KBR68H, Jakarta - Hari Habitat Sedunia diperingati setiap tahunnya pada awal minggu di bulan Oktober. Peringatan ini sendiri dicetuskan oleh PBB setelah adanya konferensi internasional di Vancouver Kanada tahun 1976 yang membahas tentang seluk beluk habitat manusia di seluruh dunia. Semangat Hari Habitat Dunia adalah perbaikan permukiman sekaligus pengembangan kehidupan masyarakat di dunia. Lalu bagaimana dengan permukiman warga di Indonesia? Apakah sudah layak?
Kementerian Pekerjaan Umum mengakui belum mempunyai standart habitat yang layak. Kasubdit Pengembangan Pemukiman Baru Joerni Makmoerniati Suhardi mengatakan Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai sejumlah criteria untuk mendukung pembangunan kota menjadi layak. Diantaranya, bagaimana menyediakan permukiman yang layak dan terjangkau dan bagaimana mewujudkan suatu kota yang aman untuk bermukim. Tetapi yang terjadi di kota besar terbalik dengan criteria tersebut.
“Yang terjadi orang-orang menengah ke bawah malah mereka terpinggirkan seharusnya mereka berada di dekat dengan pusat-pusat kegiatan sehingga mereka harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Itu yang kita ingin lakukan sebaliknya, nah bagaimana kita mendorong pemerintah daerah untuk sadar atas hal ini. Yang terjadi lahan di kota di kuasai swasta dan dibangun mal padahal mal bukan termasuk kriteria itu layak,”ujar Joerni saat berbincang di program Bumi Kita KBR68H, Kamis (10/10).
Joerni Makmoerniati menambahkan salah satu kriteria kota layak adalah aman untuk para warganya. Misalnya saja, seorang warga bisa berjalan kaki dengan aman dan nyaman di trotoar. Namun, kenyataannya saat ini pejalan kaki di Jakarta tidak merasakan adanya hal itu. Mereka harus mengalah dengan pengguna kendaraan roda dua dan pedagang.
“Makanya sekarang banyak orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah sampai ke depan pintu dengan menggunakan kendaraan pribadi, Ini merupakan indikator Kota belum layak secara umum, apalagi indikator layak anak,” kata Joerni.
Selain keamanan, akses pendidikan dan budaya. Sebab, jika akses pendidikan sulit dijangkau maka, tingkat mobilitas warga sangat tinggi dan menyebabkan kota semakin semrawut. Ini menyita masyarakat untuk melakukan kehidupan sosial dengan keluarga. Sehingga Kota, Jakarta belum nyaman.
Meskipun, Jakarta belum menjadikan kota yang layak. Tetapi banyak di daerah luar Jakarta yang bisa dijadikan kota layak huni. Misalkan saja, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Menurut dia, tata kota Kabupatem/Kota di Indonesia banyak di langgar oleh pemerintah. Sayangnya, ruang pemukiman tidak dijaga oleh pemerintah daerah.
Kriteria dan indikator-indikator yang disebutkan Kementerian Pekerjaan Umum ternyata berbeda dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota.
Koordinator Jaringan Rakyat Kota Edi Saidi mengatakan indikator kota yang layak bukan dari fisik kota tersebut. Tetapi, indikator kota layak anak dilihat dari psikologis warga yang tinggal di kota tersebut.
Misalkan saja, apakah warga kota nyaman dan bahagia, apakah dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan tata ruang, program APBD. Jika kota mempunyai kriteria atau indikator tersebut, maka bisa disebut kota itu layak.
“Bukan dari fasilitas infrastruktur, jika punya infrastruktur, mobil dan warganya punya mobil, kalau stress gimana?" ujar Edi.
Dilanggarnya peraturan tata kota oleh pemerintah daerah menurut Edi, sudah terjadi sejak 1960an. Modusnya terjadi ketika Pemerintah Daerah melegalkan pelanggaran. Misalkan saja, di Jakarta tahun 1960 ruang terbuka hijau sebanyak 30 persen. Namun, pada tahun 2012 ruang terbuka hijau di Jakarta berkurang menjadi 6-9 persen.
“Jadi ada 20 lebih pengurangan RTH itu, dan dilegalkan dalam RT/RW jadi harusnya rencana tata ruang yang ditetapkan pemerintah daerah menjadi acuan supaya tidak menabrak fungsi lahan tertentu untuk kelestarian lingkungan. Namun, ketika ditabrak malah dilegalkan, kata Edi.
Menurut dia, pemerintah daerah masih mementingkan keuntungan bisnis dan menyingkirkan warga kota yang miskin dengan modus memindahkan rumah susun. Dia menuding ada kongkalikong antara pemerintah daerah, DPRD dan pengusaha.
Pemerintah daerah bisa menata kota sehingga menjadi layak ditinggali. Tetapi, pemerintah daerah hanya berani menindak warga-warga miskin yang tidak bisa melawan. Sementara, pemerintah tidak berani melawan pengusaha yang melanggar. Seperti mal yang menempati ruang terbuka hijau.
Editor: Doddy Rosadi
Hari Habitat Sedunia: Kalangan Menengah ke Bawah Makin Terpinggirkan
KBR68H, Jakarta - Hari Habitat Sedunia diperingati setiap tahunnya pada awal minggu di bulan Oktober. Peringatan ini sendiri dicetuskan oleh PBB setelah adanya konferensi internasional di Vancouver Kanada tahun 1976 yang membahas tentang seluk beluk habit

BERITA
Kamis, 10 Okt 2013 15:24 WIB


hari habitat sedunia, kalangan menengah, terpinggirkan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai