KBR68H, Jakarta - Sebanyak 661 KUA se-Jatim melakukan deklarasi mengancam untuk tidak menikahkan pasangan mempelai di luar balai nikah. Hal itu menyusul terseretnya, Kepala KUA Kota Kediri karena kasus dugaan gratifikasi dan diperiksa oleh Kejaksaan Negeri setempat. Mereka menolak kriminilasi rekannya yang kini menjalani pemeriksaan oleh Kejari Kota Kediri terkait gratifikasi atau pemberian amplop dari kedua mempelai.
Apakah yang dilakukan penghulu di Kediri itu termasuk gratifikasi? Simak perbincangan penyiar KBR8H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono dalam program Sarapan Pagi.
Mungkin banyak orang belum tahu apa itu gratifikasi, gratifikasi itu apa?
Sebenarnya gratifikasi itu pemberian dalam arti luas. Gratifikasi yang dilarang adalah pemberian terkait jabatan atau tugas yang diembannya, itu dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan. Mengapa gratifikasi kepada penghulu itu tergolong dilarang karena penghulu yang ada di KUA itu yang pegawai negeri dilarang oleh Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Pasal 4 untuk menerima hadiah dalam bentuk apapun, dari siapapun terkait dengan tugasnya. Ini terkait dengan sumpah jabatan mereka ketika mereka disumpah sebagai pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak menerima hadiah apapun. Jadi orang menyalahartikan dan menghalalkan uang terima kasih terkait jabatan dan fungsinya itu sebagai sesuatu yang halal atau dianggap resmi. Inilah yang menjadi indikator pengukuran-pengukuran korupsi, termasuk indeks korupsi suatu integritas itu 76 persen tentang gratifikasi. Jadi pemberian pelayanan, tidak menerima uang terima kasih atau gratifikasi itulah yang membuat skor Indonesia juga buruk. Tapi masalahnya bukan masalah skor, masalahnya adalah orang yang menikah itu orang-orang seluruh lapisan dan banyak orang yang memang susah. Orang yang dengan pendapatan terbatas harus menyisihkan yang relatif cukup besar apalagi DKI Jakarta dan beberapa kota besar itu nilai dari menikah cukup besar. KPK tidak menutup mata tentang hal ini, kita mengamati juga apa yang terjadi di Jawa Timur. Kita tidak Jawa Timur saja, kita sudah mengambil banyak sampel di berbagai provinsi dan kita berkesimpulan bahwa praktik-praktik semacam ini harus dihentikan, namun tidak sekadar kita menghentikan praktik ini tapi kita beri solusi. Saya dengan Irjen Kementerian Agama mencoba mencari solusinya, pertama adalah penghulu ini unik karena mereka menikahkan di hari libur, kemudian hari Sabtu dan hari Minggu. Jadi kebanykan orang-orang menikah pada hari libur, dimana dana operasional untuk kantor tidak disediakan oleh pemerintah. Awal tahun ini kita memang mendorong Kementerian Agama mengajukan anggaran operasioal kepada seluruh penghulu. Jadi mereka datang mendapat uang transport, mendapatkan tunjangan profesi sehingga mereka mendapatkan secara halal dari pemerintah karena menjalankan tugas. Namun sepertinya anggaran ini kalah dengan prioritas pembangunan yang lain, jadi kita juga kecewa. Sehingga anggaran operasional penghulu ini untuk tahun depan belum tersedia.
Artinya masih banyak kemungkinan bahwa gratifikasi ini akan terus berlanjut?
Posisi KPK tidak membenarkan praktik ini. Kalau itu berlanjut memang itu sesuatu yang sistemik kita selesaikan secara sistemik. Kemudian mengapa Jawa Timur terjadi pemogokan, saya menemukan bahwa di kota Kediri penghulu mulai ditahan oleh salah satu aparat penegak hukum karena menerima gratifikasi. Secara hukum memang begitu adanya, jadi memang gratifikasi yang dianggap suap itu pidana hukumannya minimal 4 tahun maksimal seumur hidup jadi cukup serius. Namun karena ini dilakukan secara masif maka penyelesaiannya harus masif dengan sistemik.
Saran kepada masyarakat supaya tidak terjebak dalam praktik gratifikasi ini kira-kira apa?
Ada yang disalahpahami masyarakat bahwa menikah harus mengundang penghulu, itu yang salah. Kalau dipahami secara syariat menikah itu syaratnya ada saksi dan pernikahan dianggap resmi di republik ini kalau tercatat di KUA. Jadi petugas penghulu itu sebenarnya dalam konteks mencatatkan pernikahan, bisa dilakukan di kantor KUA itu yang paling aman. Namun kadang-kadang orang juga mempunyai beberapa pertimbangan sehingga pernikahan ingin dilakukan di rumah. Sehingga ada semacam mendorong mereka untuk memberikan uang terima kasih, uang transport dan modusnya memang bukan sekadar mereka memberi uang pelayanan tapi dianggap sebagai honor ceramah agama. Jadi kalau kami anjurkan masyarakat mencoba memahami kembali syariat, kalau mencatatkan saja di KUA cukup. Tapi kalau merasa masyarakat sudah terlanjur nyaman dengan sistem yang sekarang maka kita berjalan paralel, secara sistemik para penghulu ini mendapatkan dana operasional dari pemerintah. Terus kalau untuk khotbah dan lain-lain sebaiknya dilakukan oleh yang bukan pegawai negeri, pegawai KUA. Istilahnya mudin atau apa mereka bukan pegawai negeri seperti aparat desa, aparat lingkungan setempat yang menjadi pemuka agama itulah yang memberikan ceramah. Karena kalau pegawai Kementerian Agama memberikan ceramah maka ada konflik kepentingan. Cita-cita KPK ini memudahkan dan mensejahterakan masyarakat, kita inginnya menikah ini gratis.
KPK: Penghulu Sudah Disumpah untuk Tidak Menerima Hadiah
KBR68H, Jakarta - Sebanyak 661 KUA se-Jatim melakukan deklarasi mengancam untuk tidak menikahkan pasangan mempelai di luar balai nikah.

BERITA
Kamis, 05 Des 2013 09:45 WIB


kpk, penghulu, gratifikasi
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai