Bagikan:

KPAI: Jangan Bawa AQJ ke Pengadilan

KBR68H, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta publik tidak sepenuhnya menyalahkan AQJ dalam kecelakaan maut yang menewaskan 6 orang di Tol Jagorawi, Minggu (8/9) dinihari.

BERITA

Selasa, 10 Sep 2013 16:19 WIB

Author

Doddy Rosadi

KPAI: Jangan Bawa AQJ ke Pengadilan

KPAI, AQJ, anak-anak, pengadilan

KBR68H, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta publik tidak sepenuhnya menyalahkan AQJ dalam kecelakaan maut yang menewaskan 6 orang di Tol Jagorawi, Minggu (8/9) dinihari. Tidak adil jika kesalahan itu ditumpahkan kepada anak yang baru berusia 13 tahun. Ini murni kelalaian orangtua yang tidak mampu mengontrol hingga berdampak pada orang lain. Bagaimana sebenarnya langkah yagn harus diambil untuk menangani kasus AQJ ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Quinawaty Pasaribu dengan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia M Ihsan dalam program Sarapan Pagi

Kalau anda melihat sebetulnya kasus yang terjadi menimpa Dul ini polisi seharusnya bagaimana?

Kita tidak bisa menghindari bahwa pelaku usia anak. Kalau kita lihat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 secara usia ditegaskan MK bahwa usia yang bisa diproses secara hukum antara 12-18 tahun. Kemudian perlakuan terhadap usia anak ini diperlakukan khusus, beda dengan orang dewasa seperti tuntutan hanya separuh dari orang dewasa. Kalau orang dewasa untuk Undang-undang lalu lintas ini diancam 6 tahun, maka kemudian AQJ ini hanya maksimal dituntut 3 tahun. Kemudian kedua itu polisi, jaksa, hakim, prosesnya harus tertutup dan merahasiakan identitas anak, didampingi orang tua dan penasehat hukum, mempertimbangkan kondisi fisik anak, kesempatan dia untuk belajar, dan segala macam itu diatur oleh Undang-undang No. 3 Tahun 1997 dan Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002.
 
Berarti kasus ini bisa dibawa ke pengadilan ya?

Secara hukum bisa dibawa ke pengadilan. Tapi paradigma perlindungan anak itu lebih kepada upaya untuk mendorong agar anak tidak dibawa ke proses hukum, pengadilan. Karena dalam pengalaman kita mendampingi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, masuk ke proses pengadilan itu membuat anak trauma, stres dan mengalami sesuatu yang meninggalkan bekas-bekas yang tidak bagus. Kedua, kalau kemudian prosesnya adalah penahanan kita harus tahu pengalaman selama ini anak yang masuk penjara itu kemungkinan berinteraksi dengan pelaku kriminal yang lebih berat dan mentransfer pengalaman-pengalaman kriminal kepada anak yang dimasukkan ke tahanan. Makanya KPAI dari awal mendorong agar diupayakan untuk tidak ada penahanan, karena penahanan dimungkinkan kalau dikhawatirkan pelaku melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulang perbuatannya. Kalau untuk kasus ini tidak mungkin terjadi.

Kompolnas mengkhawatirkan kalau sampai keluarga AQJ ini menggunakan kekuatan uang untuk memproses ini secara damai. Tanggapan anda?

Saya pikir Kompolnas memahami prinsip-prinsip dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan pengadilan anak. Justru yang didorong dalam SKB kepolisian, Mahkamah Agung bagaimana agar diterapkan. Aturan ini memang sudah ditetapkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tapi belum berlaku sampai sekarang, berlaku tahun 2014. Jadi kalau Kompolnas mengatakan seperti itu betul-betul bertentangan dengan semangat Undang-undang yang baru. Justru negara-negara maju lainnya sudah menerapkan sejak tahun 1970-an bagaimana menghindari anak dari proses hukum dan pengadilan tapi arahnya ke pembinaan dan rehabilitasi. Jadi saya berharap memang sebaiknya praktisi atau pengamat yang melihat kasus ini lihatlah anak sebagai pelaku, jangan dipahami proses pidana bagi orang dewasa.

Kalau untuk menimbulkan efek jera sebaiknya orang tuanya begitu?

Iya. Dipahami efek jera itu berlaku untuk orang dewasa, tentu anak-anak itu lebih kepada bagaimana direhabilitasi, pendampingan. Karena anak itu seseorang yang kemudian lahir dan dibesarkan dalam proses pengasuhan keluarga. Dalam Undang-undang mengatakan bahwa anak itu tidak bisa bertanggung jawab sepenuhnya dan kalau ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan itu diupayakan untuk diberikan pembinaan dan rehabilitasi. Efek jera itu arahnya penghuman, pemenjaraan. Saya cuma mengingatkan agar tidak bias di masyarakat dan mencurigai pihak keluarga atau siapa pun tolong Kompolnas kami ingatkan ini pelaku anak-anak, jangan dipahami sebagai kecurigaan kepada aparat penegak hukum kemudian disamakan dengan kasus ini. Saya khawatir tindakan Kompolnas itu membiaskan proses ini sehingga polisi ketakutan menerapkan pendekatan diversi dan restorative justice dalam kasus ini. Diversi artinya upaya-upaya mengeluarkan proses ini dari proses hukum dengan rehabilitasi, pembinaan dari psikolog. Restorative justice itu musyawarah antara keluarga pelaku dan korban itu diatur oleh hukum kita, bukan karena pihak orang tuanya.    

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending