Bagikan:

Pro Kontra Lurah Susan, Dirjen Otda: Ahok Baru Belajar Ngurus Pemerintahan

KBR68H, Jakarta - Mendagri Gamawan Fauzi mengusulkan pemindahan Lurah Lenteng Agung, Susan. Menurut dia, jabatan Susan harus dievaluasi karena demonstrasi yang sering diterimanya dapat mengganggu kinerjanya.

BERITA

Senin, 30 Sep 2013 11:07 WIB

Author

Doddy Rosadi

Pro Kontra Lurah Susan, Dirjen Otda: Ahok Baru Belajar Ngurus Pemerintahan

lurah susan, ahok, menteri dalam negeri

KBR68H, Jakarta - Mendagri Gamawan Fauzi mengusulkan pemindahan Lurah Lenteng Agung, Susan. Menurut dia, jabatan Susan harus dievaluasi karena demonstrasi yang sering diterimanya dapat mengganggu kinerjanya. Lurah yang dipilih dari seleksi dan promosi terbuka itu dinilai tidak cocok memimpin Lenteng Agung sehingga mendapatkan penolakan dari warganya. Namun, pernyataan Mendagri tersebut langsung menuai protes. Bagaimana seharusnya menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Kelurahan Lenteng Agung ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan dalam program Sarapan Pagi.

Pak Menteri dapat sorotan sana sini soal Bu Lurah Susan, anda senada dengan pikiran pak menteri atau punya pendapat berbeda?

Pikiran pak menteri itu normatif, pikiran yang juga didasarkan pada empirik pengalaman beliau yang 30-an tahun dibanding dengan Ahok yang baru belajar ngurus pemerintahan.

Jadi ini soal pengalaman pemerintahan?

Iya pasti.
 
Bukan soal konstitusi?

Termasuk konstitusi dan Undang-undang terkait itu.

Tapi dimana kaitannya pemerintahan dengan pengalaman pemerintahan?

Pemerintahan itu kita mau bikin efektif atau tidak. Jadi siapa saja orang Budha, Hindu, orang apapun boleh pegang jabatan publik. Tapi coba misalnya kalau kita mengabaikan faktor adat, faktor kultur termasuk agama boleh-boleh saja tapi pemerintahan menjadi tidak berjalan dengan efektif dan optimal. Terserah kita mau pilih apa, mau pilih hormati itu adat atau abaikan adat itu praktik tidak ketemu melacaknya konstitusi itu praktik pemerintahan.

Kalau sebagian orang tidak setuju dengan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan alasan agama sehingga didemonstrasi apakah itu sebaiknya dia diganti juga?

Itu boleh saja, itu hak orang untuk menyampaikan pendapat tidak ada larangannya, haknya gubernur juga mengangkat lurah agama apa. Tapi kita persoalkan sekarang di Undang-undang Pemda No. 32 Tahun 2004 itu ada klausul pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etika, adat istiadat di lingkungan masyarakat. 


Apakah maksudnya termasuk agama minoritas-mayoritas?


Iya pasti. Sekarang orang Batak suruh jadi camat di Minang bisa tidak, pasti tidak akan efektif ngomong Minang saja tidak bisa. Sekarang memerlukan apa, memerlukan norma-norma lelang segala macam itu atau memperhatikan urusan optimal efektifitas pemerintahan.

Bukankah juga melihat bagaimana kinerja dia terlepas persoalan adat?

Sekarang kinerjanya bagaimana kalau dukungan masyarakat tidak ada buat dia.

Itu hanya sekian kecil dari seluruh warga Lenteng Agung bagaimana?

Tidak bisa, sekecil apapun di pemerintahan itu harus kita hitung. Jadi pemerintahan itu bukan hanya hitung-hitungan number, kita harus hitung dengan bijak, dengan baik seluruh unsur elemen dalam masyarakat. Jadi kalau kita mengabaikan elemen, unsur, komponen itu akibatnya pemerintah tidak berjalan dengan optimal. Jadi terserah saja, kalau kami di Kementerian Dalam Negeri kalau memang konstitusi, mau pegang hak asai jalankan saja terus tidak ada masalah. Tinggal kita lihat nanti bisa tidak Lurah Susan itu bekerja dengan optimal, dengan efektif mari kita tunggu evaluasinya.

Kalau misalnya tetap kinerja dia bagus bagaimana?

Pertahankan saja. Ukuran kinerja itu sangat kompleks ya, lurah itu PNS ya bukan kepala desa yang dipilih secara demokratis oleh rakyat. Lurah itu adalah PNS, PNS itu tergantung atasannya tetapi sekaligus kepala wilayah di kelurahan itu, dia administrator kemasyarakatan. Kalau kinerjanya cuma misalnya menjalankan tugas-tugas Pemda DKI Jakarta tapi mengabaikan masyarakat maka itu gagal sebagai lurah. Kalau cuma suruh-suruhan perintah atasan itu belum cukup, bagaimana dia mengurus masyarakat harus dilihat dari situ.

Kalau menurut anda apakah pak gubernur ini untuk masalah lurah perlu turun tangan?

Pemerintahan itu juga harus melihat seluruh jenjang hirarki. Tidak bisa kita sukses di atas saja kalau hirarki bawah diurus dengan bagus. Ada hirarki kelurahan bagaimana kecamatan sampai walikota, kalau walikota bagus, kecamatan tidak bagus, kelurahannya tidak bagus itu akan mengganggu jalannya pemerintahan.

Jadi tidak masalah ketika Menteri Dalam Negeri disoroti urusan lurah dapat perhatian khusus dari pak menteri ya?

Karena menjadi isu publik. Tidak punya waktulah kita urusi yang begitu, kita urus negeri ini 539 kabupaten/kota dan provinsi. Tapi karena mendapat perhatian publik kita diminta pendapatnya sebagai pemerintah atasan, pemerintah provinsi itu pemerintah bawahan kita. Tidak ada pemerintah provinsi kalau tidak ada pemerintah pusat, apa kita biarkan saja kalau masyarakat ada keluhan media mengomentari. Ini bukan urusan kami lah, tapi kita perhatian kalau ada seperti itu mana yang terbaik itu pandangan dan arahan pemerintah pusat. Kalau tidak mau perhatikan itu ya silahkan saja, karena itu urusan yang dilimpahkan kepada gubernur.   

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending