Bagikan:

Bupati Wonosobo, Merangkul Kelompok Minoritas Tanpa Menuai Protes

KBR68H, Jakarta - Di Wonosono Jawa Tengah, penganut Syiah dan Ahmadiyahn Konghucu, Tao, dan kelompok penghayat kepercayaan Aboge bisa hidup damai berdampingan dengan warga lainnya.

BERITA

Senin, 23 Des 2013 11:14 WIB

Author

Arin Swandari

Bupati Wonosobo, Merangkul Kelompok Minoritas Tanpa Menuai Protes

bupati wonosobo, kelompok minoritas, MUI


KBR68H, Jakarta - Di Wonosono Jawa Tengah, penganut Syiah dan  Ahmadiyahn Konghucu, Tao, dan kelompok penghayat kepercayaan Aboge bisa hidup damai berdampingan dengan warga lainnya. Bupati  Kholiq Arif  merekatkan mereka semua untuk membangun Wonosobo. Bagaimana itu dilakukan? Kita simak wwcr Arin swandari dalam Sarapan bersama persembahan KBR68H, tempotv dan PortalKBR


Di saat ini banyak sekali kepala daerah yang atas nama konstituennya lalu mereka menekan kelompok-kelompok minoritas tetapi Anda bertindak berbeda, Anda merangkul begitu banyak kelompok minoritas. Apa yang membuat Anda begitu? 


Jadi prinsip dasar kepemimpinan sesunggunya memuliakan manusia. Manusia diberi peran oleh Tuhan untuk mengatur kehidupan, tidak mengenal minoritas dan juga tidak mengenal mayoritas. Kalau kita bicara di dalam konteks kenegaraan, bahkan kita bicara tentang warga negara sesungguhnya tidak bisa karena urusan kebijakan dan sebagainya adalah urusan manusia. Tetapi bahwa fakta menunjukkan ada perbedaan mayoritas dan minoritas ini nyata ada konflik-konflik batin, rasa, sosial justru keinginan untuk merangkul minoritas itu sesungguhnya membesarkan peran mayoritas. Kalau kita ingin membesarkan mayoritas maka sesungguhnya bisa melewati hal-hal yang sangat sugestif bagaimana minoritas itu harus dimuliakan. Filosofi dasar kepemimpinan berangkatnya tetap dari konsep memuliakan manusia, itu sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. 


Anda di sana tidak menghadapi kelompok-kelompok yang menentang kebijakan ini?


Pada awalnya memang ada kesalahpahaman beberapa kelompok masyarakat muslim. Tetapi ketika kita mencoba mengkalkulasinya dari aspek keagamaan Islam pun Rasulullah SAW memberikan peran bagaimana harus mengangkat derajat masarakat non muslim. Demikian juga pada kitab-kitab suci Al Quran, Injil, Taurat, dan juga kitab-kitab yang lain atau buku referensi yang lain memberikan peran bagaimana sesungguhnya masyarakat kalau mengaku Islam harus menjunjung tinggi harkat martabat masyarakat agama yang lain. Bahwa kemudian terjadi tidak saja perbedaan tafsir di dalam antaragama tetapi di dalam agama pun banyak tafsiran-tafsiran yang membedakan pendapat satu dengan yang lain. 


Bagaimana mempertemukan itu ketika mereka sudah berbeda dalam menafsirkan, Anda sendiri untuk memberi pemahaman kepada masyarakat secara lebih luas bagaimana? 


Kembalinya pada misi kemanusiaan. Bahwa semua manusia apapun jenis kelaminnya, apapun warna kulitnya, apapun derajat pangkatnya berada dalam satu statement manusia harus dikelola dengan cara manusia, manusia harus didekati dengan cara manusia. Ini filosofi universal yang tidak ditentang oleh siapapun. 


Termasuk Anda katanya jadi “musuh” MUI ya? 


Tidak juga. Majelis Ulama Indonesia selalu melakukan proses dialog dengan kita, menentukan. Misalkan saya punya program Senja Keluarga, Senja Keluarga itu adalah berhenti dari kegiatan-kegiatan yang lain kecuali kegiatan ke pendidikan dan keluarga. Antara jam 5.30 sore sampai jam 6 sore, jam 7 sore sampai 7.30 sore. Kembalinya seorang bapak, ibu, dan anak-anak ke dalam pangkuan keluarga di situ ada statement pendidikan, kitab suci, sakinah mawwadah warrahmah di dalam unsur kelembagaan keluarga di situ ada statement ibadah, silaturahim yang sangat baik. 


Ketika Anda merangkul teman-teman Ahmadiyah, Syiah itu MUI bagaimana reaksinya?


Tidak ada masalah. Mereka tergabung juga beberapa personel MUI di Forum Komunikasi Antar Umat Beragama, di mana esensi mereka itu soal keyakinan kembali pada pribadi-pribadi. Kebetulan kawan-kawan NU mayoritas di Wonosobo mereka memberikan stimulasi kekompakan dengan kawan-kawan LDII, Muhammadiyah, Rifaiyah, Ahmadiyah yang saya pun tidak pernah diprotes ketika saya memberikan bantuan majelis pendidikan Ahmadiyah karena dia pun membayar pajak untuk pemerintah. Lalu konon saya melanggar SKB 3 Menteri, tidak ada yang saya langgar.

 

Siapa yang mengatakan Anda melanggar? 


Ada beberapa komen di koran tetapi saya juga tidak yakin bahwa itu komen permusuhan. Itu bagian mengingatkan saya untuk taat kepada siapapun tetapi saya juga harus taat kepada masyarakat.


Ada FPI di Wonosobo?


Ada beberapa Islam dengan pemikiran yang agak berbeda tetapi saya coba dekati


Bagaimana caranya kalau yang keras? 


Kita sekadar dialog saja. Saya tidak memaksakan mereka pada tahapan tertentu mereka harus ini dan itu karena mereka juga punya keyakinan. Sebaliknya mereka tidak bisa memaksakan kita atau kelompok-kelompok besar untuk mengikuti kemauan-kemauan mereka. 


Jadi semua urusan rumah ibadah di sana bisa beres ya?

 

Mudah-mudahan seperti itu meskipun beberapa waktu lalu ada ancaman sebuah gereja Katolik mau dirusak karena dia bikin taman. Saya tampil di depan bersama seluruh kekuatan masyarakat, siapa yang mau merusak ibadat orang lain akan saya hadang di depan. 


Kalau mengajak Ahmadiyah, Syiah, dan Aboge Alif itu bagaimana caranya terlibat dalam pembangunan Wonosobo?

 

Kita punya lembaga namanya UPIPA. Lembaga UPIPA ini shelter untuk korban kekerasan, seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya ini lebih ke gerakan pemberdayaan perempuan. Kebetulan ketuanya orang Syiah tetapi dia punya kemampuan untuk itu, mengkoordinasikan itu apakah tidak boleh? harus saya support saya tidak melihat dia Syiah, saya tidak melihat dia kelaminnya apa ketika memang ada upaya-upaya baik untuk hidup dalam konsep berkedamaian, HAM yang tepat barangkali sesuatu itu bisa kita lakukan. 


Wonosobo akan menjadi percontohan kota HAM atau Anda menciptakan contoh kota HAM yang bisa ditiru oleh banyak kota lainnya. Bagaimana semua itu dibentuk selain yang dikatakan tadi? apa yang Anda siapkan untuk kota HAM Wonosobo? 


Saya mencoba untuk menurunkan grade terminologi HAM itu pada pemahaman yang seolah-olah menakutkan itu. Padahal kalau bisa saya tarik garis liniernya adalah sesungguhnya Pemerintah Kabupaten Wonosobo ingin mendedikasi memberikan layanan publik itu untuk semua laki-laki, perempuan, anak-anak, difabel, lansia, dan seterusnya baik dari aspek ke penanganan keamanan. Kemudian yang kedua adalah penyetaraan dari konsep pembangunan infrastruktur yang memiliki keberpihakan terhadap difabel, terhadap perempuan, anak-anak maupun lansia. 


Contohnya konkretnya seperti apa? 


Misalkan jalan trotoar, gedung-gedung.

 

Tataran kebijakannya seperti apa? 


Kami sedang melakukan proses inisiasi publik. Mudah-mudahan kawan-kawan NGO maupun pihak-pihak lain mau bersama kita untuk melakukan itu. Memang tidak bisa serta merta kita mengkaji ini dalam proses mengenai bagaimana kota layak HAM itu diawali dari kota layak anak, kota layak lansia, kota layak perempuan. Artinya kehidupan perempuan yang lebih damai, kehidupan perempuan dalam rumah tangga yang lebih memiliki kapasitas yang sama mereka terlibat dalam proses pembangunan dan sebagainya. Bahkan termasuk menurunkan tensi perilaku-perilaku tindak kriminalitas ke bentuk-bentuk yang lebih produktif dan ini sudah kami lakukan. 


