Bagikan:

Jalan Panjang Perempuan Meniti Kursi Parlemen

KBR68H, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum kali ini menunjukkan komitment cukup kuat untuk mempromosikan keterwakilan perempuan dalam politik.

BERITA

Selasa, 24 Des 2013 13:04 WIB

Author

M Irham

Jalan Panjang Perempuan Meniti Kursi Parlemen

caleg perempuan, DPR, 30 persen

KBR68H, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum kali ini menunjukkan komitment cukup kuat untuk mempromosikan keterwakilan perempuan dalam politik. KPU menujukkannya dengan menegakkan aturan dengan melahirkan sejumlah aturan KPU soal keterwakilan perempuan. Hasilnya, sejumlah partai menghujani KPU dengan protes. Apalagi KPU tak segan menganulir partai politik dari daerah pemilihan yang gagal memenuhi syarat.

Maka hasil lainnya, meski karena sedikit akal-akalan partai politik, keterwakilan perempuan dalam Daftar Calon Anggota Legislatif Sementara  (DCS) bisa di atas 30 persen. Persisnya data KPU menunjukkan, rata-rata keterwakilan perempuan secara nasional adalah 38 persen, sedangkan rata-rata di setiap daerah pemilihan adalah 33 persen. Meskipun, seperti disebut sebelumnya, angka ini tercapai karena ada partai politik yang menyiasatinya dengan mengajukan jumlah calon kurang dari 100 persen sehingga tetap dapat memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen.

Akal-akalan partai politik untuk memenuhi keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen lantaran tak banyak kader perempuan berkualitas yang dimiliki partai. Parpol cenderung belum memberikan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam duduk di parlemen. Di kawasan Indonesia Timur misalnya, kebanyakan calon petahana laki-laki tak mau disaingi, sehingga kesempatan perempuan meraih kursi parlemen menjadi sulit.

“Tapi kami di Dapur Perempuan Golkar mengingatkan, agar kader petahana ini memberikan putri-putri untuk maju. Misalnya ada jatah 5 kursi, 2 itu untuk perempuan. Kami menjelaskan, ini adalah aturannya,” kata caleg perempuan dari Partai Golkar, Teti Kadi Bawono.

Perempuan banyak mencalonkan diri sebagai caleg di daerah pusat, seperti Jakarta, Depok dan Bogor Ini yang kemudian membuat ketimpangan, karena daerah lainnya kekurangan caleg perempuan. “Itu minat di Jakarta, Bogor, Depok luar biasa. Tapi saya katakan, di DKI itu peluang untuk perempuan sulit. Nah, ini bisa dipindah misalnya ke daerah pemilihan lainnya, seperti Tasikmalaya, Jawa Barat. Nah dari situ, mereka yang mencalonkan diri akan dibimbing oleh ketua jaringan partai. Yang penting masuk dulu,” ungkap Teti.

Partai Golkar mempersiapkan calon legislator perempuan sejak dua tahun lalu. Dari waktu yang cukup singkat, tersaring sekira 529 perempuan yang kemudian disalurkan ke pelbagai daerah pemilihan. Kata Teti, mereka yang diseleksi ini juga masih memiliki tantangan seperti larangan dari lingkungan keluarga.

“Ada juga yang dilarang sama calon suaminya. Sama suaminya,” katanya.

Perjuangan meniti kursi parlemen dirasakan langsung Dini Mentari, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ini adalah kali ketiga dia maju memperebutkan kursi parlemen, setelah 2004 dan 2009 lalu gagal. Dini mengatakan bersemangat menjadi caleg karena meyakini suara perempuan belum terakomodasi penuh di parlemen. “Ini perjalanan panjang,” kata Dini.

Dini menilai saat ini perempuan-perempuan yang kurang pengalaman dalam politik merasa kurang percaya diri untuk maju menjadi caleg. Padahal tak sedikit yang berpotensi untuk menguasai parlemen. “Kalau di PPP, kami menggunakan strategi perempuan seperti ini untuk diprioritaskan menjadi nomor urut 1. Yang penting selama 8 bulan ke depan ini bisa meyakinkan pemilih,” katanya.

Koordinator Kelompok Kerja Reformasi Kebijakan Publik dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mieke Verawati mengapresiasi perjalanan perempuan menuju parlemen. Menurutnya, untuk mendapatkan angka keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen adalah perjuangan. Namun, dia mencatat agar proses pemilu legislatif yang sudah berjalan terus dipantau, khususnya caleg perempuan.

“Sekarang tahapannya kan sudah DCS. Jadi, yang penting adalah pengawalan suara untuk caleg perempuan. Nah, biasanya dari pantauan kami, suara itu bisa berkurang dari TPS ke tingkat kecamatan dan seterusnya. Kami sedang merumuskan pendidikan bagi pemilih, agar mereka juga bisa mengawal suara mereka sampai pemilu selesai,” katanya.

Editor: Doddy Rosadi



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending