Bagikan:

UMP Naik Rp200-Rp300.000, Buruh Tak Bisa Hidup Layak

KBR68H, Jakarta - Nilai penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014 jauh dari permintaan buruh se-Indonesia yang menuntut penaikan 50 persen lebih. Justru penaikan UMP hanya kurang dari 10 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

BERITA

Jumat, 01 Nov 2013 09:55 WIB

Author

Doddy Rosadi

UMP Naik Rp200-Rp300.000, Buruh Tak Bisa Hidup Layak

ump, buruh, kehidupan layak

KBR68H, Jakarta - Nilai penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014 jauh dari permintaan buruh se-Indonesia yang menuntut penaikan 50 persen lebih. Justru penaikan UMP hanya kurang dari 10 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Di Jakarta hanya naik Rp 300 ribu dari UMP sebelumnya Rp 2,2 juta. Namun di Papua UMP-nya hanya Rp 1,9 juta dari sebelumnya Rp 1,7 juta.  Seberapa besar pengaruh kenaikan UMP yang hanya kurang dari 10 persen terhadap kehidupan buruh? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan pengamat perburuhan Andriko Otang dalam program Sarapan Pagi.

Kenaikan rata-rata hanya sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan dan ini yang lajang kemungkinan. Anda melihat bagaimana pengaruhnya terhadap daya beli mereka?


Pada prinsipnya kenaikan upah hanya sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu prinsipnya sampai dengan saat ini kita pikir masih jauh dari cukup untuk bisa memenuhi angka Kebutuhan Hidup Layak yang harusnya distandarkan oleh pemerintah yang diatur dalam Permen No. 13 Tahun 2003. Seperti kita ketahui bahwa dampak kenaikan BBM itu sarat dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, transportasi itu sangat mempengaruhi dan sangat menggerus upah buruh di tahun ini. Seperti kita ketahui kenaikan BBM saja sudah sampai 30 persen, kemudian harga bahan-bahan pokok mencapai 10 persen sampai 15 persen, kemudian transportasi. Kalau kita kalkulasikan itu sangat menggerus nilai dari upah buruh itu sendiri. Selama beberapa tahun terakhir itu kenaikan upah buruh secara nominal memang meningkat tapi dari sisi daya beli itu menurun, contoh katakanlah sekitar lima tahun yang lalu dengan hanya Rp 10 ribu kita mampu membeli beras 2 kilogram tapi sekarang hanya 1 kilogram. Hal itu justru mempengaruhi keinginan pemerintah untuk membeli standar hidup layak buat buruh, itu belum bicara masalah hal-hal yang lainnya komponen yang diatur sama pemerintah. Dalam Permenaker No. 13 Tahun 2013 dengan 60 item komponen dari sisi kuantitas maupun kualitas itu belum mampu meng-cover layaknya seorang manusia untuk hidup secara manusiawi.

Kalau anda melihat sekarang ini buruh mendorong karena adanya sekitar 80 komponen, anda melihat sebetulnya komponen-komponen itu wajar?

Kalau kami menilai itu secara wajar. Karena kita harus menggunakan zaman Indonesia ini bukan lagi zaman perbudakan, bukan lagi zaman kerja rodi. Artinya meskipun itu buruh, meskipun itu pekerja kita semua memiliki status yang sama, memiliki hak hidup yang sama untuk hidup layak. Katakanlah pekerja kantoran boleh berekreasi kemudian membeli handphone, kenapa buruh tidak boleh kenapa buruh selalu ditempatkan pada bekerja di pabrik selama sekian jam selama satu minggu. Dalam hal ini kami melihat bahwa 84 item komponen ini sungguh wajar sampai dengan saat ini untuk bisa meng-cover kehidupan layak buat buruh. Karena pada prinsipnya apa yang dituntut buruh ini masih dalam batas normal, katakanlah rumah sewa atau kontrakan di dalam Permenaker No. 13 itu sewa kamar 3 x 3. Sekarang pertanyaannya di dalam Permenaker itu sendiri juga dimungkinkan beli kursi, tempat tidur, lemari bagaimana orang bisa hidup secara layak dengan situasi seperti ini. Makanya sampai dengan saat ini contoh kalau DKI Jakarta tidak layak orang tidur dengan kamar 3 x 3 dia harus tidur dengan lemari, kulkas, dapur bersama-sama sungguh tidak layak. Selain problem itu seperti kita ketahui sekarang mayoritas buruh itu berkeluarga, apabila mereka hidup berkeluarga kemudian harus dipaksakan dengan pola hidup seperti itu justru sungguh tidak manusiawi. Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan solusi dan melihat realitas yang ada, tidak menutup mata bahwa mayoritas buruh saat ini lajang.

Tentang ada permintaan penambahan pulsa telepon di dalam komponen, apa urgensinya bagi buruh kalau untuk kebutuhan layaknya?

Terkait dengan pulsa handphone sampai dengan saat ini memang kebutuhan untuk berkomunikasi bukan lagi kebutuhan sekunder tapi kebutuhan primer. Siapa di antara kita yang tidak pernah berkomunikasi selama satu hari penuh, kalau misalnya kita rujuk pada BPS untuk survei data orang miskin itu miskin yang disurvei saja rata-rata memiliki handphone semua. Sekarang BPS sudah tidak bisa lagi kalau misalnya punya handphone tidak bisa dikategorikan miskin itu tidak bisa, ini menurut keterangan dari TNP2K (Tim Nasional Penanggulangan Percepatan Kemiskinan). Dari situ saja kita sudah mengukur yang paling garis rendah saja yang miskin mendapat BLSM, Jamkesmas bisa memiliki handphone. Handphone ini sekarang ada yang harganya paling murah Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu juga ada dan untuk bisa berkomunikasi harus ada pulsa, kalau tidak ada pulsa bagaimana bisa berkomunikasi.

Dari 84 item yang anda katakan tadi kalau bicara batas toleransi kira-kira ada yang bisa dipangkas agar bisa tetap masuk poin hidup layak?

Pada prinsipnya 84 item komponen itu adalah tuntutan dengan di dalam proses negosiasi memang ada mekanisme dewan pengupahan dan kita menyetujui. Saya pikir teman-teman buruh ada titik kompromi tertentu dan memang harus membutuhkan negosiasi, harus terbuka satu sama lain menyampaikan argumentasi untuk bisa melihat titik temunya paling tidak mana yang saat ini memang menjadi prioritas. Katakanlah kalau misalnya belum bisa memenuhi 84 item komponen ya dilihat sampai berapa item komponen tapi kalau kami pikir paling tidak harus di atas 60 item komponen. Oleh sebab itu harus terbuka dialog, pemerintah juga harus fair berada di posisi seimbang untuk bisa menemukan itu dimana. Sebenarnya selain item komponen yang jadi perdebatan adalah berapa nominal angka yang harus diputuskan. Selain di nominal angka itu juga saya pikir pasti ada titik-titik kompromi, negosiasi, dalam arti yang terbaik buat keduanya seperti apa. Tapi yang jelas dengan hanya 60 item komponen itu sungguh tidak layak untuk saat ini. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending