Bagikan:

Media Jadi Alat Kontrol Kasus Intoleransi bagi Kaum Minoritas

BERITA

Senin, 24 Des 2012 15:15 WIB

Media Jadi Alat Kontrol Kasus Intoleransi bagi Kaum Minoritas

toleransi, GKI Yasmin


KBR68H, Jakarta – Sepuluh tahun sudah Jemaat GKI Yasmin Bogor tidak dapat beribadah di Gerejanya. Masalah perizinan  rumah, berlarut hingga kini. Padahal Mahkamah Agung telah memenangkan perizinan tersebut oleh GKI Yasmin pada 2010. Namun tetap saja sejak putusan MA tersebut, Jemaat GKI Yasmin masih saja belum dapat merayakan Natal di Gereja mereka.

Menurut juru bicara GKI Yasmin Bona Sigalingging, pembahasan dengan Walikota Bogor Diani Budiarto sudah tidak pernah dilakukan lagi. Sebab pembahasan atas putusan hukum juga sudah tidak dapat lagi dilanjutkan dengan pemerintah Bogor. Karena semakin banyak diskriminasi dan pendiaman oleh pemerintah daerah maupun pusat.

Pada perayaan Natal besok, jemaat GKI Yasmin sudah mengundang Presiden Susilo bambang Yudhoyono untuk turut merayakan Natal bersama.  Hal ini untuk memperlihatkan kepada Presiden Susilo Bambang yudhoyono jika mereka tidak diperbolehkan beribadah di Gereja mereka sendiri walaupun Mahkamah Agung sudah mengeluarkan keputusan. Ribuan kartu pos yang diisi oleh mayarakat juga sudah dikirimkan kepada Presiden. Sampai detik-detik terakhir menjelang perayaan natal, mereka tetap berharap kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Kejahatan Terhadap Beragama

Pada kasus GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, maupun kasus-kasus intoleran lainnya pemeintah sudah melakukan kejahatan secara aktif. Sebab pemerintah hanya membiarkan apa yang terjadi dengan GKI Yasmin dan tempat-tempat ibadah lainnya yang memiliki masalah serupa.  Aktifis  Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) Tantowi Anwari menyatakan jika kejahatan pembiaran yang dilakukan pemerintah ini harus disuarakan oleh media-media. Untuk itu media sangat  berperan disini.

“Tetapi tiidak hanya menyuarakan bahwa Jemaat GKI Yasmin tidak dapat beribadah karena disegel” kata Tantowi Anwari.

Media menjadi alat kontrol dalam pemberitaan intoleransi bagi kaum-kaum minoritas. Karena media sangat berpengaruh bagi kehidupan publik. Sedikit banyak informasi yang didapat dari media dapat merubah cara berfikir khalayak.
 
Namun benturan dengan kebijakan redaksi,segmen pasar, rating dan lain sebagainya cukup mempengaruhi. Aktifis Sejuk Tantowi Anwari menyatakan yang paling berat bagi media untuk memberitakan masalh intoleransi adalah konservatisme atau lebih mempertahankan tradisi yang sudah berlaku untuk tidak memberitakan berita-berita intoleransi.

Pada faktanya tidak sedikit kelompok intoleran yang mendatangi media. Hal ini dapat mempengaruhi porsi pemberitaan terhadap kasus intoleransi yang ada.
“Media masih bingung pada persoalan keberagaman akan seperti apa. Untuk itu media sering menaruh persoalan intoleransi di bawah karpet.” ujar Tantowi. Namun pada belakangan jurnalis mulai sadar bahwa isu-isu keberagaman sangat penting, karena ada korban yang nyata.

Jemaat GKI Yasmin sangat terbantu dengan peran media. Untuk menyuaran apa yang sebenarnya terjadi. Ketika korban berani untuk bersuara, dan media massa juga berani bersuara maka ini seterunya akan menjadi wacana. Sehingga akan menggangu para penguasa yang mengorbankan kelompok minoritas di Indonesia, sehingga dapat menggugah hati nurani mereka.

Peran Aparat Hukum

Peran aparat hukum saat ini gagap bertindak. Sayangnya aparat penegak hukum tidak segera melakukan tindakan dengan adanya keputusan dari Mahkamah Agung. Jika aparat penegak hukum segera melakukan tindakan, maka pemanfaatan dari pihak-pihak tertentu tidak akan terjadi.

“Apalagi menyempilkan sentiment-sentimen agama didalamnya secara beramai-ramai, makan hukum tidak akan berguna.” Ujar Bona Sigalingging.

Ibu Nani salah seorang pendengar KBR68H,di Jakarta meminta agar Presiden turun tanggan untuk persoalan seperti ini. Karena mau tidak mau memang ini adalah tugas presiden untuk tetap menjadikan Indonesia negara yang berbhineka Tunggal Ika. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending