KBR68H, Jakarta - Sekitar 15 tahun lalu terjadi penembakan oleh aparat terhadap para mahasiswa yang sedang berdemo menentang UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Korban tewas dan luka-luka pun berjatuhan. Salah satu korban tewas itu adalah Wawan. Dia tewas setelah peluru tajam menembus dadanya.
Peristiwa itu memang sudah lama berlalu. Tapi penuntasan kasus yang disebut tragedi Semanggi I itu hanya jalan tempat. Karena itu Sumarsih, orang tua Wawan, tetap gigih menuntut penyelesaian kasus itu. Sejumlah pihak dari pemerintah telah dia temui, termasuk berdialog dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan dengan tegas, kasus pelanggaran HAM harus diselesaikan dengan pengadilan HAM ad hoc.
Sebuah angin segar yang menurut Sumarsih, dapat menciptakan keadilan bagi para korban dan keluarganya. Tapi kenyataan berkata lain. Pernyataan presiden, seperti tak sampai ke institusi penegak hukum di bawahnya. Penyelesaian kasus ini, tetap jalan di tempat, bahkan cenderung mundur.
Sumarsih menceritakan “keironian” kasusnya. Dalam pertemuannya dengan pihak Kejaksaan Agung, mereka menyebutkan berkas kasus Semanggi I dan II telah hilang! Namun begitu keluar perintah presiden, Kejagung justru menyebutkan berkas masih dalam pemeriksaan. Menurutnya hal semacam ini yang membuat kasus pelanggaran HAM, tak jelas penyelesaiannya. “Kejagung kerap mengembalikan berkas kasus pelanggaran HAM berat ke Komas HAM dengan segala alasan,” tambahnya.
Sementara itu Komnas HAM menyebutkan pihaknya sudah menyerahkan 10 berkas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ke Kejagung. Dari jumlah itu, hanya tiga berkas yang sudah diproses di pengadilan. “Kejagung juga telah melaporkan hal itu ke sidang komnas HAM di PBB beberapa waktu lalu,” ujar ketua Komnas HAM Siti Noor Laila. Siti melanjutkan Komnas HAM tetap berkomitmen untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk kasus Semanggi I dan II.
Salah satu bentuk konkret penuntasan kasus pelanggaran HAM itu yang bakal dilakukan Komnas HAM adalah menemui keluarga korban pelanggaran. Untuk mengawali, Siti mengatakan Komnas HAM bakal menemui keluarga korban kasus Semanggi I dan II paling lambat pekan depan. Pembahasan dimaksudkan untuk mencari solusi penuntasan kasus, apakah melalui jalur pengadilan atau rekonsiliasi.
Secara umum penuntasan kasus pelanggaran HAM dengan menempuh jalur hukum, dengan hukum pidana. Meski begitu, Siti mengatakan jalan rekonsiliasi bisa menjadi jalan penyelesaiannya. Sebab menurutnya, pelanggaran HAM merupakan kasus sistemik yang bukan dilakukan oleh individu, tapi jabatan secara struktural dalam pemerintahan. “Karena bersifat sistemik itu maka banyak kasus pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban pemerintah,” tambahnya.
Sementara itu Sumarsih menyatakan, kasus pelanggaran HAM berat hanya bisa diselesaikan melalui pengadilan. “Presiden juga menyatakan hal itu,” tandasnya. Menurutnya pengungkapan kasus itu hingga menghukum dalangnya, adalah harga mati. “Aksi Kamisan yang sering saya lakukan di depan Istana, akan terus berlangsung hingga pelaku tertangkap dan dihukum lewat pengadilan,” tegas Sumarsih.
Editor: Doddy Rosadi
Ironi Penuntasan Kasus Semanggi I dan II
KBR68H, Jakarta - Sekitar 15 tahun lalu terjadi penembakan oleh aparat terhadap para mahasiswa yang sedang berdemo menentang UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Korban tewas dan luka-luka pun berjatuhan. Salah satu korban tewas itu adalah Wawan. Dia tewas s

BERITA
Selasa, 01 Okt 2013 13:46 WIB


pelaggaran ham berat, semanggi I, komnas ham
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai