KBR, Jakarta – Bulan depan, Kementerian Agama akan mengumpulkan sekitar 50-an pondok pesantren untuk melakukan kegiatan deradikalisasi pendidikan agama. Program ini dibuat lantaran ada kecenderungan paham radikal masuk lewat isu agama. Lewat pelajaran konstitusi, Lukman mengaku ingin memberikan pemahaman dasar agama yaitu welas asih.
Pendidikan deradikalisasi ini, kenapa menyasar pesantren?
“Jadi idenya itu saya ingin agar kesadaran berkonstitusi itu juga tumbuh dengan baik di lingkungan pondok-pondok pesantren kita. Apalagi sekarang ada kecenderungan, tuduhan, bahwa sebagian pesantren dituduh sebagai sarang terorisme. Kemudian agama Islam khususnya dijadikan alasan atau sandaran untuk menyebarluaskan paham-paham radikalisme padahal sesungguhnya tidak begitu. Karenanya saya merasa perlu agar lingkungan pondok pesantren itu sebagai institusi keagamaan yang paling depan untuk menghadapi negatif seperti itu, karenanya harus dibangun kesadaran berkonstitusi.”
“Itulah kenapa Kementerian Agama bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi untuk mendesain sebuah program pelatihan yang melibatkan para pengasuh, pengelola pondok pesantren untuk mereka kemudian bisa lebih mendalami keindonesiaan kita melalui konstitusinya.”
Bentuk pengajarannya seperti apa?
“Ini seperti orientasi, pelatihan. Lalu kita mengundang narasumber sekaligus fasilitator, kemudian kita menyampaikan beberapa pemikiran lalu kita mendiskusikan dengan mereka. Kita perbanyak metodenya dengan studi kasus, kita ingin lebih memperkaya wawasan mereka dengan studi kasus lalu mereka diskusikan secara kelompok lalu mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Metodenya partisipatif lebih melibatkan mereka untuk berperan serta.”
(Baca juga: Deradikalisasi Teroris Seperti Perang Merebut Hati)
Jadi pengajar itu didatangkan dulu kemudian diskusi baru nanti turun ke pondok-pondok pesantren?
“Iya jadi kegiatan ini melibatkan puluhan pesantren. Pesertanya sekitar 150 orang dalam sebuah pertemuan, nanti kita menghadirkan sejumlah narasumber ahli tata negara, ahli hukum agama. Lalu kita hadirkan sejumlah fasilitator untuk kemudian bersama-sama seluruh peserta untuk mendalami materi-materi, itu berlangsung sekitar tiga hari.”
Itu nanti ditularkan ke masing-masing pondok pesantren ya?
“Iya kita berharap ini kegiatan periodik, dalam setahun bisa 6-7 kali. Kita berharap lalu kemudian ya dilakukan dari Sabang sampai Merauke lebih menjangkau seluruh tenaga pondok pesantren.”
Pondok pesantren mana saja yang disasar dan seperti apa?
“Iya tentu untuk pertama ini sementara Jawa dulu. Tapi untuk berikutnya ya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan seterusnya.”
(Baca juga: Gaung Deradikalisasi di Konferensi Ulama Internasional)
Contohnya pondok pesantren apa?
“Banyak sekali, saya tidak hafal dan sekarang sedang didata oleh teman-teman staf direktorat pondok pesantren.”
Kalau untuk tahap awal ini berapa yang disasar di daerah Jawa?
“Jadi kalau misalnya satu pesantren itu 2-3 orang ya mungkin akan ada sekitar 50 pesantren.”
Butuh waktu berapa lama proses deradikalisasi?
“Ini proses jangka panjang. Menurut saya ini proses yang tidak berkesudahan apalagi ditengah-tengah era globalisasi seperti sekarang dimana masuk nilai-nilai asing yang begitu leluasa tanpa filter yang boleh jadi nilai-nilai itu bertentangan dengan keindonesiaan kita, maka program deradikalisasi seperti ini butuh waktu yang panjang.”
Menurut Anda program ini akan langsung bisa diterima di ponpes atau seperti apa?
“Pondok-pondok pesantren itu justru yang mengawali. Mereka yang menghendaki ini segera dilakukan oleh pemerintah, ada tuntutan yang tinggi justru dari mereka sendiri. Namun menjawab pertanyaan Anda tentu radikalisme itu persoalannya kompleks, penyebab atau pemicu munculnya radikalisasi itu bisa juga karena faktor ekonomi, sosial, tidak bisa dipungkiri juga karena paham keagamaan tertentu. Program yang akan saya kembangkan bersama MK ini adalah dalam rangka untuk memberikan pemahaman keagamaannya. Jadi membangun pondasi dari sisi paham keagamaan bahwa radikalisasi itu adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan ajaran agama. Kita ingin membangun pondasi pertahanan kesadaran keagamaan terkait dengan kesadaran berkonstitusi ini.”
(Baca juga: Ratusan Teroris Bebas pada 2017)