KBR68H, Jakarta - Institut Dialog antar Iman atau Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia , disingkat Institut DIAN/Interfidei, sudah lebih 22 tahun hadir. Lembaga ini berdiri 1991. Sejak lembaga ini berdiri, para tokoh-tokoh pendirinya, Dr. Th. Sumartana, Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D., Dr. Daniel Dhakidae, Zulkifly Lubis, dan Dr. Djohan Effendi beserta para penerusnya terus berkonsentrasi pada dialog antariman.
Dialog antar iman sebetulnya sudah ada sebelum berdirinya lembaga ini. Direktur Eksekutif Abdurrahman Wahid Centre for Inter-Faith Dialogue and Peace Ahmad Suaedy mengatakan, ketika itu para pemuka agama yang terbuka sudah terbiasa duduk bersama dan berdialog. Ia menambahkan, di zaman orde baru tantangan kala itu adalah otoritarian pemerintah terhadap agama. Suatu ketika, ia mengaku pernah diprotes oleh tentara karena mengumpulkan para pemuka agama.
“Ada bu Gedong, Sumartana, Romo Mangun dan Gus Dur, saya dipanggil kepala koramil, ‘kamu mengumpulkan pemuka-pemuka agama, kalau mereka berkelahi bagaimana?’”, kenangnya dalam program Agama dan Masyarakat di KBR68H dan TEmpo TV, Rabu (23/10). Menurutnya, dialog antar agama seperti itu aneh bagi logika kekuasaan.
Dialog antar iman muncul untuk menjadi wadah bersama untuk menjembatani dialog-dialog antar agama. Direktur Dian Interfidei Elga Sarapung mengatakan, nama antariman dipilih untuk menghindari kekakuan dalam pengertian agama. “Ketika kita memakai kata agama, gambaran penyempitan makna itu terjadi. Apalagi masa itu (zaman orba), kata agama sangat melembaga. Iman lebih luas dan lebih terbuka pada semua orang,” ujarnya.
Ia mengenang, ketika itu pemerintahan Soeharto bahkan hanya mengaku lima agama resmi. Dialog antar-iman berdiri untuk menghindari konflik antar kepercayaan. Elga Sarapung mengatakan, dialog merupakan keniscayaan dalam perbedaan. “Kenapa tidak beri ruang untuk saling bertanya tentang agama lain untuk saling menghargai antar-agama?” tanya Elga dengan retoris.
Ia mengeluhkan, ketika awal berdiri, kendala yang ada selain dari pemerintah adalah ketakutan untuk melakukan dialog antar iman. Elga menceritakan, banyak yang takut iman mereka goyah setelah melakukan dialog antar iman. Menurutnya, kecenderungan ini ada tidak hanya di kalangan muslim, tapi juga Islam. Ia mencontohkan pernah ada seorang ibu muslim yang sebelum mengikuti acara interfide menilai agama selain yang ia peluk dengan hitam putih.
Dalam acara interfide, ibu ini mulai sekamar dengan pemeluk agama lain dan setelah berproses ia dapat menghargai pemeluk agama lain.
Setelah lebih dua dasawarsa, dialog antar-iman tidak lagi hanya menghadapi kendala dari pemerintah, tapi juga kecenderungan sectarian dalam suatu agama. “Dulu dialog antar-iman, sekarang perlu juga dialog antar sekte dalam satu agama, seperti FPI dan Anshor,“ saran Ahmad Suaedy.
Selain itu, kurikulum pendidikan agama juga perlu mengajarkan penghargaan terhadap perbedaan. Ia mencontohkan pengalaman anaknya yang masih kelas empat SD. “Anak saya pernah dapat PR, pertanyaannya, ‘apa yang kamu lakukan jika teman berbeda agama sakit?’, Saya ajarkan, perlu didoakan biar sembuh, anak saya disalahkan oleh gurunya,” katanya tentang tugas anaknya.
Direktur Institut Dialog antar Iman Elga Sarapung membenarkan hal itu. “Kemaren Kamis kami adakan seminar untuk guru-guru agama. Banyak ternyata yang sebelumnya takut memulai dialog antar-iman,” kisahnya tentang acara lembaganya di Yogyakarta yang menghadirkan guru-guru agama dari sekolah agama swasta. Elga mengaku optimis dengan masa depan dialog antar iman. Sebab, kesadaran mulai terbangun di mana-mana dan tidak hanya sekedar di kalangan aktivis. Suaedy menambahkan, optimisme tersebut beralasan. Sebab, seakarang bahkan muncul kepala daerah yang berani membela pluralisme meskipun kerap berseberangan dengan pemerintah pusat.
Editor: Doddy Rosadi
Perlu Ruang untuk Saling Menghargai Antaragama
KBR68H, Jakarta - Institut Dialog antar Iman atau Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia , disingkat Institut DIAN/Interfidei, sudah lebih 22 tahun hadir. Lembaga ini berdiri 1991.

BERITA
Kamis, 24 Okt 2013 09:03 WIB


inter faith, menghargai, antaragama
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai