KBR, Garut - Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, sekitar 26 persen perempuan di bawah umur di Indonesia telah menikah sebelum fungsi organ reproduksi berkembang optimal.
Kasus pernikahan anak terbanyak antara lain terjadi di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan Badan Pusat Statistik BPS 2008, Jawa Barat menempati posisi tertinggi angka pernikahan anak, disusul Lampung dan Banten. Dalam konteks regional ASEAN, angka pernikahan anak di Indonesia adalah tertinggi kedua setelah Kamboja.
Menikahkan anak perempuan pada usia dini masih menjadi tradisi di sejumlah komunitas di Indonesia karena faktor perjodohan, agama, kemiskinan, atau status sosial. Seringkali anak-anak dinikahkan di usia di bawah 16 tahun.
Bagaimana mestinya agama bicara dan berperan dalam menekan tingginya angka pernikahan usia dini? Dalam perbincangan di Program Talkshow Agama dan Masyarakat KBR dan TV Tempo yang disiarkan dari Pondok Pesantren Al Musaaddadiyah, Kabupaten Garut, Jawa Barat terungkap jika Garut termasuk daerah dengan banyak pernikahan dini.
Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Garut sudah menangani sedikitnya 52 kasus pernikahan anak dibawah umur. Ketua lembaga tersebut, Nita K. Wijaya mengatakan, “ Permasalahan pernikahan dibawah umur di Garut tinggi. Untuk itu perlu didorong pola asuh dari orang tua yang sakinah dan nyaman agar kehidupan anak lebih baik," ungkapnya. Dalam perkawinan dini ini, banyak muncul kasus kekerasan seksual.
Nita K. Wijaya mengatakan tingginya angka pernikahan dini di Garut disebabkan oleh beberapa faktor.
"Orang tua harus menjadi pengayom buat anak ketika memberikan pemahaman soal alat reproduksi. Kita harus berikan pemahaman alat reproduksi. Kita berikan pemahaman keluarga," katanya. Pergaulan bebas juga menjadi salah satu faktor besar yang menyebabkan tinggi pernikahan pada usia dini.
Dari sisi agama, masih banyak masyarakat Garut yang meneladani kehidupan keluarga Rasulullah, salah satunya dengan melakukan pernikahan di usia muda seperti yang dialami salah satu istri Rasul. Namun, menurut pengurus pesantren Al-Musaddadiyah Garut, Hj Yeis Sa’diyah Musadad, pemahaman itu ditelan bulat-bulat tanpa mempertimbangkan kekinian.
"Banyak masyarakat mencontoh kehidupan Rasul menikah di usia dini. Kalau ada pernikahan dini, secara psikologis belum matang. Islam mengikuti zaman. Agama mengakomodasi sejauh ilmu berkembang. Gunakan akal," ujarnya.
Yeis Sa’diyah menambahkan tingginya angka pernikahan dini di Garut juga disebabkan faktor ekonomi dan pendidikan yang rendah.
"Di Garut, kalau anak belum nikah, malah dianggap beban orang tua. Ada juga motif menjual anak. Ada juga pengaruh kemiskinan yang menyebabkan banyaknya perkawinan dini. Padahal, Islam memberikan kesempatan jalan terbaik," tambahnya.
Menurutnya, ada beberapa cara memperbaiki keadaan. Misalnya iktikad lembaga penyiaran untuk menyiarkan materi-materi yang baik bagi para pendengarnya.
Editor: Fuad Bakhtiar
Stop Pernikahan Dini
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, sekitar 26 persen perempuan di bawah umur di Indonesia telah menikah sebelum fungsi organ reproduksi berkembang optimal.

BERITA
Jumat, 05 Sep 2014 16:01 WIB

pernikahan dini, pemahaman masyarakat tentang pernikahan dini, pernikahan dini di garut
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai