Bagikan:

YLKI: Konsumen Masih Menganggap Dokter Itu Dewa

KBR68H, Jakarta - Kasus dugaan Malpraktik yang dilakukan seorang dokter seringkali kita dengar dan baca di media massa. Yang terakhir adalah kasus dr. Ayu bersama dua rekannya yang kemudian ditahan karena dugaan Malpraktik saat membantu persalinan pasien

BERITA

Selasa, 26 Nov 2013 17:30 WIB

Author

Sasmito

YLKI: Konsumen Masih Menganggap Dokter Itu Dewa

dokter, YLKI, malpraktik, IDI

KBR68H, Jakarta - Kasus dugaan Malpraktik yang dilakukan seorang dokter seringkali kita dengar dan baca di media massa. Yang terakhir adalah kasus dr. Ayu bersama dua rekannya yang kemudian ditahan karena dugaan Malpraktik saat membantu persalinan pasien tahun 2010. Beberapa dokter yang tidak terima rekan seprofesinya ditahan akhirnya mengancam akan melakukan mogok di seluruh rumah sakit di Sulawesi Utara dan Gorontalo. Tapi di sisi lain, malpraktik sebenarnya sangat berbahaya. Tak cuma mengakibatkan kecacatan, tapi kematian pun bisa terjadi akibat malpraktik.

Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta masyarakat tidak gampang menuding dokter melakukan malpraktik. Ketua Biro Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI, HN Nazar mengatakan, ada 3 tingkatan dalam kegagalan penanganan dokter.

“Malpraktik itu popular sekali. Padahal tindakan dokter itu paling kurang ada 3 tingkatan: pertama kegagalan medis, kedua pelanggaran disiplin, baru ketiga malpraktik. Kalau ketiga itu memang terjadi pelanggaarn hukum. Ini sesuai dengan tingkatan. Sehingga tidak terjadi distorsi.”ujar HN Nazar dalam obrolan Klinik KBR68H, Selasa (26/11).

Nazar juga menuturkan bila terjadi praktik malpraktik selalu dokter yang menjadi sasaran tembak kesalahan pasien. Padahal di dalamnya juga ada sumbangsih kesalahan rumah sakit. Jadi kalaupun terjadi malpraktik yang bertanggungjawab adalah kedua belah pihak yaitu rumah sakit dan dokter.

Nazar juga menegaskan bahwa praktik usaha yang dilakukan dokter bukanlah jasa usaha. Menurutnya, hubungan antara dokter dan pasien merupakan transaksi upaya. Bukan seperti pada umumnya sebuah  jasa usaha  yang memperjualbelikan atau menjanjikan sebuah hasil.

“Kalau dokter ini sebuah jasa tidak sepenuhnya benar. Dokter dengan pasien itu transaksi upaya, sedangkan yang umumnya di konsumen transaksi hasil. Ini yang menimbulkan dugaan terjadinya malpraktik. Kan saya tidak pernah menjaminkan ke konsumen kalau minum obat ini sembuh. Sedangkan dalam masyarakat pandangannya sembuh.”ungkapnya

Meski demikian, Nazar juga membenarkan ada beberapa praktik dokter yang merupakan jasa usaha. Diantaranya yaitu operasi gigi, hidung yang bukan karena kecelakaan.

Tanggapan berbeda datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Malpraktik biasanya terjadi karena kurangnya informasi yang diterima konsumen. Peneliti YLKI, Ida Marlinda mengatakan, selama ini banyak terjadi kesalahan komunikasi antara dokter dengan pasien. Akibatnya, tindakan medis yang diberikan dokter malah berujung ke malpraktik.

“Di dalam perlindungan konsumen yang paling penting itu mendapatkan kenyamanan dan mendapatkan informasi. Pengamatannya saya, hak mendapatkan informasi yang tidak diberikan.”ujat Ida dalam obrolan klinik KBR68H


Ida juga menegaskan, pasien di Indonesia sering mengganggap dokter selalu benar. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian untuk bertanya kepada dokter kalau ada yang tidak dimengerti.

“Konsumen selama ini menganggap dokter itu dewa. Sehingga mereka tidak berani bertanya. Belum lagi problem bahasa teknis yang dimiliki dokter seringkali tidak dimengerti konsumen. Tapi apapun itu, seorang pasien harus mendapatkan kenyamanan dan informasi. Dan dokter juga harus bisa menjelaskan dalam bahasan yang dimengerti konsumen. ”ungkapnya

Lebih lanjut lagi, YLKI menyarankan kepada rumah-rumah sakit agar ada petugas yang tanggap menangani pasien secara cepat dan bersahabat. Sebab,  selama ini buruknya pelayanan rumah sakit dan keterlambatan penanganan pasienlah yang menjadi gerbang munculnya malpraktik.

Solusi komunikasi yang baik antara dokter dan pasien ini juga didukung oleh IDI. Nazar mengatakan informasi adalah hak pasien yang sudah diatur dalam undang-undang. Selain itu, bagi seorang dokter sendiri memberikan informasi yang tepat dan dapat dimengerti pasien merupakan kewajiban seorang dokter.

Editor: Doddy Rosadi

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending