KBR68H, Jakarta - Kebakaran lahan gambut di Indonesia menyumbang 25 persen dari total emisi karbon Indonesia. Meski demikian jika diolah secara benar, lahan gambut bisa diubah menjadi lahan pertanian produktif. Sejumlah lembaga belakangan gencar mengenalkan pengolahan lahan gambut tanpa melakukan pembakaran lahan. Balitbang Kementerian Pertanian misalnya, menganjurkan warga yang hendak mengolah lahan gambut untuk membuat kanal terlebih dulu.
Gunanya agar lahan gambut tak terlalu kering. Sementara untuk mengurangi tingkat keasaman lahan digunakan sejumlah bahan campuran mulai dari pakan ayam sampai jeruk lemon. Salah satu daerah yang menerapkan cara ini adalah kelompok petani di Kalimantan Barat.
Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki karakter unik dan hanya dijumpai di beberapa wilayah di Indonesia saja. Salah satunya adalah Kalimantan. Selain itu gambut juga dipercata mampu mereduksi tingkat karbon. Namun, apabila dilihat dari konteks pertanian, sangat sulit mengubah lahan gambut menjadi lahan pertanian. Ini lantaran tingkat kesuburan yang rendah. Sehingga membutuhkan satu teknik-teknik dalam pengelolaan lahan gambut ini.
"Di Kalimantan Tengah, pernah dilakukan pembukaan lahan gambut seluas sejuta hektar. Namun sayangnya, hal itu tidak dipertimbangkan dampak lingkungannya. Sehingga terjadi kegagalan. Akhirnya lahan gambut yang sudah kering itu mengakibatkan kebakaran yang meluas," tutur Direktur LSM Lingkungan WALHI Kalimantan Tengah, Ari Rompas.
Sejak zaman Kolonial Belanda memang sudah diperkenalkan pola-pola untuk mengelola lahan gambut. Namun yang dianggap terbaik adalah pengelolaan secara tradisional. Yakni dengan membuat kanal yang berfungsi sebagai pengatur aliran air. “Sehingga nantinya bekas lahan gambut bisa ditanami berbagai macam jenis tanaman. Mulai dari padi hingga karet,” terangnya.
Namun, sebagian besar lahan gambut yang ada di Kalimantan mengalami kerusakan yang parah. Hal ini disebabkan lantaran pembukaan perizinan sawit yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Hal ini disesalkan oleh petani setempat. Mereka menilai pemerintah lebih memilih pengusaha-pengusaha itu ketimbang mensejahterakan petani lokal.
“Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh para pengusaha yang hendak membuka lahan gambut untuk dijadikan area perkebunan sawit. Selain itu tidak jarang juga menimbulkan konflik antar petani dan pihak perusahaan,” ujar Salah satu petani di Kalimantan Barat, Norhadi.
Saat ini menurutnya, para petani di Kalimantan Barat memilih untuk tidak lagi menggunakan metode pembakaran untuk membersihkan lahan gambut. Sebab, menurut pengalaman mereka, lahan gambut yang dibakar dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Umumnya tanah hanya akan subur selama lima tahun saja. "Sementara dengan cara tradisional, tanah bisa bertahan hingga puluhan tahun," katanya Norhadi.
Hal itu juga diamini oleh Ari Rompas. Menurutnya, cara-cara lama yang dinilai tradisional malah justru lebih ampuh dalam hal pengelolaan lahan gambut ini. Karena setiap praktek maupun metode yang digunakan oleh masyarakat tradisional di sana dilakukan berdasarkan pengalaman mereka. "Bagaimanapun, mereka lebih mengetahui cara-cara bagaimana untuk tetap membuat tanah yang tadinya ditumbuhi gambut menjadi terus gembur," ujarnya.
Sebagian Besar Lahan Gambut di Kalimantan Rusak Parah
KBR68H, Jakarta - Kebakaran lahan gambut di Indonesia menyumbang 25 persen dari total emisi karbon Indonesia. Meski demikian jika diolah secara benar, lahan gambut bisa diubah menjadi lahan pertanian produktif.

BERITA
Kamis, 03 Okt 2013 12:44 WIB


lahan gambut, kalimantan, rusak parah
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai