Perpu KY mendapatkan 4 laporan pelanggaran kode etik. Perpu ini, kata Taufik, diharapkan bisa mencegah munculnya kasus macam ini.
Taufiqurrahman juga menambahkan, Perpu ini juga mengamanatkan pembentukan Majelis Kehormatan yang terdiri dari bekas hakim MK, praktisi hukum, akademisi dan tokoh masyarakat. Nantinya KY yang akan memilih mereka sesuai dengan uji kelayakan dan kualitas serta uji rekam jejak. Ia yakin jika MK dan KY dapat sama-sama bekerja, maka dalam waktu 1 pekan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) akan terbentuk. “Majelis Kehormatan yang putusannya bersifat final, bisa memutuskan nasib jabatan Ketua MK Akil Mochtar,” tutup Taufiqurrahman.
Perbincangan ini kerjasama KBR68H dengan Komisi Yudisial.
Editor: Vivi Zabkie