KBR68H, Jakarta - Indonesia merugi hingga Rp 56 triliun tiap tahun akibat sanitasi buruk. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, sanitasi Indonesia sangat tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Hal ini karena demografi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau.
Dengan daya tahan dan angka harapan hidup yang lemah, Indonesia harus membayar mahal atas persoalan sanitasi. Apa sebenarnya permasalahan utama sanitasi di Indonesia? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Water Sanitatiin Program-World Bank, Marita dalam program Sarapan Pagi.
Sebetulnya yang utama tentang sanitasi ini masalah apa?
Sanitasi dan air minum keduanya tidak bisa terpisahkan karena kalau kita mau sehat cuci tangan tapi tidak airnya bagaimana. Tantangan keduanya adalah sebenarnya kalau kita lihat dari terutama limat tahun terakhir ini yang sudah dilakukan pemerintah, mitra, dan masyarakat kelihatannya sudah cukup baik. Karena dalam lima tahun terakhir peningkatan cakupan akses kita, masyarakat yang mendapat layanan air minum sanitasi sudah meningkat cukup tajam. Tetapi kalau kita bandingkan dengan target kita dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia ternyata masih banyak juga yang belum, sehingga ketika kembali lagi pada pertanyaannya tantangannya apa. Pertama adalah bagaimana caranya investasi yang kita lakukan ini artinya yang dilakukan dengan masyarakat ini betul-betul bisa dinikmati oleh masyarakat secara lebih banyak dan bersinambung. Karena banyak juga yang sudah kita lakukan tapi ternyata selesai bangun ya selesai, tidak lagi dimanfaatkan, sehingga tantangan terbesarnya disana. Tadi disampaikan mengenai kesadaran, usulan pemerintah ataupun masyarakatnya sendiri, kalau di perkotaan mengenai luas lahan yang sangat sempit itu adalah hal lain. Tetapi intinya adalah bagaimana kita bisa memastikan agar yang sudah kita lakukan ini bisa terus menerus.
Ketika ada kerugian setiap tahun Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun ini begitu buruk sebetulnya kualitas sanitasi dan air minum kita?
Iya betul. Jadi kebetulan itu adalah kajian yang kami lakukan tahun 2006 yang lalu, bahwa ketika Indonesia tidak melakukan perbaikan terhadap kondisi sanitasi kita kita akan mendapatkan kerugian Rp 56 triliun pada saat itu. Yang didapatkan dari dampak kesehatan, tourism, air, waktu, dan berbagai aspek lainnya termasuk juga sumber daya air. Ini semua bisa kita tanggung kalau kita tidak menangani sanitasi kita. Seperti disampaikan dari tahun 2006 lalu mestinya saat ini sudah lebih baik kondisinya, hanya saja ketika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga ternyata itu masih belum cukup, Indonesia masih lebih baik saja dari Kamboja dan Timor Leste.
Berarti masih jauh tertinggal ya?
Betul dibandingkan dengan negara lain yang tetangga kita yang negaranya tidak begitu besar dengan GDP lebih rendah dari Indonesia ternyata kita tidak lebih baik.
Kalau untuk di Indonesia sendiri daerah mana saja yang sanitasinya paling buruk?
Saya tidak bisa katakan mana yang paling buruk karena masing-masing kondisinya belum memungkinkan. Kalau bisa dikatakan perkotaan kondisi sanitasinya lebih baik dibanding pedesaan itupun tidak demikian. Karena kami telah melakukan research hampir sepuluh kota di Indonesia, di perkotaan kita yang katanya lebih baik dibanding pedesaan karena kita punya septic tank ternyata tidak begitu kondisinya. Yang katanya septic tank itu 95 persen bukan septic tank, karena yang namanya septic tank itu kedap dan mestinya disedot sehingga mengurangi potensi pencemaran terhadap lingkungan sekitar terutama air, kan kita banyak yang pakai air sumur. Ternyata tidak begitu, orang menyangka bahwa kalau septic tank tidak disedot artinya itu septic tank yang paling baik. Itu hampir seluruh wilayah Indonesia pemahamannya sama seperti itu, artinya semua kita memang harus berupaya lebih keras lagi.
Langkah-langkah beberapa tahun ke depan apakah kita punya semacam peta jalan atau rencana aksi untuk membenahi sanitasi kita?
Sudah. Alhamdulillah hampir 250 kabupaten/kota kita sekarang sudah punya strategi kabupaten/kota yang mana dari strategi sanitasi ini akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah setempa untuk melihat apa yang bisa mereka lakukan bersama kedepannya. Dimana strategi ini disusun berdasarkan survei langsung ke lapangan, mereka akan melihat mana kondisi prioritas yang harus ditangani kemudian program yang pas itu apa. Apa yang dilakukan tentunya tidak bisa sendiri tetapi harus bersama-sama, karena yang namanya air minum dan sanitasi ini urusannya tidak hanya masalah teknologi tapi juga tentang pemahaman, perilaku. Kemudian dari sisi institusi maka ada aspek kelembagaan, termasuk juga masyarakat. Kemarin juga disampaikan pada talkshow bahwa ini memang sudah kita lakukan, tetapi harus lebih giat lagi bahwa kita perlu memperlakukan masyarakat bukan sebagai konsumen tetapi penerima manfaat. Kita bicarakan dengan masyarakat apa yang memang menjadi permasalahan utamanya kemudian bagaimana pemecahannya kita bicarakan bersama. Ini sudah tertuang dalam strategi yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota, mudah-mudahan kita bisa segera mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat ini. Data terakhir dari BPS kelihatannya di tahun ini sudah cukup baik, kemarin Bappenas menyatakan demikian mudah-mudahan ini bisa diteruskan hingga tahun-tahun ke depan.
Seperti di Balikpapan mengaku sekolah-sekolah di sana kekurangan hampir puluhan ribu toilet yang layak. Karena sempat tercetus bahwa masyarakat kita lebih memilih memiliki handphone daripada memiliki toilet dalam rumah. Jadi kesadaran masyarakat seperti apa?
Pertanyaan yang bagus. Kalau beli handphone walaupun harganya banyak yang mahal sepertinya orang mampu-mampu beli saja. Karena dignity-nya kelihatan, ketika saya punya handphone merk X saya rasanya masuk pada kelas ekonomi tertentu. Kalau sanitasi, toilet ini tidak kelihatan sehingga ketika saya punya toilet di rumah atau tidak punya toilet di rumah tidak begitu kelihatan sama orang lain. Tetapi kemudian ini yang ingin coba diubah, kemarin pada saat World Toilet Summit di Solo yang lalu Ketua WTS menyatakan mereka punya impian bagaimana caranya mengubah mindset masyarakat agar yang namanya sanitasi itu seperti halnya kita membeli sesuatu yang mewah misalnya handphone. Sekarang semuanya sudah kejadian di beberapa tempat, misalnya di suatu desa boleh mengajukan izin menikah kalau di rumahnya sudah ada toilet, saya baru mau dilamar kalau yang melamar saya punya toilet di rumahnya. Ada contoh-contoh praktis di masyarakat yang itu disepakati bersama oleh masyarakat di tempat yang bisa jadi mungkin tidak berlaku di tempat lain. Tetapi kemudian ini memang belum semuanya kita bisa punya hal-hal demikian, ada beberapa hal yang mempengaruhi kok ada satu tempat yang punya kesadaran begitu ada yang belum ini yang menurut kami yang coba dikembangkan. Karena data kami menyatakan menyambung soal toilet di sekolah, keterkaitan antara kehadiran anak di sekolah dengan keberadaan di toilet ternyata dampaknya sangat erat. Hari ini ada talkshow dengan Menteri Pendidikan yang menyatakan bagaimiana eratnya kaitan antara sanitasi dengan sekolah karena di sekolah ketika kita memberikan pemahaman mengenai sanitasi kepada anak-anak kita juga mengharapkan bahwa anak-anak ini bisa menularkan perilaku sanitasi ini di keluarga.
Pada tahun 2009 Pak Boediono meluncurkan Program Percepatan Sanitasi Permukiman (PPSP), kalau dari pantauan World Bank ini apakah sudah berjalan dengan baik?
Program PPSP ini kami melihat bahwa program yang sangat komprehensif. Karena mulai dari akarnya, akarnya itu adalah kesadaran semua orang mengenai sanitasi itu penting. Mulai dari situ kemudian dilanjutkan dengan penggalian data yang tepat langsung kepada masyarakat, melihat dengan lebih jeli apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ini menurut kami hal yang sangat penting, karena semua dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik dengan masyarakat, berbagai pihak di daerah dan juga di pusat. Kemudian tidak hanya sampai pada perencanaan tapi sampai kepada investasi. Kalau kami melihat bukan kurang tetapi harus dilanjutkan karena memang fokus lima tahun ke belakang adalah penyadaran sampai pada planning yang kita harapkan ke depan bisa sama-sama mewujudkan apa yang sudah tertuang di dalam dokumen perencanaan itu.
Juga menganggarkan dana sebanyak-banyaknya?
Menurut kami anggaran iya menjadi faktor tetapi yang paling penting adalah willingness. Kemudian kemana fokus anggaran itu bisa dialokasikan, jangan sampai kita memang butuhnya X yang dialokasikan Y walaupun sama-sama sanitasi juga misalkan. Ini yang menjadi tantangan ke depan, saya pikir ini yang perlu kita lanjutkan.
Sanitasi yang Baik sama dengan Mempunyai Barang Mewah
KBR68H, Jakarta - Indonesia merugi hingga Rp 56 triliun tiap tahun akibat sanitasi buruk. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, sanitasi Indonesia sangat tertinggal dibandingkan negara-negara lain.

BERITA
Rabu, 30 Okt 2013 10:47 WIB


sanitassi, indonesia, barang mewah
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai