Bagikan:

Urus Preman, Jokowi-Ahok Harus Berkotor Tangan

KBR68H, Jakarta - Pemerintah Ibukota membenahi para pedagang kaki lima di berbagai tepian jalan di Ibukota.

BERITA

Jumat, 02 Agus 2013 14:49 WIB

Author

Doddy Rosadi

Urus Preman, Jokowi-Ahok Harus Berkotor Tangan

jokowi, ahok, urus preman, tanah abang

KBR68H, Jakarta - Pemerintah Ibukota membenahi para pedagang kaki lima di berbagai tepian jalan di Ibukota. Pembenahan PKL di Tanabang misalnya ditentang para pedagang karena mengan  ggap telah membayar pungli kepada sejumlah pihak termasuk para PREMAN. Berbagai aksi, demontrasi pun dipamerkan para pedagang yang menentang relokasi kawasan usaha mereka ke lokasi yang sama. Kenapa preman selalu menjadi masalah setiap kali ada upaya Pemprov untuk menata PKL dan bagaimana menghadapi mereka? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Arin Swandari dengan kriminolog yang juga anggota Kompolnas Adrianus Meliala dalam program Sarapan Pagi.

Apa tanggapan anda terhadap sikap Pemkot DKI Jakarta yang sedang berhadap-hadapan dengan preman di kawasan Tanah Abang?

Saya senang ya. Kenapa demikian, karena selama ini isu preman selalu dikaitkan dengan kepolisian. Jadi kepolisian selalu yang menjadi kerepotan, berkeringat, kecapekan ketika berhadapan dengan preman. Padahal di balik konsep preman sendiri terkandung masalah sosial ketimbang masalah kejahatan, artinya yang lebih pantas menandingi adalah justru pihak-pihak non polisi dalam hal ini pemda dan lain-lain. Namun masalahnya sebelum ini pemda selalu menceritakan lalu pihak-pihak lain tidak pernah mau tahu dengan masalah preman. Jadi kalau sekarang ini misalnya pemerintahan Jokowi-Ahok ini mau berkotor tangan mengurusi preman itu saya senang sekali karena memang itulah sebetulnya frame-nya.

Sebagai anggota Kompolnas apakah anda melihat selama ini banyak laporan-laporan tentang premanisme di Jakarta?

Mungkin sebagai kriminolog saya mengamati bahwa preman di Jakarta misalnya memang sudah mampu menciptakan rasa takut, rasa cemas. Sehingga kalaupun dikatakan ada preman yang menakuti mungkin juga tidak tapi lebih kepada ketakutan dirinya sendiri. Sekarang kalau pemerintah DKI untuk memindahkan mereka barulah mereka mulai bisa mengalahkan rasa takut mereka. Tapi preman akan muncul dan akan mengganggu setiap saat, maka konsistensi dari sikap pemda dibutuhkan betul.

Apakah ada tokoh-tokoh yang sangat ditakuti atau ini masif?

Umumnya masif. Jadi kita bicara mengenai orang-orang yang sebetulnya tidak memiliki daya tawar tinggi tetapi karena mereka berkelompok, sama-sama memunculkan kekerasan, otot, tato maka kemudian mereka ditakuti orang. Lalu menciptakan keamanan sendiri , alih-alih menciptakan keamanan malah mereka membuat ketidakamanan dan meminta orang membayar agar kondisi aman.
 
Kalau selama ini kita mendengar nama-nama seperti H. Lulung dan seterusnya itu anda memandangnya seperti apa?

Harus dibedakan antara preman dan premanisme, kalau preman adalah pelakunya kalau isme keyakinannya. Mungkin tokoh tadi tokoh yang menganjurkan cara-cara preman, lalu diikuti oleh para premannya.

Ini sudah berlangsung lama, sulit sekali kalau diselesaikan satu dua hari. Mungkin di tahap awal pemerintah daerah bisa meyakinkan para pedagang kaki lima masuk ke Tanah Abang kemudian berani menolak provokasi dari preman. Bagaimana caranya supaya mereka tidak berulah?

Menurut saya sintesis, kerjasama antara Pemda DKI dengan kepolisian, Satpol PP , Dinas Sosial, Dinas pendidikan, Dinas Ekonomi itu penting. Karena kalau hanya polisi saja dia gebrak lalu bawa ke polisi, lalu bingung menentukan pasal apa dan kemudian dilepaskan lagi. Kalau langsung selesai tidak mungkin, harus ada dari pihak-pihak lain lalu polisi dan Satpol PP menjaga mengusir para preman. Kemudian muncul budaya baru baru, barulah premanisme hilang. 
 
Kalau misalnya kerjasama Satpol PP dengan kepolisian untuk minta bantuan untuk menjaga, berapa lama kira-kira bisa dijaga dulu sebelum kemudian bisa dilepas?

Saya kira soal waktu tidak usah kita tentukan secara jelas. Namun yang jelas ini sudah budaya, pedagang sendiri berpikirnya kalau tidak ada preman malah tidak aman dia rasa. Ketika dia memberikan upeti kepada preman karena sudah kebiasaan kalau tidak memberikan upeti malah bingung. Jangan sampai Satpol PP atau polisi menjaga malah kemudian jadi preman baru, upeti diberikan kepada petugas.   

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending