KBR68H, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengklaim program cash for work berhasil mengurangi tingkat stress para pengungsi bencana Gunung Sinabung, Karo, sumatera Utara. Dalam program cash for work ini pengungsi diberikan sejumlah uang setelah membantu pemerintah setempat memperbaiki fasilitas terdampak bencana.
Bagaimana evaluasi program cash for work? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Deputi Penanganan Darurat BNPB, Tri Budiarto dalam program Sarapan Pagi.
Cash for work masih berjalan di sana?
Iya masih target kita sampai dengan tanggal 30 Desember dan mudah-mudahan dirasakan manfaatnya banyak oleh mereka.
Ada kritik terhadap program ini, kabarnya warga nanti jadi malas ya?
Saya kira bagi teman-teman yang belum pernah merasakan jadi pengungsi melihat pengungsi sebagai sosok yang dalam hal ini tidak bagus. Lalu kemudian menilai ini kurang ini kurang sampai kita ingin membahagiakan pengungsi pun masih dinilai tidak efektif. Sekarang di balik, para pengamat itu jadilah pengungsi selama tiga bulan, cobalah betapa bosannya mereka. Untuk itu pemerintah melalui Kemenkokesra yang anggarannya dari kami ingin mencoba membangun kembali kebahagiaan pengungsi melalui kerja. Anda bisa bayangkan tiga bulan meninggalkan kebun, ladang, ternak, maka tingkat kejenuhan tinggi. Kami maksud untuk mengurangi itu, harapannya adalah dengan cash for work itu maka mereka setiap hari bisa keluar rumah, bisa bekerja, bisa berkeringat lalu menerima uang sedikit walaupun tidak banyak tetapi itu hasil keringat sendiri. Ini persoalan harkat martabat manusia, saya ingin membahagiakan mereka sehingga para pengungsi Sinabung menghadapi Natal besok ini paling tidak punya uang tunai sedikit, betapa bahagianya mereka. Harapan saya tentu marilah kita pandang persoalan pengungsi ini dari kacamata pengungsi.
Daripada memberi uang langsung tanpa kerja ya?
Iya. Kalau kita bengong-bengong saja dikasih uang atau nasi bungkus maka tidak tersentuh hatinya. Tetapi ketika kita bekerja, berkeringat, capek, dan kita menerima uang walaupun tidak banyak rasanya jauh lebih mulia.
Para pengungsi ini diperkerjakan untuk memperbaiki area terdampak bencana, apakah ini tidak mengurangi rasa kebersamaan? biasanya di suatu tempat terjadi bencana itu gotong royong dilakukan dengan ikhlas tanpa dibayar, apakah ini tidak membuat masyarakat itu menjadi berpikir akan membantu jika dibayar?
Mohon dibalik persepsi teoritikal itu dibalik. Saya minta bapak ibu sekalian coba tinggal di tenda tiga bulan rasanya seperti apa, saya kira jauh lebih objektif. Ketika anda bicara pengungsi anggaplah dirimu pengungsi, ketika anda menganggap dirimu sebagai operator radio di Jakarta maka pandangannya ada “tembok” yang besar. Saya minta betul kepada semua teman-teman untuk memandang persoalan dari kacamata positif.
Program ini pernah diujicobakan di daerah lain?
Di Merapi sudah, merapi lebih besar lagi dan mereka titik jenuhnya sama. Manusia itu jenuh di tenda itu hari ketiga hari keempat, karena itu kalau Anda pernah Persami (Perkemahan Sabtu dan Minggu). Pramuka saja kemah cuma Sabtu dan Minggu, bukan setiap hari. Ini kami hadir untuk membantu membahagiakan hatinya, sehingga bisa keluar dari rumah aulanya, pendopo, tenda untuk ketemu temannya berbagi cerita, membeli sesuatu dari hasil jerih payahnya.
Program seperti ini diadopsi dari negara lain atau memang diciptakan sendiri oleh BNPB?
Saya kira di negara lain pun ada dengan nama yang berbeda-beda. Tetapi pendekatannya adalah pendekatan kemanusiaan, bukan pendekatan profesionalisme. Karena tidak bisa menuntut pengungsi harus kerjanya harus standar ini itu tidak bisa. Yang penting mereka keluar dari aulanya, gedung, tendanya dia bisa tertawa dengan temannya bisa jalan sana sini, kerja sedikit dapat uang Rp 50 ribu saya kira tidak terlalu banyak yang penting dia pegang tunai.
Kalau untuk program ini setelah akhir Desember selesai apakah mereka kira-kira bisa lagi dilibatkan BNPB?
Saya kira ketika Januari nanti maka seluruh kementerian dan lembaga dengan anggaran-anggaran regulernya masuk untuk membantu pengungsi. Ini dimunculkan karena pertengahan Desember sampai akhir Desember ini anggaran-anggaran DIPA dan lain-lain harus ditutup, kembali pada negara. Kami dengan anggaran on call dengan dana siap pakai bisa kami luncurkan untuk membantu ini sampai akhir Desember, sehingga tidak ada kesenjangan apapun. Pada Januari tentu Kementerian Sosial dengan anggaran sendiri, Kementerian Kesehatan dengan anggaran sendiri, Kementerian Pertanian dengan anggaran regulernya sendiri sehingga bisa masuk sama-sama.
Ini diperpanjang sampai 4 Januari, setelah itu apakah mereka diperbolehkan pulang atau bagaimana?
Bicara gunung bukan bicara matematika. Tetapi berbicara tentang gejala alam yang sangat tidak bisa diprediksi apapun oleh manusia secara matematika. Apa yang dilakukan Bupati Karo untuk memperpanjang status tanggap darurat sangat tergantung dari rekomendasi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi memberi rekomendasi atas dasar gerakan informasi dan tanda-tanda alam yang muncul dari gunung itu. Kalau gunung itu hari ini tidak bergetar lagi maka Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi mengatakan ya sudah turun dari 4 menjadi 3 dan seterusnya. Tetapi kalau masih bergetar terus maka tentu akan tetap awas, kalau tetap awas maka rekomendasinya sama 5 kilometer tolong dong evakuasi, kalau tolong evakuasi maka bupati tetap mempertahankan status tanggap daruratnya.
Cash for Work, Membangun Kembali Kebahagiaan Pengungsi
KBR68H, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengklaim program cash for work berhasil mengurangi tingkat stress para pengungsi bencana Gunung Sinabung, Karo, sumatera Utara.

BERITA
Selasa, 24 Des 2013 12:10 WIB


cash for work, pengungsi, sinabung
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai