Ah kamukan anak perempuan, enggak usah ikut-ikutan deh! Pernah enggak mendengar penyataan seperti ini? Pembedaan perlakuan pada anak perempuan masih terjadi loh sampai saat ini, padahal hak perempuan laki-laki sudah dinyatakan setara. Itu sebab seringkali perempuan selalu menjadi korban kekerasan maupun ditelantarkan. Nah, 11 Oktober lalu seluruh perempuan di dunia memperingati hari Anak Perempuan Internasional. Dalam peringatan itu, kita sebagai anak perempuan diajak untuk berani bertindak dalam situasi apapun, terutama saat menghadapi bencana. Yuk kita simak Cerita Kita yang disusun Kak Evilin Falanta.
”Ketika malam hari saya sedang makan bersama keluarga tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat besar. Kami semua lari keluar, menggunakan armada yang berada disitu. Ditengah perjalanan saya sangat takut karena saya berpisah dengan keluarga saya," cerita Dania. Ia ingat betul peristiwa tiga tahun lalu. Ia masih kelas 6 SD saat Gunung Merapi meletus di Yogyakarta.
"(Waktu kamu ngalamin gempa di jogja gimana cara kamu bisa bertahan?) Saya mencoba mengalihkan rasa takut dengan bermain bersama teman-teman. (Nah, selama kamu pisah dengan orangtua kamu berada dimana?) Saya lari dengan kendaraan yang ada di rumah tetangga, terus di barak pengungsian baru ketemu sama keluarga. (Kamu berapa lama berada di pengungsian?) Dua bulan lebih, ya mungkin hampir tiga bulan,” Dania melanjutkan ceritanya kepada Kak Evilin Falanta.
Laporan global Because I Am A Girl (BIAAG) menyebutkan hampir 450 bencana terjadi di seluruh dunia dalam satu dekade terakhir ini. Nah, salah satu dampak bencana bisa bikin banyak anak-anak jadi putus sekolah. Dania juga hampir mengalaminya, ia harus berjuang agar tidak putus sekolah.
"Saya jadi ikut sekolah dekat pengungsian, tapi disana kurang nyaman. Teman-teman itu ngejek karena saya dari desa. (Terus gimana cara kamu tetap bertahan tetap sekolah walaupun diejek?) Ya, saya tetap bertahan saja karenakan sebentar lagi ujian untuk kelulusan kelas enam," ujar Dania.
Anak Perempuan Terabaikan
Bencana juga menjadikan anak-anak jadi korban bahkan hingga meninggal. Diantara korban tewas, anak perempuan biasanya yang paling banyak. Ini terjadi karena anak perempuan kerap ditelantarkan saat bencana terjadi. Malahan pembedaan perlakuan juga terjadi di pengungsian. Itu kata Ketua Organisasi Anak Perempuan Internasional, Pak Mark Pierce. ”Hasil penelitian kami membuktikan bahwa sudah terlalu sering anak dan remaja perempuan tidak memperoleh bantuan yang mereka butuhkan saat terjadi bencana, padahal mereka adalah kelompok yang paling rentan dalam situasi tidak kondusif,” tambah Pak Mark.
Makanya, perempuan dianggap paling berpotensi terabaikan hak-haknya.
Itu sebab saat peringatan hari Anak Perempuan Internasional 11 Oktober lalu, dunia diingatkan agar memperhatikan hak anak perempuan saat bencana. Anak perempuan jangan diabaikan deh!
Nah, kini apa komentar sobat teen soal pengabaian terhadap anak perempuan dalam bencana? Lintang, siswa kelas 1 SMA Diponegoro, Jakarta buka suara. "Cara bertahannya punya prinsiplah, kalau perempuan itu, misalnya saya, bisa buktiin kalau perempuan bisa sekuat laki-laki. Jadi, memotivasi diri sendirilah. Terus bisa tunjukin ke dunia kalau perempuan itu enggak lemah, buat belajar juga kayak misalkan ada bantuan dari orang lain untuk belajar kita coba ikuti," kata Lintang.
Dina yang duta anak internasional mengajak anak perempuan mandiri. "Tidak terlalu bergantung dengan orang lain, dan saya harus tahu bagaimana menyelamatkan diri saya. Ketika mereka menganggap diri mereka bahwa saya wanita yang harus ditolong sama laki-laki. Itu harus dihilangkanlah. Mereka harus berani dan tidak terlalu bergantung sama orang lain saat dalam bencana seperti itu," ujar Dina.
Yup! Perempuan itu bisa menjadi agen perubahan dalam situasi apapun. Seperti kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bu Linda Gumelar. Bu Linda juga mengajak kita untuk menghapus diskriminasi atau pembedaan pada perempuan sejak dini.
"Bahwa ketidaksetaraan gender akan berdampak pada nasib perempuan dan anak perempuan dalam situasi bencana dan posisi yang tidak setara akan semakin terpuruk dengan adanya kebutuhan khusus perempuan dalam situasi bencana. Untuk mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seyogyanya dimulai sejak anak usia dini di semua bidang kehidupan, terutama di bidang pendidikan," jelas Bu Linda.
Anak perempuan juga punya hak yang sama dengan anak laki-laki! Selamat Hari Perempuan Internasional ya!
Editor: Vivi Zabkie