KBR, Jakarta - Sudah sebulan ini anggota DPR dilantik dan seharusnya mulai bekerja. Tapi apa yang terjadi sungguh jauh dari itu. PDI Perjuangan, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Hanura dan Partai Persatuan Pembangunan versi Romahurmuzy mengajukan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR sekarang. Mereka justru mengajukan paket pimpinan DPR baru setelah Koalisi Prabowo menyapu bersih seluruh kursi pimpinan komisi.
Dengan adanya pimpinan DPR tandingan, artinya kinerja DPR terhambat untuk membahas program-program pemerintah terutama pembahasan APBN-P 2015.
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting menyebut DPR masih belum bisa move on. Berikut penjelasan selengkapnya.
Sudah sebulan dilantik DPR hingga kini belum bekerja juga, menurut Anda bagaimana?
“DPR belum move on. DPR masih menang-menangan sesama mereka, masih galau mungkin alay.”
Apa yang lihat dari tarik ulur yang ada belum bisa sesuai ekspektasi publik?
“Itu yang saya tidak mengerti ya kenapa masih menang-menangan begitu. Padahal jelas sekali ekspektasi publik meminta mereka lebih saling mengutamakan konsensus. Kemarin saya merilis survei juga, bahwa 74,5 persen masyarakat Indonesia yakin dan optimis dengan kepresidenan Jokowi. Padahal yang milih Jokowi-JK cuma 53 persen, artinya masyarakat kita sudah menganggap Jokowi-JK presiden Indonesia dan semua pemilih partai sama seperti itu. Tapi elit-elit politiknya masih saja dengan agenda masing-masing, menang-menangan, tidak mau saling kompromi.”
Koalisi mana yang Anda sebut alay?
“Dua-duanya. Ini yang satu mungkin KIH terlalu curiga terhadap KMP, KMP-nya sepertinya terlalu mendikte itu yang jadi persoalan. Seharusnya mereka kembali ke azas awal perundang-undangan bahwa semua keputusan proses di DPR itu harus mengutamakan musyawarah mufakat.”
Ada budaya yang ditinggalkan yaitu budaya musyawarah yang selama ini dilakukan DPR ya?
“Iya betul, kembali saja kesitu dulu - dimusyawarahkan. Sekarang salah satu masalah itu adalah mereka tidak menyepakati bagaimana cara memilih para pimpinan AKD (alat kelengkapan dewan). Jadi sebelum memulai proses memilih pimpinan itu kenapa dua-duanya tidak mau duduk bersama, oke pertama kita musyawarah dulu bagaimana menentukan pimpinan. Lalu setelah itu apa pun hasil musyawarah kita laksanakan, kan begitu. Tapi itu dilakukan melalui forum yang dimiliki DPR yaitu forum lobi dan konsultasi.”
“Kalau sekarang KMP berkeras bahwa proses sudah harus jalan, KIH beranggapan bahwa musyawarah mufakat belum dijalankan. Jadi seperti tidak ada ruang kompromi meskipun Pak Agus Hermanto bilang sudah komunikasi terus, ya komunikasi sih komunikasi tapi yang kita maksud bukan komunikasi dua orang setelahnya tidak ada apa-apa. Tapi komunikasi yang substansi punya kesepakatan.”
Apa yang dicurigai oleh kedua koalisi ini?
“Saya sebenarnya agak kurang begitu mengerti apa masalahnya. Tapi kalau kita lihat dari tingkah laku mereka kita bisa mengatakan KMP sepertinya punya semangat sapu bersih, 100 persen atau punya semangat mengurung PDIP. Mungkin dengan partai lain tidak, tapi PDIP mau dikurung habis-habisan. Kalau Prabowo sepertinya sudah move on sama Jokowi. Di sisi lain Koalisi Indonesia Hebat merasa terkurung, curiga melulu sama agenda-agenda KMP ini mungkin juga agak trauma karena sudah lima kali kalah. Proses ini diperparah oleh kondisi di PPP.”
Kalau Anda melihat kedua koalisi yang masih belum move on nanti dampaknya ke kinerja DPR bagaimana?
“Ya yang paling rugi DPR sendiri karena mereka jadi tidak bisa bekerja. Jangan lupa DPR bukan cuma mengikuti ageda pemerintah tapi punya agenda sendiri juga kan ada Prolegnas (Program Legislasi Nasional - red) antara lain banyak RUU yang diinisiasi oleh DPR. Jadi yang pertama rugi minimal pada awalnya DPR sendiri karena tidak bisa bekerja. Kalau pemerintah mungkin 3-4 bulan ke depan bisa langsung bekerja karena banyak aturan yang tidak perlu persetujuan DPR terlebih dahulu untuk dilaksanakan, tinggal dilaksanakan saja nanti setelah dilaksanakan DPR baru bisa melakukan pengawasan. Misalnya program-program pemerintah itu dijalankan pemerintah, DPR harus melakukan pengawasan tapi kalau DPR tidak bisa bekerja maka ya tidak ada yang mengawasi pemerintah jadi jalan terus.”
Paling dekat ini soal Perpu dan APBN-P bagaimana?
“Soal Perpu itu sekarang masih jadi domain pemerintah. Jadi selama DPR tidak bekerja maka Perpu itu jalan terus, kan tidak ada pembatalan terhadap Perpu itu. Selama Perpu belum dibahas oleh DPR maka Perpu jalan terus. Jadi pihak-pihak yang tidak menginginkan Perpu itu diteruskan malah rugi sebetulnya, tidak terakomodasi agendanya. Saya kira dalam soal Perpu tidak akan ada masalah, akan jalan terus paling nanti di ujung kita lihat bagaimana. Kalau misalnya ternyata di ujung melalui Perpu ini kerugiannya adalah kalau Perpu ini terus jalan, misalnya tujuh bulan ke depan KPU mempersiapkan proses serentak September 2015 tiba-tiba di ujung bulan Agustus 2015 DPR memutuskan Perpu itu dibatalkan. Yang terjadi adalah pemborosan negara, rakyat lagi yang rugi tapi rakyat menyalahkan DPR.”
PR besar apa yang harus diselesaikan oleh DPR selain Perpu tadi?
“Nanti akan ada soal mereka harus siap-siap dengan APBN-P. Kemudian soal penggabungan dan pemisahan kementerian harus dibahas juga karena akan ada pemisahan anggaran untuk masing-masing kementeriann. Tapi sebelum itu kalau mereka tidak bisa bekerja saya kira pemerintah bisa jalan terus dengan berdasarkan unit-unit yang ada. Kan tidak mungkin pemerintah menghentikan proses pembangunan, proses pemerintahan. Jadi ada mekanisme konstitusional yang dipakai oleh pemerintah untuk menjalankan pemerintahan.”