Itu yang Anda lakukan kemudian merangkul mereka? 


Iya antara lain seperti itu. Apa yang mereka kerjakan selama ini merugikan orang lain kita coba potong. Berpikir yang lebih entrepreunership business, kalau mereka hanya mampu hidup tetap di jalan pilihan mereka jadi tukang parkir ya sudah jadi tukang parkir yang baik. Kemudian ketika mereka itu masih harus ngamen tetapi mereka harus tetap sekolah, membina ekonomi sendiri dengan pelatihan-pelatihan. 


Soal perda yang sedang disiapkan, bagaimana lobi Anda ke legislatif di Wonosobo? 


Ada delapan belas kriteria yang sekarang ini kita sedang mengkaji bersama mereka. 


Mereka kooperatif?


Iya program kita jalankan terlebih dahulu. 


Anda melakukan hal ini tinggal beberapa tahun lagi, bagaimana kemudian Anda merawatnya supaya nanti tetap tumbuh ketika Anda lengser? 


Apa yang disampaikan banyak analis mengenai sistem ini sesuatu yang memiliki sustainibility yang sangat kuat. Saya yakin ini ketika rigid misalkan akhir tahun ini saya bikin konsep mengenai reformasi birokrasi dari penataan kelembagaan yang lebih simpel, lebih efektif. Mereka kita ajak diskusi, lalu ini harus jadi sistem karena pada sesuatu yang rigid harus kita bikin, tahun ini selesai. Kemudian tahun 2014 kami melakukan analisa kebijakan publik melalui beberapa kawan dari universitas, kawan-kawan NGO, juga kelompok-kelompok masyarakat untuk masuk ke wilayah kabupaten layak HAM dengan delapan belas kriteria itu. 


Lebih sempurna kalau kota HAM sekaligus kota antikorupsi dan yang kemudian terdengar tentang Wonosobo adalah kasus yang menimpa wakil bupati. Bagaimana Anda mendudukannya?

 

Ada dua masalah sebetulnya di Wonosobo. Pertama yang tersebar luas adalah kasus dugaan keterlibatan saya dalam penculikan, ini mengalami satu pengalihan isu yang luar biasa. Jadi saya mencoba selama ini membina kelompok-kelompok masyarakat di jalan itu ada sebagian preman dan sebagainya yang sekarang sudah mulai ingin profesional. Ketika mereka melakukan utang piutang yang diawali dari inisiatif yang konon dari saya sesuatu yang tidak benar. Artinya saya harus mengklarifikasi, tidak pernah ada upaya kita untuk melakukan proses kekerasan termasuk penculikan. Kedua konon saya menginisiasi penarikan dana, ada usulan ketika tahun 2010 dengan tanpa uang. Kita mengusulkan ke pemerintah pusat melalui yang bersangkutan, ditengah jalan kemudian muncul inisiatif dari yang bersangkutan yang bernama Hendro. Kemudian menarik banyak orang dengan banyak sekali program, saya justru setelah kejadian setahun kemudian kaget ada dana Rp 4,9 miliar milik hampir seratus orang. Setahun kemudian diambil kesepakatan antara mereka sendiri karena saya tidak tahu, saya sanga menyesalkan adanya kekerasan yang dilakukan. Tetapi saya juga menyesalkan betul pengalihan isu sampai saya dituduh memerintahkan untuk membagi ke tiga rekening. Kemudian isu yang mendekatkan saya sebagai bupati terlibat dalam kasus ini, ini untuk biaya kampanye ini dan itu. 


Anda menjanjikan 7 persen proyek pemkab?


Tidak ada. Sesuatu yang dia lakukan semua bohong dan ini murni penipuan. Yang kedua soal suami Ibu Wakil Bupati, saya agak sedikit tahu hubugannya artinya Ibu Wakil Bupati ini kalau saya justifikasi dia orang yang menurut saya sangat kasihan. Saya tidak melakukan proses pembelaan tetapi seringkali beliau menyatakan secara pribadi kepada saya maupun kepada kawan-kawan di kabupaten bahwa dia sudah pisah ranjang sejak tahun 2002. Soal Pak Heru punya istri lagi saya tidak tahu yang sesungguhnya, saya tidak paham. Tetapi bahwa secara psikologis saya sangat empati dengan Ibu Wakil Bupati.  


Editor: Doddy Rosadi


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending