Bagikan:

Soal Anggaran Desa, Budiman: Bukan Sejarah Baru, tapi Sejarah Mundur

PDIP sebagai partai utama pengusung calon presiden terpilih Jokowi-Jusuf Kalla kecewa dengan usulan pemerintah soal alokasi anggaran dana desa Rp 1,9 triliun.

BERITA

Rabu, 20 Agus 2014 12:18 WIB

Author

Anto Sidharta

Soal Anggaran Desa, Budiman: Bukan Sejarah Baru, tapi Sejarah Mundur

Anggaran Desa, Budiman Sudjatmiko

KBR – PDIP sebagai partai utama pengusung calon presiden terpilih Jokowi-Jusuf Kalla kecewa dengan usulan pemerintah soal alokasi anggaran dana desa Rp 1,9 triliun. Anggaran itu dianggap sangat kecil. Sebab Undang-Undang  Desa mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dana desa sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah.  Menurut Anggota DPR RI dari PDI-P, Budiman Sudjatmiko, jika angka RAPBN 2015 sebesar Rp 640 triliun, maka semestinya dana desa mencapai Rp 64 triliun.

Berikut petikan wawancara KBR dengan Budiman Sudjatmiko dalam Program Sarapan pagi KBR, Rabu (20/8).

Anda melihat pernyataan dari pemerintah terkait dengan dana desa, alokasi untuk RAPBN 2015 sepertinya kecil sekali ya?


Iya sangat kecil bahkan. Karena sebagaimana kita ketahui amanat Undang-undang jelas mengatakan bahwa setiap tahun anggaran itu rata-rata 30 persennya berupa dana transfer daerah. Pada tahun anggaran 2015 dalam RAPBN itu Rp 640 triliun adalah dana transfer daerah yang menjadi haknya provinsi dan kabupaten. Di dalam Undang-undang Desa disebutkan 10 persen dari transfer dana daerah itu berarti Rp 64 triliun harus dialokasikan ke desa tahun 2015 ini. Tapi dengan adanya RAPBN yang diajukan pemerintah itu Rp 9,1 triliun bahkan separuhnya pun tidak, separuhnya itu Rp 32 triliun.

Memang Undang-undang Desa mengatakan dalam penjelasannya angka itu bisa diberikan secara bertahap. Bertahap dalam pengertian tidak harus dalam satu tahun langsung 10 persen tansfer dana daerah. Okelah kalau memang itu bertahap mbok ya 5 persen saja jangan cuma sekadar 1,4 persen. Karena alokasi persentase menunjukkan keberpihakan pemerintah ini mau sungguh-sungguh tidak.

Persoalan kita di Indonesia kemiskinan banyak dari desa, jarak semakin lebar, orang mengeluh juga setiap Lebaran pulang arus baliknya membawa orang baru dari desa ke kota karena di desa tidak lagi menarik orang bekerja atau meniti karir. Kita juga mengeluh kok banyak orang desa lari ke kota, tapi di saat bersamaan desanya tidak dikasih “gula” untuk membangun dan memutar perekonomian di desanya.

Dengan adanya Undang-undang Desa diharapkan segera pemerintah menunjukkan komitmen dan keberpihakannya pada desa dengan mengalokasikan anggaran yang layak. Dimana kalau berdasarkan hitungan APBN kita sekarang maka sekitar Rp 64 triliun harus masuk desa, ini cuma Rp 9,1 triliun.

Sebelum APBN Perubahan 2015 nanti, menurut Anda apakah kemungkinan dana Rp100 juta per desa sampai beberapa bulan ini tidak semuanya bisa tersalurkan dengan nilai yang diharapkan?


Tentu saja pemerintahan baru Jokowi-JK ya dibatasi oleh APBN yang dibuat pemerintahan SBY ini sampai kemudian kita melakukan APBN Perubahan. Pak Jokowi sudah mengatakan bahwa kita juga akan mengajukan APBN Perubahan pada tahun depan. Berarti beberapa bulan ke depan kita tidak bisa maksimal.

Sehingga satu-satunya sumber pendanaan desa yang ada nanti sampai bulan Oktober sampai nanti adanya APBN Perubahan adalah satu-satunya sumber, yaitu sumber dari alokasi dana desa yang berasal dari APBD bukan APBN berarti itu adalah uangnya kabupaten. Padahal dalam Undang-undang Desa itu dari APBN dan kabupaten.

Tidak semua daerah siap memberikan APBD terhadap dana desa, apakah ada solusi lain untuk ke depan?


Kalau siap sebenarnya semua sudah siap tergantung APBD masing-masing. Jadi tergantung kapastias keuangan masing-masing daerah, tidak disamaratakan. Persoalannya adalah dengan kapasitas masing-masing daerah yang berbeda satu sama lain berarti “sial” desa-desa yang kapasitas keuangan daerahnya lemah dibandingkan dengan kabupaten yang kapasitas keuangannya tinggi.

Ketimpangan antara desa yang kapasitas keuangan daerah lemah dengan desa-desa yang kapasitas keuangannya tinggi. Di Kalimantan Timur ada satu desa sudah Rp 1 miliar, di Bengkalis Riau sudah Rp 1 miliar. Tapi misalnya di Cilacap ada yang Rp 100 juta rata-rata, ada lagi yang Rp 20 juta per tahun.

Tugas dari APBN itu untuk menjembatani atau mempersempit kesenjangan antardesa di Indonesia. Ada yang sudah dapat Rp 1 miliar dari kabupatennya, ada yang cuma dapat Rp 10 juta tiap tahun dari kabupatennya. Sementara penduduk di Jawa rata-rata cuma dapat Rp 100 juta per tahun ada yang cuma Rp 10 juta per tahun padahal penduduk di Jawa padat. Fungsi APBN ini adalah untuk menyeimbangkan, di desa-desa yang sudah memberikan alokasi dana desa dari APBD besar ada keseimbangan.

Masalahnya lagi-lagi pada persentase di APBN walaupun pemerintah sudah memberikan petunjuk bahwa ini nanti memungkinkan untuk dibuat APBN Perubahan di bulan Januari nanti. Tapi ini tentu akan mencomot dari program-program yang lainnya, skenarionya bagaimana?


Seharusnya dibuat dari APBN 2015 ini. Karena orang mengatakan kapasitas fiskal kita terbatas, semua sudah dibagi ke kementerian-kementerian sektoral sehingga tersisa Rp 9,1 triliun. Pertanyaannya adalah memang amanat Undang-undang Desa menjelaskan bahwa kementerian sektoral tidak perlu lagi mengurusi program di skala desa. Jadi Kementerian Pertanian tidak perlu lagi mengurusi pembangunan pertanian di skala desa, Kementerian Pekerjaan Umum tidak perlu mengurusi pembangunan jalan yang berskala desa. Serahkan itu kepada desa, desalah yang menentukan mau buat tersier, jalan di desa, mesjid atau gereja di desa itu tidak usah urusan Kementerian Agama lagi. Sehingga uangnya tidak perlu di kementerian-kementerian sektoral.

Selama ini uangnya tersisa Rp 9,1 triliun karena uangnya diserahkan semuanya di kementerian-kementerian sektoral dan dari situ mereka serahkan ke desa yang menentukan programnya dari pusat. Padahal dalam Undang-undang Desa semua program di desa itu yang menentukan desa itu sendiri, bukan ditentukan kabupaten, provinsi atau pusat. Dengan menyisakan Rp 9,1 triliun dengan alasan uangnya di kementerian sektoral, pertanyaannya adalah kenapa harus di kementerian sektoral kan harus membangun di semua level.

Masih memungkinkan dana-dana yang ada di kementerian itu ditarik?


Itu nanti di APBN Perubahan dan tergantung dari arsitektur kabinetnya bagaimana. Tetapi kalau kami melihat dari Pak Jokowi sembilan program unggulannya nomor tiga adalah membangun dari desa dan daerah, menciptakan pemerataan saya yakin itu jadi prioritas Jokowi-JK.

Ini kan soal keputusan politik. Diharapkan Pak SBY meninggalkan warisan untuk ke depan keberpihakan kepada desa tapi ternyata cuma Rp 9,1 triliun. Padahal Undang-undang Desa hendak disahkan pada siang hari tanggal 18 Desember 2013 Pak SBY mengatakan desa akan memasuki tonggak sejarah baru. Nyatanya Rp 9,1 triliun itu jauh lebih sedikit dari alokasi dana yang diberikan kepada desa tahun 2013 sekitar Rp 10 triliun. Padahal jumlah APBN kita lebih banyak sekarang, ini bukan sejarah baru tapi sejarah mundur.
   
Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending