Bagikan:

Mahfud MD: Media Harus Membantu Mengawasi Hakim Konstitusi

KBR68H, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Ketua Makhkamah Konstitusi Akil Mochtar sebagai tersangka suap di dua sengketa Pilkada. Akil diduga menerima suap hampir Rp 4 miliar dari sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak Ba

BERITA

Jumat, 04 Okt 2013 11:37 WIB

Author

Doddy Rosadi

Mahfud MD: Media Harus Membantu Mengawasi Hakim Konstitusi

mahfud md, suap hakim konstitusi, akil mochtar

KBR68H, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Ketua Makhkamah Konstitusi Akil Mochtar sebagai tersangka suap di dua sengketa Pilkada. Akil diduga menerima suap hampir Rp 4 miliar dari sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak Banten.

Komisi Yudisial meminta kewenangan agar bisa mengawasi hakim konstitusi. Perlukah dibentuk lembaga khusus untuk mengawasi Hakim Konstitusi? Simak perbincangan penyiar KBR68H Sutami dan Rumondang Nainggolan dengan bekas Ketua MK Mahfud MD dalam program Sarapan Pagi.

Hari ini mulai berjalan Majelis Kehormatan dari Mahkamah Konstitusi ini apa yang pertama kali akan dilakukan?

Belum tahu karena mulainya nanti habis jumatan.

Kerja dari Majelis Kehormatan ini apa yang akan dilakukan? apakah akan memanggil Pak Akil yang sekarang ditahan KPK?

Belum tahu kita kan tunggu rapat dulu, rapat pertama saja belum. Jadi apa yang akan dilakukan belum dijadwalkan, sebab bisa jadi juga cepat karena ada bukti awal dan sudah tersangka. Tetapi bisa juga lama, tergantung pada anggota Majelis Kehormatan bicara apa nanti.

Banyak yang mengusulkan sebuah pengawasan khusus di luar Majelis Kehormatan atau Majelis Kehormatan ini dibentuk sebagai lembaga permanen untuk mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi.

Anda sebagai yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi bagaimana melihat pandangan-pandangan ini?

Iya saya setuju saja. Kalau Majelis Kehormatan biasanya tidak permanen, itu kasuistik. Menurut Undang-undang yang ada sekarang Majelis Kehormatan itu dibentuk untuk kasus tertentu sehingga kalau ada kasus lain itu Majelis Kehormatan bisa dibentuk lain lagi. Tetapi idenya saya setuju sejak dulu bahwa semua hakim itu harus diawasi oleh Komisi Yudisial. Dulu Komisi Yudisial itu mengawasi semua hakim termasuk hakim konstitusi, tetapi ada pemikiran ketika diuji ke MK itu pada tahun 2006 bahwa Mahkamah Konstitusi itu hakimnya tidak bisa diawasi oleh Komisi Yudisial. Karena kalau berperkara itu diadili oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi ketika itu memutuskan bahwa yang dimaksud hakim di dalam pengawasan Komisi Yudisial itu tidak termasuk hakim konstitusi dengan berbagai alasan. Itu dulu putusan MK tahun 2006 dan saya termasuk yang sangat tidak setuju dengan putusan itu, waktu itu saya masih di DPR sehingga kita semua kaget ada putusan seperti itu. Tetapi ya tetap harus dihormati karena itu putusan hakim yang punya wewenang memutuskan seperti itu ya kita biarkan. Tetapi ke depan kita harus mencari jalan bagaimana caranya agar hakim-hakim MK tetap diawasi sebuah lembaga yang resmi.

Kalau menurut anda baiknya dikembalikan ke KY mungkin lewat uji materi Undang-undang tersebut atau dibuat Undang-undang baru?

Kalau menurut saya memang harus kembali ke KY cuma tidak mungkin menguji materi tentang itu. Tidak mungkin juga membuat Undang-undang baru karena sudah dibatalkan dengan pengertian bahwa KY tidak boleh mengawasi MK. Satu-satunya jalan menurut saya itu jangka panjang harus menyebutkan di dalam Undang-undang Dasar kalau nanti suatu saat ada amandemen Undang-undang Dasar lagi bahwa KY itu mengawasi juga hakim-hakim MK. Kalau nanti di Undang-undang Dasar dengan sendirinya akan bisa dibuat perubahan di dalam Undang-undang. Tapi sebelum itu menurut saya sih ya orang seperti anda saja pers, LSM, social media, KPK, polisi, jaksa semua mengawasi saya kira bagus sambil menunggu institusionalisasi pengawasan itu.

Apakah bisa ada lembaga pengawas yang melekat kepada MK untuk penguatan kode etik?

Dari sudut kode etik sudah ada sebenarnya. Dilarang menerima tamu di rumah kalau diduga ada kaitannya dengan perkara dan sebagainya, kode etiknya begitu.

Berarti ini pelanggaran secara individual ya?

Kalau ini iya. Setiap pelanggaran itu pasti diklaim sebagai individual, bukan hanya di MK tapi semua institusi kalau pejabatnya ditangkap tidak pernah institusinya. Karena susah menyeret institusi itu sebagai tersangka atau terdakwa meskipun di dalam tata hukum itu ada corporate bisa jadi subjek hukum tersendiri di dalam hukum pidana. Tetapi selalu saja kalau ada pejabat melakukan itu pasti dilepas sebagai tanggung jawab pribadi. Tapi yang kita inginkan ada pengawasan yang institusional terhadap para hakim sehingga secara personal pun tidak boleh melakukan tindakan-tindakan di luar hukum.

Mengenai Majelis Kehormatan kira-kira keputusan apa yang akan diambil? bentuknya rekomendasi atau bagaimana?

Menurut Undang-undang yang baru ini Majelis Kehormatan itu bisa memutuskan langsung pemecatan. Tetapi itu bukan hukuman pidana, jadi Majelis Kehormatan itu bisa memberikan teguran, skors, memecat, dan sebagainya itu bisa. Tetapi jangan diartikan bahwa Majelis Kehormatan itu mengambil alih tugas peradilan pidana seakan-akan kalau sudah dihukum oleh MK lalu kasus pidananya berhenti sehingga ditetapkan Majelis Kehormatan hanya untuk menyelamatkan. Itu dua hal yang berbeda, jadi Majelis Kehormatan itu menghukum etikanya dan tidak akan pernah berujung ke hukuman penjara sedangkan pidana ujungnya hukuman penjara.

Anda berulangkali menyarankan supaya tidak menyandera Mahkamah Konstitusi lebih baik Akil Muchtar mengundurkan diri. Kalau proses pengunduran diri itu terjadi, Majelis Kehormatan masih tetap diperlukan?

Iya sebagai bahan untuk mempercepat keputusan saja. Tetapi sebenarnya hukuman terberat dari sebuah sidang etik itu pemberhentian, kalau sudah berhenti lalu untuk apa lagi. Tetapi itu tetap menjadi bahan pengunduran diri itu, satu untuk menentukan apakah pemberhentian itu dengan hormat atau tidak hormat itu berbeda.

Majelis bisa mengeluarkan rekomendasi perbaikan ke dalam Mahkamah Konstitusi sendiri?

Tidak. Majelis itu hanya menyangkut kasus pelanggaran etik, perbaikan ke dalam tentu di Mahkamah Konstitusi itu sendiri kan ada pimpinannya. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending