Bagikan:

Pengolahan Limbah Domestik Masih Terabaikan

KBR68H, Jakarta - Di Indonesia baru ada 160 kabupaten/kota yang sudah melakukan pengolahan limbah tinja (limbah domestik). Padahal sistem sanitasi ini sangat penting bagi kesehatan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyebutkan, seseorang

BERITA

Kamis, 31 Okt 2013 16:08 WIB

Author

Pengolahan Limbah Domestik Masih Terabaikan

limbah domestik, masterplan, tata kota

KBR68H, Jakarta - Di Indonesia baru ada 160 kabupaten/kota yang sudah melakukan pengolahan limbah tinja (limbah domestik). Padahal sistem sanitasi ini sangat penting bagi kesehatan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyebutkan, seseorang tiap harinya membuang tinja seberat 125-250 gram. Jika saat ini seratus juta orang Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, maka setiap harinya kawasan perkotaan tersebut bisa menghasilkan 25.000 ton tinja. Namun sayangnya, hal seperti ini luput dari perhatian pemerintah daerah. Pasalnya, masih banyak pemerintah daerah yang belum memasukan pengolahan sanitasi dalam masterplan pembangunan tata kota.

Pengamat Perkotaan Nirwono Yoga mengatakan, ada dua hal permasalahan yang sangat mendasar yang selalu dilupakan oleh pemerintah daerah.  Permasalahan itu adalah Tidak dimasukannnya lahan untuk penyediaan dan pengolahan lahan tinja dalam masterplan pembangunan tata ruang kota.

“ Kota kota di Indonesia itu dibangun tanpa persiapan  pengolahan sanitasi secara keseluruhan.  Jadi pembangunan kota kita tidak pernah menyiapkan masterplan pengolahan sanitasi. Mulai dari toilet sampai dengan pengolahan limbah termasuk tinja tadi tidak pernah di buatkan  masterplan kotanya,” kata Nirwono dalam program Bumi Kita di KBR68H, Kamis (31/10).

Nirwono menambahkan, selama ini dalam perkembangan pembangunan kota, pemerintah daerah selalu mengukur dari jumlah pertumbuhan penduduknya tanpa diimbangi dengan kebutuhan sanitasinya. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan permasalahan kelanggakan lahan pengolahan limbah tinja muncul.

“Yang pertama kita mengenal rencana tata ruang wilayah secara umum itu digambarkan.  Bagaimana peta peruntukan perumahan lahan komersial, lahan  terbuka hijau , kita bisa mengeplot lahan pengolahan limbah tadi . Di bawahnya kita mempunyai turunan dari RTRW rencana kecil tata ruang ini lebih kecil lagi,  tingkat kecamatan dan kelurahan. Bagaimana kita mengeplot kebutuhan lahan untuk pengolahan limbah sampah sanitasi,” tutur Nirwono.
 
Kata dia, kalau ini disiapkan sejak awal, dipastikan tidak ada lagi permsalahan yang muncul terkait dengan kekurangan ketersediaan lahan untuk mengolah tinja.

Selain itu juga, pemerintah daerah harus  menyiapkan rekayasa sosial kepada warganya. Rekayasa sosial ini bertujuan untuk member pemahanam kepada masyarakat terkait dengan pembangun peralihan budaya dari transpormasi masyarakat kampung ke masyarakat kota modern. Ketika pembangunan kota sudah menjalar ke pelosok-pelosok, maka pemda perlu mengajari masyarakatnya untuk bisa memberikan pemahaman tentang pentingnya pembangunan toilet dan menjaga kebersihan toilet.

“Secara umum harus membudayakan peletakan toilet dan bagaimana kita budaya bersih, kering toilet itu harus ada budaya khusus untuk kesana. Bahkan tidak buang air sembarangan. Persoalannya, sekarang pun  masih ada warga perkotaan atau dipinggiran kali itu tetap masih buang hajat di kali,” ujar Nirwono.
Kata Nirwono, masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah Daerah harus segera mencari untuk memecahkan persoalan ini.

Nirwono juga mengusulkan ada tiga cara yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaikinya. Diantaranya, melakukan revisi undang-undang tentang pembangunan tata kota dan menggandeng CSR untuk mengolah limbah tinja.

“Kemudian kedua pada saat bersamaan harus dilakukan revisi tentang pembangunan kota RTRW untuk menempatkan dan menentukan lokasi pengolahan tadi. Sehingga secara tidak langsung akan dibiayai oleh anggaran daerah. Kalau tidak masuk dalam rencana tata ruang kota maka akan sulit untuk dibiayai dari anggaran pemerintah daerah.  Karena toilet sendiri tidak masuk dalam rencana pembangunan kota. Sehingga  pada waktu penggarapannya lebih kepada penganggaran tambahan. Sehingga dalam pengajuan anggaran tambahan  untuk pembangunan  toilet sering kali ditolak. Jadi belum menjadi kebutuhan pokok anggaran tahunan,” tutur Nirwanto.

Editor: Doddy Rosadi

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending