Bagikan:

Banyak Calon Hakim Agung yang Tak Paham Ultra Petita

KBR68H, Jakarta- Sebanyak 12 Calon Hakim Agung saat ini tengah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Mereka sebelumnya telah diseleksi Komisi Yudisial (KY). Nantinya parlemen akan memilih 7 nama yang paling layak mengisi kurs

BERITA

Senin, 16 Sep 2013 16:39 WIB

Banyak Calon Hakim Agung yang Tak Paham Ultra Petita

calon hakim agung, tidak paham, ultra petita

KBR68H, Jakarta- Sebanyak 12 Calon Hakim Agung saat ini tengah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Mereka sebelumnya telah diseleksi Komisi Yudisial (KY). Nantinya parlemen akan memilih 7 nama yang paling layak mengisi kursi hakim Mahkamah Agung yang kini tengah lowong.

Bagaimana rekam jejak ke 12 Calon Hakim Agung tersebut ? Apa saja tantangan yang akan dihadapi dan PR yang mesti mereka selesaikan untuk membenahi Mahkamah Agung yang dinilai belum sepenuhnya menjadi lembaga penegak hukum yang bersih dan berintegritas?

Berbagai pihak tengah memantau proses fit and proper test CHA di DPR, termasuk Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FHUI). Pelaksana tugas (Plt). Koordinator badan pekerja MAPPI FHUI, Dio Ashar Wicaksana melihat, ada penurunan kualitas peserta yang mengikuti seleksi yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dibanding tahun sebelumnya.

“Saat seleksi wawancara di KY, banyak calon hakim agung yang tidak memahami prinsip seperti ultra petita, di mana hakim boleh menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau memutus melebihi dari pada yang diminta. Bahkan UU Kekuasaan Kehakiman yang terbaru banyak yang belum tahu, dan tidak mengerti, “ jelas Dio Ashar dalam program Reformasi Hukum dan HAM KBR68H, dan Tempo TV, Senin (16/9).

Kata Dio, dari 12 Calon Hakim Agung (CHA) yang akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan, belum ditemukan adanya hakim yang controversial, baik dalam hal soal putusan sebelum mendaftar sebagai Hakim Agung, atau soal harta kekayaan yang dimilikinya.

“Secara rekam jejak, DPR perlu masukan dari masyarakat soal 12 calon ini. Karena hingga kini belum ada pemberitaan heboh soal mereka sementara ini. Karena secara prestasi juga tidak ada yang menonjol. Kita juga belum tahu apakah mereka sesuai dengan harapan masyarakat.“ katanya.

Integritas Hakim Agung, ujar Dio, menjadi poin penting untuk menjadi sosok hakim yang ideal. Jika integritas mereka rendah, maka dikhawatirkan para hakim tersebut akan terbawa hal-hal yang buruk.

Anggota Komisi Hukum DPR, Nudirman Munir menegaskan, ada tiga hal penting yang akan dititikberatkan saat fit and proper test, nanti.

“Tiga hal itu adalah kemampuan, aspek moral dan rekam jejak yang dimiliki oleh 12 CHA tersebut.“ ujarnya.

Politisi Partai Golkar ini mengakui, banyak putusan Hakim Agung yang menciderai rasa keadilan. Namun, yang disesalkan, para wakil rakyat tidak bisa berbuat banyak atas hal itu.

“Untuk itu, saat ini kita berupaya untuk merevisi UU Mahkamah Agung, dengan melaksanakan fungsi control dan penyeimbangan kekuasaan yang lebih seimbang. Namun, kita malah dituduh intervensi kekuasaan kehakiman. Padahal, sama sekali kita tidak intervensi terhadap kasus. Kasus silahkan. Kan, yang dimaksud sekarang adalah otonomi terhadap kasus. Hakim boleh memutuskan apa saja, tapi harus ada control, “ tegas Nudirman.

Keseimbangan kekuasaan hakim, imbuhnya, harus diatur dalam mekanisme khusus.

“Makanya dalam RUU Mahkamah Agung ini diisyaratkan kita akan memberikan sanksi kepada mereka yang melanggar UU, dan yang ke dua, kita akan melakukan pengangkatan ketua Mahkamah Agung itu, harus dilakukan olh DPR RI.“

Menanggapi masih banyaknya putusan hakim yang tidak memberikan keadilan bagi masyarakat. Pelaksana tugas (Plt). Koordinator badan pekerja MAPPI FHUI, Dio Ashar Wicaksana menilai, seorang hakim memang diharuskan mengacu UU dalam memutuskan sebuah keputusan. Tapi, kata Dio, ada kalanya dalam suatu kasus, hakim juga harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

“Hakim harus memahami nilai-nilai di masyarakat, agar putusannya tidak menciderai rasa keadilan di masyarakat. Karena, banyak keunikan dalam adat masyarakat di daerah. Misalnya, Kasus-kasus sengketa tanah di daerah, atau lingkungan di daerah-daerah. Sering kali banyak putusan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.” kata Dio.

Anggota Komisi Hukum DPR, Nudirman Munir mendukung, jika rasa keadilan masyarakat harus ditegakkan. Untuk itu, kata dia, DPR tengah menyiapkan sanksi administrasi dan pidana bagi hakim yang melanggar UU dalam setiap putusannya.

“9 fraksi di Badan Legislatif sepakat jika hakim yang melanggar UU harus diberi sanksi. Ini harus diwaspadai. Karena, hampir 90 persen putusan hakim berpihak pada penguasa, atau yang punya uang. Rakyat selalu dirugikan. Kita juga tengah upayakan agar wakil rakyat bisa bisa duduk di Dewan Kehormatan Kode Etik. Kenapa, ini untuk menyeimbangkan kekuasaan hakim, agartidak terjadi putusan controversial seperti PK Sudjiono Timan, “ tegasnya.

Menurutnya, hakim yang baik dalam putusannya tidak boleh melanggar UU dan harus memenuhi rasa keadilan yang utama.


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending