Bagikan:

Setara: Kolom Agama di KTP Sebaiknya Dihapus Saja

Basis pelayanan kepada warga negara seharusnya didasarkan pada identitas kebangsaan, bukan agama.

BERITA

Senin, 10 Nov 2014 15:22 WIB

Setara: Kolom Agama di KTP Sebaiknya Dihapus Saja

kolom agama di KTP dicabut dikosongkan setara

KBR, Jakarta - Setara Institute mendukung langkah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menegaskan aturan dalam UU Adminduk bahwa kolom agama bisa dikosongkan untuk penganut aliran kepercayaan atau agama yang tidak termasuk dalam enam agama utama di Indonesia. 


Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan dengan begitu para penganut kepercayaan tidak dipaksa mencantumkan agama lain dalam KTP mereka dan bisa tetap mendapatkan layanan kependudukan seperti semestinya. 


Hendardi mengatakan, ia sebetulnya mengusulkan supaya kolom agama dicabut saja dari KTP. 


“Negara sudah banyak urusan, tapi masih mau urusin hal-hal yang bukan urusannya,” kata Hendardi dalam program Sarapan Pagi KBR hari ini, Senin (10/11/2014).


Berikut wawancara lengkap dengan Hendardi. 


“Kalau menurut saya, ini langkah maju yang perlu diapresiasi. Langkah positif untuk disiplinkan aparatur pemerintah, khususnya yang berhubungan dengan pencatatan sipil, agar tidak lagi memaksakan orang yang tidak menganut agama tertentu untuk mencantumkan agamanya dalam KTP.”


“UU No 24/2013 tentang Adminduk hanya mengakui 6 agama mainstream yang bisa dicantumkan dalam KTP, jadi jika seseorang tidak menganut agama tersebut, seringkali orang dipaksa untuk menganut agama yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pada waktu lalu diinterpretasikan semacam itu. Sehingga orang yang penganut agama atau kepercayaan yang tidak ada dalam data KTP, itu dengan kebijakan Mendagri yang baru ini, ini berarti boleh mengosongkan agamanya. Langkah ini belum cukup progresif. Semestinya KTP itu memberikan ruang bagi kepercayaan atau agama apa pun yang nyata-nyata tumbuh di tengah masyarakat. Sehingga layanan keagamaan bagi pemeluknya bisa terpenuhi.”


“Saya sih dari dulu sebetulnya mengusulkan, kolom agama ini dihilangkan saja. Sehingga basis layanan tidak didasarkan pada agama tapi pada identitas kebangsaan. Negara yang maju nggak ngatur-ngatur agama orang. Urusan agama, urusan tempat tidur, tidak diurus negara. Di sini negara sudah banyak urusan, tapi masih mau urusin hal-hal yang bukan urusannya. 


Bagaimana soal ini bisa mendiskriminasi para penganut kepercayaan?


“Banyak persoalan orang yang berbasis agama atau kepercayaan di luar agama mainstream ini pada akhirnya karena dia membutuhkan KTP, tapi butuh keyakinan sendiri, seringkali dipaksa ikut agama tertentu yang kebanyakan mayoritas. Untuk dicantumkan di KTP dengan alasan ini merupakan basis data, untuk sistem pendataan.” 


“Dalam UU No 24/2013 adalah perubahan UU No 23/2006 memang disebutkan, agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui pemerintah. Tapi pasal 65 UU No 24/2013 ini menyebutkan bahwa elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui negara atau bagi penghayat, tidak diisi, tapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”


“Jadi yang dilakukan Tjahjo Kumolo ini tidak ada yang salah. Itu adalah perintah Undang-undang. Jadi memang seharusnya tidak diisi. Malah seharusnya dicabut saja.”


“Dan langkah ini perlu diambil dengan sejumlah langkah yang lebih progresif, dengan kebijakan yang bebas diskriminasi terhadap agama dan kepercayaan yang tidak masuk agama mainstream. Kenapa sih orang beragama, itu kan soal keyakinan. Selama pikirannya tidak diwujudkan dalam bentuk tindakan anarkis atau kekerasan, itu kan sah-sah saja. Bukan sesuatu yang keliru. Saya kira UU itu sendiri menjamin bahwa basis pelayanan itu pada identitas kebangsaan. Bukan soal agama.”


Penerapannya di bawah bagaimana ya, karena kan ini masih jadi polemik. 


“Seharusnya aparat mengikuti sehingga hal-hal itu (diskriminasi) tidak terjadi lagi di mana aparat interpretasikan sendiri pasal tersebut. UU tersebut sudah jelas basisnya adalah identitas kebangsaan, bukan soal agama.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending