Bagikan:

Eggi Sudjana: KPU Melakukan Kecurangan

Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta mengklaim terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif.

BERITA

Senin, 11 Agus 2014 18:22 WIB

Author

Vitri Angreni

Eggi Sudjana: KPU Melakukan Kecurangan

Indonesia, MK, gugatan, pilpres, Prabowo-Hatta

KBR, Jakarta - Sidang perdana gugatan hasil Pemilu Presiden 2014 yang diajukan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini (6/8).

Dalam gugatannya, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta mengklaim terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif. Di mana mereka mengaku ada sebanyak 55.485 Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau sekitar 24 juta suara bermasalah.

Eggi Sudjana, salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta, mengatakan yang mereka hadapi bukan Jokowi-JK tapi KPU, dalam konteks yang melakukan kecurangan. Bahkan dia menyebutnya “terencana.” Simak wawancara selengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (6/8).

Hari ini agendanya paling tidak mengkaji berkasnya apakah ada yang kurang atau cukup. Kira-kira masih ada tambahan lagi untuk berkas gugatan?

“Itu kaitannya dengan nanti hasil dari evaluasi hakim sendiri. Kalau hakim menganggap ada yang kurang ya harus dilengkapi dan memang peluangnya ada 1 x 24 jam. Jadi dari kita relatif insyaallah sudah cukup, kalau masih dianggap kurang oleh majelis ya kita lengkapi.”

Termasuk koreksi persentase yang katanya lebih dari 100 persen itu akan diperbaiki atau sudah?

“Sudah diperbaiki.”

Soal dokumen yang dibawa ke MK kira-kira apa saja yang dibawa untuk memperkuat pengajuan gugatan terhadap KPU? kabarnya sampai 10 truk, hari ini akan dibawa?

“Itu satu strategi saja. Tapi kalaupun nanti kita dalam bentuk 10 truk kalau konteks di komputer bisa sedikit, jadi biasa-biasa saja.”

Waktu itu ada kritik-kritik dalam gugatan tidak menyebutkan secara spesifik TPS mana sehingga KPU terpaksa melibatkan seluruh provinsi hadir di Jakarta untuk mengantisipasi. Komentar Anda?

“Kalau dari kita kurang lebih ada di 15 provinsi. Kalau secara detilnya kita ini tim ya ada bagi-bagi tugas, itu tidak dalam tugas saya untuk kesitu. Saya dalam posisi bagaimana temuan alat-alat bukti, kecurangan. Perlu dimengerti bahwa yang kita hadapi bukan Jokowi-JK tapi KPU dalam konteks yang melakukan kecurangan. Bahkan tambahan kita ada istilah baru “terencana.”

Ada empat jadinya ya sistematis, terstruktur, masif, terencana?

“Singkatnya TTSM lah. Antara lain yang terencana kalau teman-teman ingat pertemuan Hadar Gumay dari KPU dengan Trimedya Panjaitan dari PDIP dan Komjen Budi Gunawan.”

Itu masuk dalam berkas juga?

“Masuk. Karena terlihat sekali sebelum debat ternyata lancar sekali Jokowi, terbukti contekannya itu. Dalam konteks itu ya mereka jelaskanlah kenapa ketemu malam-malam tiga instansi kalau konteks menuju pilpres. Terencananya ini salah satu yang bisa kita lihat.”

Tapi buktinya foto saja yang disajikan, isi pertemuan yang menyampaikan foto itu juga tidak diketahui bagaimana?

“Itulah harus jujur diungkap nanti kalau diminta jadi saksi dalam konteks ini. Harus jujur apa yang dibicarakan, tidak mungkin ngobrol-ngobrol begitu saja kalau tidak ada pembicaraan serius. Itu suatu istilahnya dalil, kalau kita mendalilkan kan harus membuktikan dengan mereka jujur.”

Bukti yang dibawa penggugat termasuk diantaranya foto pertemuan itu?

