Bagikan:

Kompolnas Soal Tes Keperawanan Calon Polwan: Revisi Perkap No 5/2009

Tetapi masalahnya kenapa kok polwan dan ukuran moral diukur dengan keperawanan ini sebuah tindakan yang sangat salah.

BERITA

Rabu, 26 Nov 2014 11:27 WIB

Author

Vitri Angreni

Kompolnas Soal Tes Keperawanan Calon Polwan: Revisi Perkap No 5/2009

Polwan, tes keperawanan, moral, diskriminasi

KBR - Meski Kapolri Jenderal Sutarman sudah membantah adanya tes keperawanan bagi para calon polisi wanita. Namun pernyataan lebih jelas datang dari Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Pol Drs Moechigiyarto. Menurut dia tes keperawanan dilakukan sebagai rambu moral calon anggota kepolisian.

Anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman mengatakan Perkap No. 5 Tahun 2009 tentang pedoman pemeriksaan kesehatan penerimaan calon kepolisian negara perlu direvisi.  Terutama menurutnya pasal 36 yang menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetri dan ginekologi.

Simak penjelasan lengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (20/11) berikut ini.

Keperawanan jadi ukuran moral bagi polwan, tanggapan Anda soal ini bagaimana?

“Aneh saja bagi saya ya. Pertama kenapa polwan yang disuruh jaga moral, kenapa polki-nya tidak. Jadi menurut saya rekrutmen anggota Polri baik polwan maupun polki semuanya harus bermoral baik, berintegritas baik.”

“Tetapi masalahnya kenapa kok polwan dan ukuran moral diukur dengan keperawanan ini sebuah tindakan yang sangat salah. Sebaiknya meskipun itu ada aturan yang dibuat yaitu Perkap No. 5 Tahun 2009 tentang pedoman pemeriksaan kesehatan penerimaan calon kepolisian negara, maka ya aturan itu harus direvisi.”

Direvisi seperti apa?

“Iya karena itu Pasal 36 tertulis calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetri dan ginekologi. Kedua pemeriksaan ini memang khas perempuan, pada pemeriksaan obstetri ini adalah cara pemeriksaan kehamilan dan ini bisa dilakukan melalui pemeriksaan urin bukan pemeriksaan keperawanan.”

“Kedua, pemeriksaan ginekologi ini adalah deteksi terhadap organ intim perempuan yang sampai ke dalam, ini apa hubungannya. Saya khawatir bahwa selama ini memang institusi Polri ini kita tahu sangat patriarki, sangat otoriter laki-laki, perempuan dianggap sebagai pelengkap saja dan akhirnya menjadi objek.”

“Penerapan tes keperawanan ini menurut saya betul-betul memalukan perempuan, bukan hanya diskriminatif tapi memalukan perempuan. Sangat tidak pantas dilakukan institusi Polri yang tugasnya ini tidak berkaitan dengan hal-hal tersebut.”

(Baca juga: Begini Cara Tes Keperawanan untuk Jadi Polwan)

Sebaiknya direvisi atau dicabut?

“Mungkin ini secara umum mengatur tentang kesehatan tetapi yang bermasalah Pasal 36 itu. Itu baru bunyi pasal penerapan pasal, belum lagi pelaksanaannya kan dokter ginekolog perempuan itu terbatas. Lalu siapa yang melakukan pemeriksaan di sana tentu dokter laki-laki, kalau ginekolognya ada kalau tidak yang memeriksa adalah dokter umum ini jadi masalah lagi.”

“Calon polwan ini tentu tidak bisa protes karena dia tentu punya minat ingin jadi anggota Polri. Saya pernah memantau sebuah acara penerimaan tes fisik polwan di sebuah daerah ada tes mengukur tinggi badan, kelurusan antara tulang kepala dengan punggung, cara berjalan ini diukur oleh Polri dan ternyata yang melakukan itu adalah anggota Polri laki-laki.”

“Saya sempat menanyakan kok bukan perempuan yang melaksanakan, katanya ini shift tadi sudah perempuan. Lalu setelah saya berada di sana akhirnya diganti perempuan. Bisa dibayangkan seorang calon anggota polwan ini berdiri lalu badannya dipegang-pegang, disuruh menghadap ke kanan kiri, diukur pinggang, pinggul, dada dengan berpakaian yang sport.”

“Bagaimana dengan pemeriksaan dalam, sehingga saya sebagai anggota Kompolnas sebagai lembaga yang mengawasi kepolisian ya tentu kita mendesak agar Kapolri mencabut Pasal 36 dan merevisi tata cara pemeriksaan ini.”

“Karena ini ada perbedaan juga pendapat Kadivhumas dengan Kabagpenum, menurut Kabagpenum yang diperiksa adalah organ reproduksi untuk tes kehamilan, penyakit, dan lain-lain. Kalau itu mau dilakukan cukup dengan pemeriksaan urin dan darah.”

Kami sempat mewawancarai Ibu Sri Rumiyati, polwan senior, menurut dia aturan ini sudah tidak diperbolehkan lagi sejak 2007. Ibu Sri ini termasuk yang audiensi dengan DPR waktu itu jadi keluar putusan larangan pemeriksaan alat kelamin. Menurut Anda kenapa sekarang masih berjalan?


“Ya itulah kadang-kadang peraturan yang dibuat di tingkat pusat tidak sampai ke lapangan. Apalagi ini diperkuat oleh keterangan Kadivhum, harusnya Kadivhum membantah bahwa itu sudah tidak dilaksanakan seperti keterangan Wakapolri bahwa itu sudah tidak dilaksanakan lagi.”

“Sekarang tinggal bagaimana mengawasi kalau itu betul-betul tidak dilaksanakan, jangan sampai di atas mengatakan tidak dilaksanakan di bawah dilaksanakan. Tapi sepanjang Perkap ini masih ada kesempatan itu masih ada untuk dilaksanakan. Jadi jangan hanya bilang tidak dilaksanakan tetapi Perkap ini cabut dulu, diganti cukup dengan tes urin untuk mengetahui apakah dia hamil atau tidak itu sudah cukup.”     


  

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending