Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer atau pengembang properti? Atau anda developer atau hendak menjual tanah dan bangunan yang Anda miliki? Ada baiknya Anda mengenali juga apa saja kewajiban pajak yang harus Anda tanggung.
Pajak-pajak terkait penjualan properti ini (ringkasnya disebut pajak properti) dikenakan kepada penjual (bisa developer/pengembang maupun penjual properti bekas) kepada pembelinya. Pembeli ini adalah pengguna langsung dan tidak menjualnya kembali. Nah, pajak-pajak itu meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Final dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), apabila properti dikategorikan sebagai barang mewah maka akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak properti dikenakan jika ada penjualan bangunan, mulai dari apartemen, kondominium, rumah, rumah toko hingga gedung perkantoran, dan jual beli lahan. Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Dasto Ledyanto memberikan contoh pajak yang harus dibayar saat tranksaksi properti berlangsung. “Misalnya, Anda membeli apartemen A dengan harga jual Rp1 miliar. Maka penyetoran pajak ini dilakukan apabila pengembang menerima uang tunai langsung sebesar Rp 1 miliar, maka pajaknya sekitar 5% dari Rp 1 miliar. Sementara untuk pajak pengalihan atas hak dan bangunan rumah bekas, dikenakan pada penjual bisa pribadi ataupun badan hukum,” jelas Dasto.
Contoh lainnya adalah pajak yang dikenakan saat pembelian rumah bekas. Dalam hal ini sang penjual lah yang dikenakan pajak atas rumah yang dijualnya. Ini disebut pajak pengalihan atas hak dan bangunan.
Jika anda ingin membeli ruko (rumah toko) pajak properti yang dikenakan juga bernilai sama. Yakni sebesar 5 persen dari harga jual. Pajak ini nantinya akan dibayarkan oleh penjual ruko tersebut. “Jadi yang perlu digarisbawahi di sini adalah, pengenaan pajak atas pengalihan hak atas bangunan dikenakan 5 persen. Apakah nantinya tanah dan bangunan ini berbentuk rumah tinggal, rumah toko, rumah cluster lainnya. Itu sama 5 persen dari harga jual,” jelas Dasto.
Namun, ada pengecualian dalam pajak properti ini. Ada beberapa kriteria pengecualian tersebut, diantaranya adalah orang yang melakukan penjualan mempunyai penghasilan di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Selain itu juga, properti yang dijual di bawah Rp60 juta.
Dia menambahkan potensi pajak properti di Indonesia sangat besar. Ditjen Pajak mencatat transaksi atas properti di Indonesia tiap tahun bisa mencapai Rp400 triliun. Semestinya dari transaksi itu, ada kewajiban warga yang harus dipenuhi, ini seperti yang disebutkan pada UUD 1945. Kewajiban itu adalah pajak. “Karena ini kontribusi wajib untuk warganya dan akan dikembalikan untuk warga dengan bentuk fasilitas dan subsidi,”ujar Dasto saat berbincang dalam Program Obrolan Ekonomi KBR68H di Kantor Direktorat Jendral Pajak Pusat.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Dasto Ledyanto mengakui masih banyak masyarakat yang membayar pajak di bawah ketentuan yang ditetapkan. Karena itu Ditjen pajak telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat memenuhi kewajibannya yakni pajak.
Untuk informasi lebih jauh tentang pajak properti, hubungi kring Pajak 500200. Atau hubungi Account Representative (AR) KPP terdekat. Bisa juga dengan mengirim email ke: pengaduan@pajak.go.id.
Perbincangan ini kerjasama KBR68H dengan Direktorat Jendral Pajak.
Editor: Vivi Zabkie
Banyak yang Bayar Pajak Properti Dibawah Ketentuan
Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer atau pengembang properti?

BERITA
Selasa, 03 Sep 2013 17:58 WIB


Pajak properti, pajak
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai