KBR, Jakarta - Sebulan pertama pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, banyak rencana perubahan kebijakan dalam pengelolaan negara. Termasuk di dalamnya kebijakan penghematan anggaran. Salah satunya dilakukan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Ia menginstruksikan Gerakan Penghematan Nasional. Menteri Yuddy bahkan sudah menerbitkan Surat Edaran, yang nanti akan dikuatkan dengan Instruksi Presiden.
Sasarannya mulai dari kementerian lembaga hingga pemerintah daerah. Diantaranya adalah larangan menggelar rapat di hotel, atau di yang bukan milik negara, tidak menyajikan makanan atau buah-buahan impor, melainkan lokal, dan sebagainya. Jika ada yang melanggar akan ada sanksi administratif.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan & Otonomi Daerah KemenpanRB Deddy S Bratakusumah menyatakan surat edaran gerakan tersebut akan diedarkan ke seluruh kementerian dan lembaga negara mulai hari ini (12/11). Kata dia, kebijakan tersebut dapat menghemat belanja negara. “Uang pengehematannya akan kita pakai untuk membangun infrastruktur di berbagai daerah,” ujarnya dalam program Daerah Bicara KBR.
Koordinator Advokasi & Investigasi LSM FITRA, Uchok Sky Khadafy mengutarakan pandangan serupa. Dia menilai kebijakan penghematan nasional harus segera dijalankan. “Selama ini pemerintah dan DPR sangat boros, terutama dalam perjalanan dinas dan rapat-rapat di hotel,” kata Uchok.
Berdasarkan catatannya, selama tahun ini Kementerian Dalam Negeri sudah habiskan Rp 1,2 triliun untuk biaya perjalanan dinas dan rapat-rapat di hotel. “DPR juga boros, tahun ini sudah habiskan Rp 700 miliar,” imbuh Uchok.
Namun, Uchok menilai dasar hukum gerakan penghematan ini harus lebih kuat ketimbang sekedar surat edaran. “Nanti kebijakannya tidak akan berlanjut kalau dasar hukumnya lemah,” kata Uchok.
Hal tersebut dirasakan pemerintah. Menurut Deddy, kementeriannya bisa saja merevisi dasar hukum agar gerakan penghematan itu bisa berjalan maksimal. “Namun dari sekarang juga kami kenakan sanksi bagi kementerian atau lembaga yang nakal,” ungkapnya.
Salah satu sanksi yang bakal dikenakan adalah sanksi administratif serta pemotongan anggaran.
Namun Uchok mewanti-wanti pemerintah terkait rencana pemotongan anggaran itu. “Itu bisa jadi bumerang bagi pemerintah pusat,” kata Uchok. Hal tersebut kata Uchok bukanlah tanpa sebab. Dana daerah seperti DAK atau DAU digunakan untuk gaji karyawan jadi tidak boleh dipangkas.
Ricky, seorang warga asal Pontianak, Kalimantan Barat menilai kebijakan penghematan ini dapat merugikan para pengusaha hotel. “Pemerintah harus cari jalan tengahnya supaya tidak ada yang dirugikan,” imbuhnya. Menanggapi keluhan itu, Deddy Bratakusumah punya pandangan sendiri. “Pengelola hotel harus mencari pangsa pasar baru, bukan mengandalkan pemerintah. Selama ini kan hotel-hotel dapat hidup bukan dari dana rapat dari pemerintah,” ujarnya.
Uchok menyarankan agar kementerian lembaga mengadakan rapat di aula gedung masing-masing. “Selama ini aula gedung malah disewakan ke pihak swasta untuk acara-acara seperti pernikahan,” ujarnya. Namun hal itu dibantah pula oleh Deddy. “Kami hanya sewakan gedung ketika hari libur saja. Jadi kalaupun dipakai untuk rapat pada hari kerja tetap bisa,” ujarnya.
Publik, kata Deddy Baratakusumah, bisa adukan pemborosan aparatur negara ke POBOX 5000 atau via email ke halomenpan@menpan.go.id.
Editor: Sutami