“Iya ada terlampir. Jadi konteksnya tadi sudah saya bilang, berani mendalilkan ya harus bisa membuktikan dalam konteks apa yang kita dalilkan. Kita mendalilkan ada pertemuan, ini fotonya, sekarang isi pembicaraannya kalian buktikan kau bicara apa kan saksi disumpah. Itu kalau sudah bersumpah masih berbohong juga ya dua konsekuensinya, kalau secara hukum ketahuan bohong maka dia memberi keterangan palsu sanksinya 7 tahun, kalau dari segi akhirat diazab sama Tuhan.”

Dari penggugat sendiri menganggap pertemuan itu apa?

“Menganggap itu suatu bentuk perencanaan untuk curang. Itu tuduhan kita yang curang KPU karena kalau yang curangnya dalam konteks Jokowi sulit menyatakan itu karena tidak ada buktinya dalam konteks untuk menyatakan itu. Tapi sisi lain Anda lihat juga JK sempat ngomong “kami hanya dikalahkan dengan kecurangan.” Jadi logikanya ini kata yang luar biasa menurut saya, kalau pemilu ini kemarin dimenangkan oleh Prabowo sudah otomatis stigmanya curang. Tapi faktanya yang melakukan kecurangan dari pihak KPU.”

Soal terencana tadi itu luar biasa kesannya, kalau barang buktinya hanya foto apa cukup kuat?

“Kan bukan cuma itu saja, banyak. Kita mengkondisikan pra dan sedang berlangsungnya pemilu bahkan pasca pemilu itu kita jabarkan semuanya. Sehingga ada pemahaman kita ini ada kesan terencananya kuat.”

Ada juga penyebutan TPS yang ternyata di daerah itu TPS-nya tidak ada, misalnya kelurahan Babatan Wiyung di Surabaya disebutkan ada pemilih tambahan dalam jumlah besar di TPS 48 padahal TPS-nya cuma 44. Bagaimana?

“Juga harus dilihat ada 900 lebih TPS yang menyatakan Joko Widodo 100 persen tidak ada satupun. Pertanyaannya bagaimana kalau nanti ada satu pernyataan di daerah TPS yang 900 Joko Widodo 100 persen ada yang menyoblos, itu satu pertanyaan yang serius juga.”

Maksudnya untuk TPS yang tadi bagaimana?

“Saya sudah bilang saya tidak dalam kapasitas urusan itu.”

Yang diurus TPS yang tadi?


“Iya yang kaitannya 900 lebih TPS dimana Joko Widodo menang 100 persen. Pertanyaan seriusnya saksi yang dari kita bagaimana, kan kita ada saksi.”

Di Papua ada sistem noken, ini digugat juga oleh tim Prabowo?

“Iya karena kita bukan menggugat sistem nokennya tapi pelaksanaan sistem nokennya yang tidak proporsional. Misal, satu ada musyawarah antara anggota masyarakat sana dengan kepala suku untuk menyatakan kita semua dukung Jokowi atau dukung Prabowo itu ada untuk salah satu proses noken. Kita mendalilkan ada sistem noken yang tidak dilaksanakan dengan sempurna dalam arti sesuai aturan.”

“Jadi yang ada langsung coblos-coblos saja tanpa ada proses noken yang harus dilaksanakan. Kedua noken itu kalau kita lihat Papua dulu namanya Irian Barat tahun 1962 itu berintegritas ke RI, kalau sampai detik ini masih berlaku noken tidak ada proses pendidikan politik dari pemerintah dan KPU. Jadi itu persoalan yang harus dipersoalkan karena bicara perselisihan hasil pemilu jangan kita hanya dibatasi numerik angka-angka tapi harus dilihat elektoral prosesnya, bagaimana prosesnya sampai ada hasil itu. Jadi ada dimensi keadilan, kejujuran, dan sebagainya untuk membuktikan struktur sistematis itu tadi.”

(Baca juga: Sidang di MK: Kubu Prabowo Tetap Minta Pemilu Ulang)  




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending