Bagikan:

Satu Dekade, Munir Ada dan Berlipat Ganda

Satu dekade belakangan ini, 7 September diperingati oleh para aktivis sebagai hari kematian Munir.

BERITA

Rabu, 10 Sep 2014 15:01 WIB

Satu Dekade, Munir Ada dan Berlipat Ganda

hari kematian munir, munir ada dan berlipat ganda, pembunuhan munir

KBR, Jakarta - Satu dekade belakangan ini, 7 September diperingati oleh para aktivis sebagai hari kematian Munir. Pada 2004 silam, aktivis HAM itu dibunuh dalam perjalanannya ke Belanda.  Saat itu Presiden SBY menyebut kasus ini sebagai ujian sejarah bangsa. Namun, sepuluh tahun memerintah negeri ini, Presiden SBY gagal melewati ujian tersebut. Sebelum masa jabatannya berakhir bulan depan, para aktivis HAM meminta SBY mempublikasikan hasil temuan tim pencari fakta bentukannya. Koordinator LSM HAM, Kontras Haris Azhar menekankan pentingnya pengungkapan itu. “Urgensinya adalah, di laporan itu dimuat sejumlah temuan hasil kerja TPF.”

“Temuan itu mengambarkan bagaimana pembunuhan itu didesain dan dijalankan,” kata dia. Haris mengungkapkan, dalam laporan itu juga tercantum alur pertanggungjawaban sejauh mana BUMN terlibat dalam pembunuhan Munir. BUMN yang dimaksud adalah PT. Garuda Indonesia dan Angkasa Pura.

Laporan itu harus dibuka untuk mematahkan anggapan bahwa Munir adalah ancaman negara seperti yang diutarakan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto di pengadilan dulu. Menurut Haris, ada upaya memaksakan persepsi tentang Munir, yaitu Munir dianggap sebagai ancaman negara sehingga pantas untuk disingkirkan.

Haris mengatakan, saat itu ada beberapa tim yang dilepas untuk membunuh Munir. Namun yang berhasil adalah Pollycarpus. “Nah yang tidak berhasil juga harus diusut, termasuk PT. Garuda yang menjadi tim penyokong,” katanya. Membuktikan hal tersebut, memang tidak mudah. “Sistemnya kompartemen. Jadi tidak nyambung satu tim dengan yang lain. Sehingga tidak mudah mengusut semuanya,” kata dia.

Haris menambahkan, pemerintahan baru harus menindaklanjuti apa yang tidak dilakukan SBY semasa menjabat. “Jokowi harus mempublikasikan hasil temuan TPF supaya tahu seberapa parah kasus ini. Ibarat panah, hasil temuan TPF ini adalah anak panah yang harus diarahkan penyelesaiannya mau ke mana,” kata dia.

Untuk memastikan hal tersebut berjalan baik, Haris dan teman-temannya sesama aktivis HAM beberapa hari lalu memberikan panduan kepada Presiden Terpilih Joko Widodo. Panduan itu syarat hak asasi bagi tiap calon pejabat yang akan dipilih Jokowi dalam kabinetnya. Salah satu pejabat yang paling penting melewati persyaratan itu adalah kepala Badan Intelijen Negara (BIN). “BIN harus dibangun menjadi lembaga yang professional, artinya BIN hanya mengabdi kepada presiden, tidak bergerak sendiri, apalagi dalam mendefinisikan ancaman negara,” kata Haris.

Selain perombakan kelembagaan, Haris juga menekankan adanya perombakan pejabat sebagai pengguna atau user dari lembaganya.” Penting sekali hal tersebut. Karena bila usernya tidak beritikad baik, maka akan percuma mereformasi lembaganya,” kata dia.

Selama ini Haris menilai pemerintah terlalu reaktif dalam menilai mobilisasi massa. “Pemerintah terlalu paranoid, melihat massa bergerak sedikit saja dianggap ancaman,” ujarnya. Padahal, kalaupun memang menjadi ancaman, masih ada mekanisme yang lebih patut dijalani untuk meredammnya, yaitu lewat pengadilan.

Menyelesaikan kasus pembunuhan Munir tidaklah mudah. Haris menyadari hal itu karena menurut dia para pelaku masih memiliki kuasa yang besar. “ Mereka warisan Orde Baru. Punya kekuasaan dan akses terhadap harta yang banyak,” ujarnya. Di sisi lain, Presiden Terpilih joko Widodo belum benar-benar bebas bergerak. “Saya lihat gesture-nya Jokowi ini tidak benar-benar bebas merdeka.”

Oleh karena itu, menurutnya Jokowi harus bisa membebaskan diri dan tidak pandang bulu dalam menindak para pelanggar HAM, meskipun merapat ke kubunya saat Pemilu. Sebab, bila Jokowi gagal seperti SBY, dibutuhkan 5 hingga 6 tahun lagi agar masalah HAM bisa tuntas.

Editor: Fuad Bakhtiar

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending