Bagikan:

Jelang Peringatan Hari Buruh Migran Internasional: Buruh Terus Tersiksa

Jelang Peringatan Hari Buruh Migran Internasional: Buruh Terus Tersiksa

BERITA

Senin, 17 Des 2012 16:53 WIB

Jelang Peringatan Hari Buruh Migran Internasional: Buruh Terus Tersiksa

Buruh Migran

KBR68H, Jakarta – Kasus kekerasan yang dialami buruh migran terus meningkat setiap tahun. Ini menunjukan nasib buruh migran asal Indonesia yang di luar negeri sampai sekarang masih buruk. TKI yang bekerja di negeri orang itu malah menjadi langganan eksploitasi perdagangan manusia. Faktanya, hingga kini para buruh migran Indonesia masih menerima perlakuan buruk, mulai dari tidak digaji, menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, hingga sales TKI di Malaysia. Menurut data dari Solidaritas Perempuan kasus-kasus yang menimpa buruh migran Indonesia itu didominasi sebanyak 70 persen perempuan.

Peristiwa tersadis ketika mayat TKI Indonesia asal Nusa Tenggara Barat ditemukan tewas dengan beberapa organ tubuh hilang. Kasus itu menjadi sorotan publik sebagai dugaan adanya penjualan organ TKI. Hal ini ironi karena peristiwa terjadi beberapa hari setelah disahkannya Undang-undang Perlindungan Buruh Migrant.

Penanganan Pemerintah Buruk

Menurut data lembaga pembela buruh migran, Migrant Care 90 persen buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri belum mendapatkan hak-haknya secara layak. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, setiap tahun lembaganya merilis data-data TKI, namun pemerintah hanya menjadikannya sebagai sebuah data statistik saja.

"Pemerintah lupa bahwa TKI kita itu manusia, mereka juga punya HAM!" ujar Anis menggebu-gebu.

Kata dia, permasalahan utama dari perlindungan TKI adalah penerapan aspek hukum. Meskipun pemerintah telah membuat Undang-undang Perlindungan TKI Nomor 39 tahun 2004, tapi implementasinya masih melenceng dari harapan para buruh. Faktanya masih banyak TKI yang tidak mendapat perlindungan.

Siksa pada Buruh Migran

Beberapa kalangan juga menuding kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia terjadi karena masuk ke negara orang secara ilegal. Salah satu buruh migran Indonesia Siti Badriyah mengaku pernah menjadi buruh ilegal.

Siti menceritakan awal menginjakan kaki ke Malaysia sebagai TKI. "Sebenarnya, waktu saya menjadi TKI itu diurus secara legal, saya juga punya dokumen resminya, tapi karena gaji saya tidak dibayar selama bekerja, akhirnya kabur dari majikan dan pindah kerja di pabrik," ungkap Siti Badriyah.

Siti mengaku dalam perjanjian kontrak kerja ia ditawarkan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, sesampainya di negeri tetangga rupanya ia harus bekerja ditempat usaha milik majikannya. "Pagi saya kerja ditempat usaha milik majikan, terus malamnya masih harus kerja sebagai PRT dirumah majikan. Itu pun kalau jam 01.00 malam belum selesai enggak boleh tidur," ceritanya.

Selama sembilan bulan bekerja di tempat sang majikan, Siti tak memperoleh gajinya. "Waktu itu saya tanya ke majikan kenapa saya tidak terima gaji, lalu majikan bilang dia sudah bayarkan gaji per harinya ke agency saya," jelas Siti Badriyah. Akhirnya, Siti mempertanyakan hasil jerih payahnya itu ke agen yang menggiringnya hingga ke Malaysia itu.

"Bagian agency bilang saya baru diberikan gaji setelah dua tahun bekerja," lanjutnya. Merasa dibohongi, Siti Badriyah akhirnya memutuskan diri untuk kabur dari rumah majikan. Mulai saat itulah ia menjadi TKI Ilegal, dan bekerja ke sebuah pabrik Sony di Malaysia dengan menerima upah 700 ringgit.

Jaminan Pemerintah Lemah

Kasus yang dialami Siti hanyalah sebagian contoh dari ribuan TKI yang tidak memperoleh hak-haknya. Anggota Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan walaupun pemerintah telah berusaha menangani berbagai persoalan TKI dengan berbagai kebijakan, tapi tidaklah berjalan maksimal. Kata dia, pemerintah Indonesia memang telah meratifikasi konvesi PBB 90 tentang buruh migran tapi hal itu tidak juga memberikan jaminan.

"Seharusnya, dari hasil ratifikasi itu pemerintah bisa mendorong melakukan diplomasi kepada negara-negara terhadap penempatan TKI Kita, terutama untuk negara Timur Tengah dan Malaysia," tandas Natalius Pigai.

Sementara Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah menambahkan Undang-undang nomor 39 Tahun 2004 tidak juga memberikan perlindungan atas TKI. Kata dia, tidak ada aspek HAM yang tertulis dalam isi undang-undang tersebut.

"Setelah kami teliti, rupanya ratifikasi itu hanya untuk pencitraan saja sebelum menghadapi sidang UPR. Setelah sidang selesai, pemerintah tidak juga mencari jalan keluar bagi masalah TKI," jelasnya.

Hari Buruh Migran Internasional

Besok, tepat 18 Desember dunia akan memperingati hari buruh migran internasional. Bagi para buruh migran Indonesia berharap ada perubahan bagi nasib mereka.

Siti Badriyah berharap ada keadilan yang dapat diterima oleh para buruh migran Indonesia.

Sementara, Migrant Care mengusulkan kepada pemerintah agar segera menuntaskan revisi undang-undang TKI yang berbasis HAM serta melakukan reformasi kelembagaan."Kita perlu ada satu lembaga khusus yang memiliki otoritas untuk melindungi dan memenuhi hak-hak TKI," kata Anis.

Komnas HAM juga membuka pintu bagi para buruh TKI untuk melaporkan diri bila tidak memperoleh hak-hak sebagai buruh migran. Selamat Hari Buruh Migran Internasional!

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending