Bagikan:

Jay Subiakto: Saya Takut Orang Kira Itu Saya yang Bikin

Banyak relawan yang memilih untuk menonton Syukuran Rakyat dari rumah saja.

BERITA

Jumat, 24 Okt 2014 13:53 WIB

Author

Nurika Manan

Jay Subiakto: Saya Takut Orang Kira Itu Saya yang Bikin

Jay subiakto nonton syukuran rakyat dari rumah

KBR, Jakarta - “Tanpa 5 Juli tidak akan ada 20 Oktober,” begitu kata penata artistik Jay Subianto yang sejak awal mendukung majunya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Jay adalah orang yang menata panggung di Konser Salam Dua Jari pada 5 Juli lalu, juga menata panggung untuk perhelatan Syukuran Rakyat di Monas. Tapi kali ini, Jay justru memilih untuk tinggal di rumah dan menonton acara itu dari televisi saja. Kepada Reporter KBR Nurika Manan, Jay bercerita soal alasan di balik keputusannya. 


“Jadi sebenarnya untuk yang konser Salam 3 Jari ini memang saya dimintanya untuk merancang panggungnya saja tapi konsepnya sudah ada yang buat. Jadi saya tidak ganggu gugat ya sudah saya bikin panggungnya saja.” 


Jadi panggung yang kemarin Anda bikin masih tetap berdiri ya?


“Iya, masih tetap tapi ada penambahan yang akhirnya bukan otoritas saya lagi. Contohnya seperti ada kapal. Tapi terutama yang saya takutkan orang kira itu saya yang bikin jadi susah untuk konfirmasi, dikira konsepnya juga saya yang bikin padahal ada beberapa konsepnya yang saya tidak setuju.” 


Konsep apa yang asli dari Anda?


“Jadi sebenarnya yang pertama saya bilang harusnya panggung itu hanya diisi oleh band-band nomor wahid di Indonesia. Ada grup band paling hebat, solois perempuan dan laki yang paling hebat, ada paduan suara begitu, jadi tidak seperti dulu lagi. Karena ini sudah acara boleh dibilang acara kenegaraan, sudah ada presiden terpilih dan kita harus tunjukkan bahwa kesenian kita yang nomor satu. Terus seperti lampion saya tidak setuju, lampion itu bukan kebudayaan kita. Kenapa harus ikut-ikutan? Kenapa tidak cari ide yang lain? Kemudian ada penganugerahan dari MURI yang kategorinya sepertinya dicari-cari. Harusnya tidak usah begitu. Yang penting Pak Jokowi ada di situ, ada tumpengan terus muncul kesenian kita yang nomor satu.”


Karena itu memilih untuk tidak datang? 


“Iya karena saya takutnya kalau saya muncul dikira saya yang bikin semuanya. Padahal ini sudah banyak sekali yang ikut.” 


Ikut campur tangan maksudnya?


“Betul. Dari konsepnya, dari acaranya sehingga saya pikir ah mendingan di rumah saja nonton TV. Jadi memang sukarelawan yang lain juga di rumah seperti Mira Lesmana, Riri Riza semua di rumah saja nontonnya.” 


Apakah dukungan Anda berkurang setelah tidak datang ke konser itu?


“Sebenarnya tidak. Cuma saya ingin tahu Pak Jokowi benar-benar tahu. Karena di konsep yang kemarin itu ada yang namanya Jay Wijayanto juga takutnya namanya mirip, nanti dikira saya. Dukungan pasti tidak berubah cuma waktu itu saya bilang bahwa klimaksnya itu sudah di 5 Juli di Salam 2 Jari. Karena tanpa 5 Juli tidak ada 20 Oktober, itu yang harus diingat. Dan kita sebagai sukarelawan yang murni. Begitu Pak Jokowi sudah dipilih sudah kita kembali ke profesi kita lagi. Tidak yang terus datang-datang ke Istana atau minta jabatan tidak. Kita akan kembali justru jadi parlemen jalanan yang menanti, mengkritik, dan mengawasi janji-janji Pak Jokowi sebelumnya.” 


Tapi ada yang bilang konser penutup kemarin sebagai wujud persatuan Salam 3 Jari. Menurut Anda bagaimana?


“Kalau saya bilang sudah berubah. Karena waktu 5 Juli itu ada konsekuensi dari kita ya waktu itu banyak teman saya yang saya ajak takut, tidak mau nanti ada kerusuhan, kemudian mereka bilang nanti kalau yang nomor 1 menang bagaimana. Jadi banyak yang takut. Sementara waktu itu saya bilang ke keluarga, saya mau ikut ini tapi kalau sampai yang menang nomor 1 siap-siap saja saya pasti dipenjara. Jadi ada konsekuensinya. Kalau kemarin tidak ada dan banyak oportunis baru yang tiba-tiba mungkin dia tadinya tidak mendukung sekarang karena sudah tahu yang menang ya dia pura-pura dukung Pak Jokowi. Jadi kalau saya bilang momentum kita berjuang adanya di 5 Juli, momentum adanya tiba-tiba sampah bisa bersih itu di 5 Juli, kemarin masih ada sampah. Berarti bukan pendukung murni lagi.” 


Kabarnya pekan ini ada pameran Anda di Yogyakarta, itu pameran foto-foto Pak Jokowi? 


“Iya betul. Jadi ini pameran dari 31 fotografer yang dibuat oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara yang dikuratori oleh Oscar Motuloh. Ini kita bikin buku khusus tentang musik untuk demokrasi 5 Juli. Jadi buku ini hanya memuat foto-foto yang dibuat selama 4 jam dari jam 2 sampai jam 6 sore pada 5 Juli. Ini kita sudah pamerkan di Grand Indonesia selama seminggu dan sekarang saya bawa ke Yogyakarta di Bentara Budaya sampai tanggal 25 Oktober.” 


Itu termasuk foto yang Anda ambil dengan mempertaruhkan nyawa itu ya?


“Betul.” 


Terkait dengan tarik ulur pemilihan menteri, ada komentar atau bentuk kritik dari teman-teman seniman, salah satunya Anda? 


“Iya jadi saya bilang begitu saham sudah naik kemarin ini kalau diumumkan kemudian ada pilihan menteri-menteri yang tidak berkenan atau punya rapor merah itu saham bisa turun lagi. Jadi dia harus sangat hati-hati jangan sampai ada kompromi politik. Jangan ada pilihan karena bagi-bagi partai. Ini sangat krusial karena dari rumor yang beredar orang-orang ini kita lihat memang banyak ternyata orang ini mau dicalonkan. Jadi kita tahu kalau kabinetnya saja banyak titipan, sementara kita tahu ketua MPR dan ketua DPR kita juga tahu itu punya masalah bagaimana kalau tiba-tiba di kabinetnya sendiri ada orang bermasalah.” 


Bentuk kritiknya kira-kira akan seperti apa? 


“Bentuk kritiknya ya kita pasti bisa bergerak lagi. Karena dia harus ingat bahwa dulu waktu kita bikin di GBK malam sebelumnya Pak Jokowi tanya bagaimana bisa mengisi GBK ini, saya bilang tidak ada yang bisa jamin tapi saya yakin kalau sosok baik yang maju pasti ada orang. Walaupun waktu itu jam 2 siang saja masih sepi tapi tiba-tiba datang orang banyak. Itu benar-benar ada suatu harapan yang tertancap di masyarakat, kalau mereka sampai dikecewakan sebenarnya tidak usah kita kritik juga pasti sudah kita maju lagi.” 


Dulu berarti H-1 Pak Jokowi sempat sangsi penuh tidak ya GBK ini?  


“Iya. Jadi waktu malam dia datang ke sana dia lihat betapa luasnya GBK itu, bagaimana cara mengisi, siapa yang mau datang dan itu bulan puasa diramalkan hujan. Tapi ternyata tanpa ada mobilisasi orang jalan kaki semua, semua lapisan datang ternyata bisa.” 


Salah satu komitmen Jokowi adalah memajukan ekonomi kreatif. Anda punya gagasan yang bisa Anda tawarkan untuk Jokowi terkait kemajuan ekonomi kreatif di Indonesia?


“Iya kalau saya bilang justru yang harus diganti adalah Menparekraf, istilah pariwisata dan ekonomi kreatif. Sebenarnya semua jenis ekonomi itu sebenarnya kreatif, jadi jangan rancu berarti ada industri yang tidak kreatif. Jadi jangan rancu sama Departemen Perdagangan karena kalau saya lihat ekonomi kreatif ini cuma anggap sesuatu yang berkesenian itu harus bisa dijual, apalagi digabung sama pariwisata. Jadi semua hanya lihat jual. Padahal dalam kreativitas itu ada nilai suatu kebudayaan. Kebudayaan itu bukan kesenian tapi apa yang kita hasilkan akal budi pikiran suatu bangsa. Saya dari dulu sebenarnya maunya ada Kementerian Kebudayaan karena kebudayaan itu sangat penting, jangan digabung sama yang lain-lain. Karena kebudayaan itu hasil pikiran dari sebuah negara yang bisa menciptakan hal-hal yang berguna buat orang banyak. Sementara ini salah terus.”  


Sebenarnya apa tantangan  terberat Jokowi di sektor bidang ekonomi kreatif ini? 


“Kalau saya bilang yang paling krusial menanti kabinet. Karena siapa yang akan membantu dia yang akan memegang kabinet ini selain dia. Karena kalau saya bilang ekonomi itu sekarang sebenarnya harus konsentrasi ada yang makro dan mikro. Ekonomi kreatif sebenarnya selama ini jalan saja seperti di Bandung dan Yogyakarta. Ekonomi kreatif sebenarnya sudah jalan tanpa ada pemerintah. Kita lihat bahwa seniman yang belajar desain produk. Karena saya yakin kalau namanya ekonomi kreatif yang ada di otaknya misalnya Pak Affandi bisa melukis, kalau Menparekraf tanya bisa tidak melukis dalam sehari 100 lukisan. Jadi Menparekraf tidak tahu ada nilai, ada seniman ada pengrajin. Kalau pengrajin setiap hari bisa bikin yang dijual tapi kalau seniman tidak. Seniman musik juga begitu bisa menjual  tapi tidak bisa dalam sehari bikin banyak. Saya menyayangkan kreativitas dijadikan industri padahal harus dibagi karena ada yang bernilai ada yang pengrajin. 


Harapan Anda ke Jokowi-JK sekarang ini apa?


“Harapan saya adalah mereka berdua harus jadi dwi tunggal yang saling membantu dan jangan pernah berubah begitu kekuasaan ada di pundak kita. Karena biasanya kita lupa begitu ada kekuasaan dan sebenarnya dwi tunggal ini bagus, Pak Jusuf Kalla tahu benar tentang dagang tapi membuat kebijakan itu lain lagi. Dia memang bisa berhasil sebagai pedagang tapi membuat kebijakan harus negarawan yang punya pandangan yang luas jauh ke depan. Kita harus punya rencana pembangunan 20 tahun ke depan, jangan hanya ada aksi kemudian ada reaksi tapi kedepannya seperti apa semua harus jangka panjang.”     


Simak rekaman wawancara dengan Jay Subiakto di sini




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending