KBR68H, Jakarta - Isu penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi salah satu topik terhangat dunia. Sejumlah media internasional telah melaporkan berita yang tidak mengenakkan tersebut di laman online mereka.
The Guardian menayangkan berita dengan judul Revealed: Australia tried to monitor Indonesian president's phone (Terungkap: Australia mencoba untuk memantau telepon presiden Indonesia). Di situ dijelaskan bagaimana agen mata-mata Australian Signals Directorate (ASD), berusaha menyadap panggilan telepon pribadi SBY.
Apakah kasus penyadapan oleh Australia ini berpengaruh terhadap citra politik Indonesia di dunia internasional? Simak perbincangan penyiar KBR68H Nanda Hidayat dan Sutami dengan analis politik dari IndoBarometer M Qodari dalam program Sarapan Pagi.
Siapa yang diuntungkan dari krisis ini?
Saya kira sih sampai sejauh ini belum kelihatan yang terlalu diuntungkan. Kalau bicara aktor yang paling dominan dan paling berperan adalah SBY, baik karena dia yang kena sadap maupun dia adalah pimpinan Republik Indonesia. Di satu sisi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pak SBY menarik duta besar lewat Menteri Luar Negeri, penghentian sementara semua kegiatan kerjasama termasuk kerjasama militer yang sedang berlangsung di Australia. Saya kira sampai sejauh ini dianggap cukup baik ya direspon dengan cukup positif oleh berbagai kalangan, tidak hanya oleh media atau masyarakat tapi juga kalangan elit yang notabene kritis kepada SBY. Tapi di sisi yang lain sebetulnya sebelum semua tindakan yang dianggap bagus ini SBY dipermalukan, pemerintah dipermalukan karena dianggap tidak kompeten tidak mampu mengantisipasi adanya penyadapan oleh pihak luar. Jadi sebelum tindakan yang dianggap positif itu sebelumnya dianggap negatif oleh publik maupun oleh media.
Bisakah kita melihat ini sebagai suatu upaya sikap perbaikan dari pemerintah terkait dengan informasi penyadapan yang dilakukan oleh Amerika yang dibocorkan oleh Snowden sebelumnya?
Saya kira yang dianggap tidak tegas selama ini bukan berkaitan dengan penyadapan ya. Berkaitan dengan isu-isu yang lain misalnya berkaitan dengan isu imigran yang masuk ke Australia lewat Indonesia, lalu berkaitan dengan sikap Indonesia terhadap beberapa kalangan atau pemerintah Australia yang dianggap memberikan angin kepada gerakan Papua merdeka. Walaupun di masa lalu terjadi juga tindakan yang serius dari pemerintah Indonesia berupa penarikan duta besar seperti kali ini, ya walaupun tidak lama kemudian duta besarnya kembali lagi ke Australia. Itu pernah berkaitan dengan sikap pemerintah Australia yang dianggap memberikan angin kepada aktivis OPM. Tapi saya kira memang dalam konteks seperti sekarang ini sejauh saya melihat Australia menjadi musuh bersama. Justru aktor-aktor politik di dalam negeri baik dari Demokrat, Golkar maupun partai oposisi itu ramai-ramai cari muka semuanya ‘mengutuk’ Australia. Jadi ya karena ada sentimen nasionalisme dalam isu penyadapan Australia ini ya semuanya berselancar dalam isu nasionalisme itu. Tapi sampai sejauh ini kalau saya lihat semuanya tergantung kepada reaksi dari pemerintah Australia apa yang akan mereka lakukan. Awalnya dari Perdana Menteri Tony Abbot seolah-olah tidak mau minta maaf tapi belakangan akhirnya dia menyatakan rasa penyesalan karena rasa malu yang diderita Pak SBY dan akan segera menjawab surat yang dikirim Pak SBY. Sempat diperkirakan akan timbul eskalasi karena adanya Twitter dari politisi Australia yang menyerang Menteri Luar Negeri dan Pak SBY. Tapi dalam waktu satu hari bahkan kurang akhirnya politisi Australia itu akhirnya meminta maaf. Kalau saya melihatnya ini kecenderungannya kepada cooling down.
Bagaimana kemudian dengan sikap masyarakat berbeda dengan sikap nasionalisme ditunjukkan ketika Indonesia bersitegang dengan Malaysia. Apakah masyarakat juga sadar bahwa pendidikan politik ke depan ini bisa jadi dimanfaatkan untuk jelang pemilu 2014?
Sebetulnya tergantung dari reaksi masyarakat terhadap pemahaman masyarakat terhadap penyadapan itu. Saya kira memang penting sekali untuk menyadari atau memahami apa maksud dan tujuan dari penyadapan itu. Selama ini retorika dari pemerintah Indonesia mengatakan tidak menyangka, katanya teman, katanya tetangga yang baik tapi kenapa kami disadap harusnya lawan bukan kawan. Tapi kemarin saya baca sebuah tulisan yang sangat mencerahkan oleh Hamid Awaluddin di harian Kompas, dia menduga atau memberikan gambaran kemungkinan penyadapan yang dilakukan pada masa itu itu disebabkan mendengar isu bahwa Indonesia akan membeli kapal selam jenis Kilo dari Rusia. Kapal selam jenis Kilo itu kemampuannya luar biasa dahsyat dan itu di atas kemampuan kapal-kapal selam dan militer Australia. Hamid Awaluddin menceritakan beberapa indikator bahwa pada saat itu memang Indonesia ada rencana untuk membeli kapal selam Kilo. Jadi Australia waktu itu diperkirakan melakukan penyadapan karena ingin tahu betul tidak Indonesia ingin membeli kapal selam itu. Jadi kalau diberikan konteks ke arah sana menurut saya orang akhirnya mungkin bisa memahami, kita juga kalau mendengar katakanlah Malaysia atau Singapura mau membeli senjata yang dahsyat luar biasa kira-kira intelijen Indonesia diam saja atau mencoba melakukan penyadapan juga walaupun penyadapan ala melayu. Memang penyadapan ini tidak berlangsung terus menerus ya paling tidak dari data yang dibocorkan hanya pada periode tertentu. Kalau saya sebetulnya ya penyadapan itu sesuatu yang negara lakukan terhadap kawan maupun lawan tetapi jangan ketahuan, kalau ketahuan yang disadap malu yang melakukan penyadapan harus minta maaf begitu saja.
Ada yang agak sedikit sinis komentarnya bilang ini untuk meningkatkan elektabilitas Demokrat yang sekarang sedang merosot, komentar anda?
Ya mungkin ada spekulasi semacam itu ya tapi saya kira tidak. Karena sumber skandal ini dari Edward Snowden kontraktor NSA Amerika dan isu penyadapan ini juga terjadi di seluruh dunia. Memang Amerika dan konco-konconya termasuk Autralia itu bikin kesal seluruh dunia karena mereka menyadap semua orang. Ya harus kita ingat sebelum ramai-ramai SBY disadap yang pertama malu itu Angela Merkel, dia disadap oleh Amerika. Kita bayangkan Jerman saja disadap bagaimana Indonesia.
Tapi waktu itu penyelesaiannya lebih baik oleh Obama ya?
Iya saya kira seperti itu. Tony Abbott itu dia perdana menteri baru, kemudian tipologinya karakteristik agak keras dari cerita yang saya dengar. Jadi reaksi spontan dia barangkali seperti jawaban dia pertama kepada parlemen Australia tidak harus meminta maaf untuk hal yang dia lakukan untuk menjaga kepentingan bangsa da negara baik di masa lalu maupun sekarang. Itu jawaban yang secara politis harus dia sampaikan untuk audiens di dalam negeri dan memang forumnya parlemen. Tapi kemudian dia juga harus menjawab kepada Indonesia, barulah keluar pernyataan kedua kami menyesal. Ini persoalan luka hati, luka hati harus diobati dengan permintaan maaf.